Bubur Ayam

1333 Kata
Drrrr... Drrrr.... “Halo?” “Dis? Keluar cepet! Gue ada didepan rumah lo!” Gladis yang semula masih menutup mata, langsung tersadar dan membuka matanya. Ia menatap layar ponsel dan memastikan nama orang yang tertera pada layar ponselnya. “Gila lo?! Subuh – subuh udah mau nge-prank gue lo?” eewot Gladis setelah melihat nama sang penelepon, “Gue gak bohong, serius! Cepet keluar, cuci muka dulu ya.” “Ini masih subuh, Tha, jangan bercanda deh!” Iya, Arthalah yang menelepon Gladis di pagi buta ini. Lelaki yang telah mengusik hidupnya akhir – akhir ini, sekaligus yang bakal mengusiknya seumur hidup? Sialan! “Gak bercanda, Dis! Lo buka jendela deh, ada mobil gue tuh!” Artha masih berusaha membujuk Gladis untuk keluar. “Ada apa? Ini hari sabtu gila! Hari libur yang gue mau istirahat, lo jangan ganggu!” Sedangkan Gladis masih ngotot tak mau keluar. “Bentar doang!! Gih keluar!” Tut...Tut... “Ck! Sialan!” Dengan berat hati Gladis masuk kamar mandi guna mencuci muka dan menyikat gigi, dia baru saja kembali tidur setelah menunaikan sholat subuh dan berencana bangun nanti siang, tapi gagal karna panggilan telepon dari Artha. Hey! Dia bukan pemalas ya, cuma memang di hari biasa Gladis akan sangat sibuk, jadi hanya saat libur ia bisa beristirahat sepanjang hari. Lagi pula Artha datang tak melihat waktu, ini masih jam lima pagi, dan dengan seenaknya memaksa Gladis untuk menemuinya. Setelah beres mencuci muka dan menyikat gigi Gladis keluar kamar mandi, ia mengambil ponselnya dan kaca mata yang biasa dia kenakan setelah bangun tidur. Wajahnya akan sangat bengkak, jadilah dia menyamarkan dengan memakai kaca mata. Saat keluar kamar Gladis langsung mendapati sang Nenek yang sedang merajut sambil menonton televisi di ruang keluarga. “Nek, Gladis keluar dulu ya” Ucap Gladis berpamitan, Neneknya yang semula fokus menunduk menoleh, melihat penampilan Gladis dari atas hingga bawah. “Mau kemana pake piyama gitu?” tanya sang Nenek, “Itu ditungguin temen di luar," tunjuk Gladis pada mobil yang berhenti tepat di depan rumah, sambil matanya melihat piyama lengan panjang bermotif bear yang ia pakai. “Kerjaan? Inikan hari libur, Dis, masak kerja lagi?” “Emh..... Em-itu mau benerin dikit doang kok, boleh ya?” “Yaudah sana! Hati – hati ya!” “Iya, Nek, Assalamualaikum,” “Waalaikumsalam.” Gladis keluar rumah, ia melihat mobil hitam milik Artha diluar pagar memutuskan langsung menghampiri mobi tersebut. Awalnya ia mengetok kaca mobil, dan Artha membukakan pintu untuknya. Pertama masuk, Artha langsung mengabsen diri Gladis dari ujung kepala. Rambutnya disisir dan digerai sebahu, memakai kaca mata bulat dengan pipi yang masih bengkak, piyama yang Gladis pakai sangat pas, beserta sendal rumahan berhias bunga besar diatasnya. Artha tertawa geli melihat Gladis, lucu menurutnya. “Kenapa?” tanya Gladis yang melihat tawa geli Artha. “Enggak!” “Ngapain ke rumah gue subuh – subuh?” Mengabaikan pertanyaan sebelumnya Gladis dengan tepat bertanya maksud tujuan Artha. Sebelum menjawab Artha berdeham, lantas pelan-pelan menjalankan mobilnya keluar dari komplek rumah Gladis “Temenin gue makan bubur.” Gladis menatap heran Artha dahinya berkerut tanda tak mengerti, kalau cuma untuk makan bubur ayam kenapa harus menjemput Gladis segala? Lelaki itu bisa berangkat sendiri. “Lo kan bisa makan sendiri, ngapain ngajak gue?” tanya Gladis sambil memperhatikan Artha. Lelaki itu mengunakan kaos oblong hitam dengan celana training serupa . Nih cowok pake apa – apa cakep mulu deh perasaan! “Gak tau! Gue kepikiran buat ngajak elo, kepengen aja gitu,” jawab Artha sambil fokus pada kemudi. Gladis memutar matanya, lantas lebih memilih memainkan ponselnya dan mengabaikan Artha. Agak sedikit kesal karena pagi indah milik Gladis dirusak seenaknya. Bahkan disaat dia masih menggunakan piyama! “Siniin tangan lo!” Artha menarik tangan kanan Gladis. “Ngapain?” Tak menjawab. Artha lebih memilih mengendusi tangan Gladis, seolah tangan itu minyak aromatik. Gladis sempat terdiam sejenak menatap wajah Artha yang seolah menemukan harta karun, sebelum berusaha menarik tangannya kembali. “Ngapainnn!!” rengek Gladis berusaha menarik tangannya, yaa walaupun sia – sia. Tenaga Artha pasti lebih unggul disini. “Gue mual mulu dari tadi pagi, nyium tangan lo jadi enakkan,” aku Artha masih sambil mengendusi tangan Gladis yang diselingi ciuman kecil “Jangan ditarik, Dis, mual gue ilang kalo kayak gini” Jadilah Gladis membiarkan tangannya digenggam Artha sepanjang jalan, lagian dia kasian juga pada Artha yang pucat pasi menahan mual. >> Setengah jam berlalu hingga mereka sampai di warung bubur ayam yang berada tepat disamping alun – alun kota. Warung langganan Ayah Artha sejak dulu, bahkan Artha sudah kenal dekat dengan pemiliknya. “Yuk turun!” instruksi Artha sesudah dia memakirkan mobilnya. Tepat saat Gladis membuka pintu, ponsel milik Artha yang berada di dashboard mobil berbunyi, menampilkan nama yang tentu saja sudah mereka kenal lama. Helena Artha segera mengambil ponselnya. “Lo kesana duluan, sekalian pesenin bubur spesial buat gue” lalu ia menekan tombol hijau di layar ponsel tersebut. Melihat itu Gladis hanya mengangkat bahu tak peduli dan keluar dari mobil, ia menghampiri tukang bubur yang sedang berada dibalik gerobaknya. “Pak, bubur spesial satu ya, makan sini.” “Iya, Neng, ditunggu ya!” jawab si tukang bubur, Gladis mengangguk dan menuju salah satu meja didalam warung tersebut. Warungnya tak terlalu besar, tapi cukup bersih dan ramai pengunjung. sepertinya memang makanan di sini enak, tapi sayangnya Gladis tak menyukai bubur. Lima menit berlalu, Gladis bisa melihat Artha keluar mobil sambil memasukkan ponsel ke dalam sakunya. Lelaki itu menghampiri Gladis dan duduk disebelahnya. “Udah pesen?” tanya Artha, “Udah.” Setelah itu Gladis menyomot sate telur kecap yang berada di depannya, hatinya sedikit dongkol melihat Artha menjawab telepon Helena disaat tengah bersamanya. Lagian kenapa gak ngajak Helena aja? Bubur pesanan Artha datang tak lama kemudian, lelaki itu tampak bersemangat saat menerima mangkuk penuh dengan bubur ayam. “Makasih, Mang.” “Artha? Kamu teh sama siapa ke sini?” tanya si tukang bubur namanya Mang Jono tertera pada banner di depan gerobak, melirik sekilas pada Gladis. “Hehehe... calonnya Artha ini Mang” jawab Artha sambil merangkul pundak Gladis yang masih tak memperdulikan Artha. “Oalahh... Cantik pisan, serasi sama kamu!” “Iya dong, Mang!” seru Artha tampak bangga. “Yaudah, Mamang mau layanin pembeli dulu ya.” “Siap-siap, Mang!” Setelah Mang Jono pergi Artha segera menyendok bubur ayamnya, tapi gerakannya terhenti saat melihat Gladis yang sedang sibuk pada ponselnya dan tak ada bubur untuk Gladis nikmati. “Lo gak makan?” tanya Artha berhenti mengaduk bubur. “Enggak." “Kenapa? Lo gak mau makan? Entar anak gue kelaperan di perut lo.” Secara gamblang Artha mengucapkan kata tersebut. Gladis segera menoleh dan melotot ke arah Artha, hey! Disampingnya banyak orang makan tau. “Apaan sih?!” “Makan bubur ya, gue pesenin,” ujar Artha akan segera berdiri. “Gak usah!” Gladis menarik Artha agar kembali duduk “Gue gak suka bubur.” “Lo belum rasain buburnya Mang Jono, enak tau!” “Gue gak suka, Tha! Lembek! Gak enak,” Gladis berusaha memperkecil suaranya agar tak didengar pengunjung yang lain, sekaligus menghormati pemilik warung. “Coba deh! Nih gue suapin.” Artha menyendokkan bubur dan menyodorkan kepada Gladis. Awalnya Gladis ragu untuk menerima suapan Artha, tapi akhirnya ia mau juga karena melihat wajah penuh harap Artha. Rasanya enak sih, tapi tetap saja Gladis tak suka bubur. “Gue pesenin ya!” “Gak usah, Tha!” “Lo itu harus makan, Dis! Lo gak kasian sama dia?” Artha ngotot masih ingin Gladis makan bubur, padahal Gladis bisa makan makanan yang lain di jalan atau di rumah nanti. “Ya-yaudah, ini aja! Gue gak habis kalo satu mangkuk sendiri,” final Gladis sambil menunjuk mangkuk bubur Artha. “Okey” Hingga semangkuk bubur itu habis, Artha dengan telaten terus menyuapi Gladis bubur bergantian dengannya. Sedangkan Gladis menggenggam sate telur dan menyodorkan kepada Artha saat lelaki itu meminta, terhitung sudah habis 5 tusuk untuk dirinya dan Artha. >>
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN