New Beginning

1550 Kata
(Author) Suasana kelas XII IPA 2 sangatlah mengibakan. Kebanyakan tampak lesu dan asyik sendiri-sendiri alias bergerombol. Sama hal-nya seperti 4G yang kini sedang bercengkrama. "What? Jadi kemarin lo bolos karena nolongin murid baru itu?" pekik Yasmin dengan cemprengnya. Ezot memutar bola matanya jengah. "Santai bisa kagak? Sekelas bisa-bisa ngedenger, terus bisa-bisa gue kejebak gosip ter-hot bareng dia. Jangankan anak sekelas yang ngedenger, ahli kubur aja bisa kebangun kalau ngedenger suara cempreng lo, Yas!" protes Ezot. Kan gila kalau dia terjebak skandal sama si Reza --murid baru-- kutukupret itu. "Hehe peace," Yasmin ... Yasmin. Ketiga sahabatnya menggeleng-gelengkan kepalanya dan mengusap d**a mereka masing-masing dengan tabah. "Dit! Ini kagak ada kelas gitu?" tanya Keny yang mulai bosan. Pelajaran terakhir ini pelajaran Bahasa Indonesia. Tapi sudah dua jam pelajaran, gurunya tak juga menampakkan diri. "Iya bener, Dit. Pulang aja lah, tapi semuanya harus kompak. Biar kalau dimarahin semuanya kena," usul Ezot. Semua tampak setuju. "Bener yok ahh pulang!" Farel dengan santainya menyambar tas gendongnya dan pergi begitu saja. "Ehh, Rel. Tunggu!" cerca Ezot. Dia juga mengambil tas kecil berwarna coklatnya itu dan menyusul Farel. "Pulang aja ahh semua!" seru Adit. Ya kalau Adit sudah memulai, semuanya pasti mengikuti. Yaiyalah, Adit kan ketua kelas. Apapun masalahnya, dia yang disalahkan lebih awal. "Yoa! Ezot tunggu!!!" "Yasmin berisik aelah!" Sorakan murid sekelas terdengar sewaktu Yasmin teriak dengan bebasnya. "Berisik!" "Aaaah Levin sakit!!" Yasmin tampak cemberut karena toyoran si Levin --cowok yang selalu jadi musuh bebuyutan Yasmin dari kelas X-- bukan rahasia umum lagi, seluruh sekolah tahu jika mereka tak pernah akur. "Dasar cewek bar-bar sok alim," cerca Levin tak mau kalau. "Dasar cowok gila lo! Nggak ada lembut-lembutnya jadi cowok!" Yasmin terdengar menahan tangis. "Ya ya ya lanjut aja terus sampe kiamat. Nggak pernah bosen apa berantem terus?" tanya Liyu yang mungkin sudah eneg mendengarkan ocehan kedua temannya itu. "Ihh ogah banget gue kalau sama-sama dia terus sampe kiamat. Bisa mati berdiri gue," sungut Yasmin. Yasmin dan Liyu berbelok ke arah kanan. Sedangkan Levin ke arah bersebrangan. "Lo kira gue mau?" Masih berdebat? "Stop bisa kagak?! Aelah, nggak ada capek-capeknya. Akur kek sehari aja. Ayok buruan!" Liyu menarik tangan Yasmin dengan cepat. Kalau dibiarkan terus, Yasmin dan Levin akan terus begitu. *** "Eh, Zot. Lo kemaren bolos ya?" tanya Farel di sampingnya. Mereka memang terbilang dekat. Jadi bukan hal asing lagi jika seluruh siswa Tadika Kencana melihat mereka berjalan beriringan bak sepasang kekasih. "Udah tau pake nanya." "Nyante bisa kali, Curut. Gue juga kan kemaren bolos," sahut Farel yang hanya ditanggapi anggukan. "Eh, nggak tau salah liat atau apa, kemarin gue liat mobil lo waktu macet pagi-pagi di Jalan Budhi. Lo bolos gara-gara bantuin cowok baru kelasnya si Adam ya? Si Reza. Beuh namanya pake sama segala lagi," kata Farel dengan nada cemburu. Memang, sudah bosan rasanya memberitahu Farel akan perasaan Ezot padanya. Farel memang menyukai Ezot dari dulu. Perhatian yang dia berikan selama ini, semata-mata karena menurutnya Ezot adalah orang spesial dalam hidupnya. Tiga kali Farel menyatakan perasaan pada Ezot, namun jawaban tetaplah sama. "Rel, jangan mulai deh lo. Gue males ah kalau lo udah gini. Gue kan udah bilang, gue sayang sama lo cuma sebatas sayang adek sama kakaknya. Perasaan gue sama lo, sama kayak perasaan gue sama Bang Keenan. Lo ganteng, Rel. Banyak cewek yang ngejar-ngejar lo. Kenapa harus ngejar-ngejar gue terus?" Ezot melepaskan rengkuhan tangan Farel di bahunya. "Cowok kan emang kodratnya ngejar, Zot. Bukan dikejar. Lo kayaknya ogah banget ya kalau gue merjuangin. Gue kurang apa sih?" Ezot menoleh, memperhatikan wajah suram Farel yang kentara. "Huuuuuh." Ezot menghela nafas beratnya sejenak. Lalu menggandeng tangan Farel ke arah taman sekolah. "Kita duduk dulu." Keduanya terduduk memandang rumput hijau taman sekolah yang tersinari matahari sore. "Huhh... Gini ya, Rel. Bukannya gue nggak suka lo merjuangin. Gue cukup bangga, karena sahabat cowok gue yang selalu ngelindungin gue ini adalah typical cowok yang gentle. Gue bangga karena lo selalu merjuangin sesuatu yang lo mau. Tapi please, Rel, gue nggak bisa. Please lo lepasin gue. Bukannya gue benci sama lo, tapi karena gue sayang sama lo. Gue nggak mau jadi orang yang berperan jahat disini. Gue nggak mau nyakitin perasaan lo. So, move on dong, Rel. Loly masih suka tuh sama lo," jelas Ezot dengan diksi yang dibuat sedemikian rupa agar tak menyinggung Farel. "Loly? Dia lagi? Ogah gue!" Yap! Apa lagi masalahnya kalau bukan kesalahpahaman? Ezot bukannya memihak pada Loly, hanya saja memang Loly benar. Dia sudah menceritakan semua kesalahpahaman yang sudah kandas semenjak satu tahun yang lalu pada Ezot. "Gue bilang lo salah paham, Rel." "Kalau lo cuma mau ngomongin Loly mendingan gue pulang." Farel menyambar kasar tas ranselnya dan pergi tanpa pamit. "Rel!! Farel!!" panggil Ezot. Ezot menghela napas sabar. Ribet dah urusannya. *** SMA Tadika Kencana sudah dalam keadaan sepi. Hanya beberapa onggok orang saja yang tersisa. Kebanyakan ... yang bertugas piket di UKS khusus anak PMR, dan juga anak OSIS yang sedang mengadakan rapat untuk acara perlombaan teater ekskul kesenian yang domisilinya dilakukan di sekolah ini. Beda halnya dengan seorang pria tampan berambut hitam legam, berahang tegas, dan bermata indah. Dia hanya terdiam berbaring enggan bangkit dari lapangan basket indoor. Niat lain juga, seraya menunggu adiknya --Reynia-- yang sedang berlatih untuk perlombaan teaternya. "Sakit hati gue. Ya Allah ... Kenapa ini terjadi sama Mamaku? Kenapa Mama, wanita cantik yang sangat baik hati dengan kasih sayang selembut sutra dan sesuci putihnya kapas bisa dapet cowok kayak si Papa. Apa masih pantas gue sebut Papa? Adrian sialan!! Aaarrrggghh!!!" Reza benar-benar frustrasi dengan keadaannya. Selalu seperti ini. Teriakannya ternyata mengundang seseorang untuk memasuki lapangan indoor ini. Dug! Dug! Dug! Reza menengok ketika suara drible-an bola basket memenuhi pendengarannya. Matanya terbelalak ketika seorang cewek termenyebalkan --menurutnya-- datang dengan rambut dikucir lucu. Seperti tak acuh, cewek itu hanya fokus pada bolanya. Tanpa mengindahkan tatapan heran Reza yang terbaring di tengah lapangan. "Yes!" Cewek itu tampak tersenyum bangga karena melempar bolanya dengan tepat sasaran memasuki ring. "Kenapa lo teriak-teriak nggak jelas? Gue kira ada hantu yang mau diperkosa cicak sampe teriak gitu. Ternyata lo." Cewek itu masih enggan menoleh. "Bukan urusan lo!" jawab Reza ketus. "Eh!!" Cewek itu bersedekap d**a dengan kaki kanan yang menahan bola basket. "Gue Reza Prillya Arista. Semua orang juga tau kali kalau gue ini typical cewek yang nggak bisa liat orang kesusahan sendirian ya. Udah syukur-syukur gue peduli," kata cewek itu tak terima. Yang ternyata adalah Ezot. Oke dikarenakan kedua Reza sedang berkumpul. Nama panggilan akrab mereka pun digunakan. Reza P. A. as Ezot, Reza V. A. as Eja. Mengenai Ajer, hanya berlaku untuk di Bandung saja. "Gue nggak minta lo peduliin." "Cih! Gini nih karakter cowok angkuh. Oke, gue ngalah sekarang. Berdiri lo, lawan gue main basket dibanding suntuk kan? Jangan nolak! Gue nggak terima bantahan!" ujar Ezot. Penampilan urakannya sangat bertolak belakang dengan karakternya. Ezot tidak bisa melihat orang susah dalam kesendirian. Tak ada niatan apapun, dia mengakrabi Eja yang notabenenya sudah di add to her enemy list , hanya sebatas peduli karena karakternya yang tak tegaan. Mereka berdua tanding one and one dengan kemampuan yang sama. Keduanya tampak terdiam membisu. Ruangan luas ini hanya diisi dengan suara dentuman bola saja. Tak ada yang ingin memulai bicara hingga akhirnya Ezot terhenti dan memegangi perutnya. "Awww shhh...." Ezot meringis pelan dan berjalan menuju pinggir lapangan lalu terduduk. Eja yang --sedikit-- khawatir juga ikut terduduk. "Perut lo sakit?" "Udah tau pake nanya!" PMS kali ya? "Eh busyet ... Lo dibaikin malah minta dijahatin ya," ujar Eja tak terima karena jawaban ketus dari Ezot. "Duuuh Mami!!" Ezot meringis semakin keras. "Lo kenapa deh ah? Jangan bikin parno. Ayo buruan gue anter ke UKS." Eja menyodorkan telapak tangannya untuk membantu Ezot bangkit. "Kagak usah deh ah. Ini cuma sakit biasa buat cewek. Gue cuma lagi halangan aja," sahut Ezot. "Yaudah kalau sakit pulang!" "Iya! Tapi gue nunggu jemputan. Gue lagi kagak bawa mobil hari ini. Mobil gue lagi sakit." "Mana ada mobil sakit. Bilang aja mobil bututnya kumat, terus ke bengkel deh," hina Eja. Ezot hanya mengendus kesal karena takdirnya tertebak. "Terus sekarang mana jemputan lo?" "Mana gue tau. Gue dateng kesini karena gue bosen, jemputan gue nggak dateng-dateng ... Awww Mami sakit." "Dasar anak Mami. Yaudah gue anterin lo pulang aja." Ezot menoleh seketika. Pulang? Sama dia? Ih ogah. "Ogah!" "Yaudah kagak maksa juga. Dari awal kan lo emang batu nggak bisa dibilangin. Padahal kan niat gue baik." Eja bangkit dari duduknya. Menyampirkan tas hitam kelalawarnya di bahu sebelah kanan. Hal itu malah membuat Ezot ketar-ketir. Karena mungkin jika dia sendiri dalam keadaan sakit menstruasi belibet urusannya. "Eh cowok sableng tunggu!!" Eja masih saja berjalan. Berjalan santai lebih tepatnya. "Manggil yang bener!!" Nama dia siapa sih? Oiya ... Reza kan ya. "Reza tunggu!" ujar Ezot setengah berteriak. Eja yang merasa sedikit dihargai akhirnya membalikkan tubuhnya yang kini sudah berjarak sekitar 7 meter dari cewek termenyebalkan --menurutnya--. "Apa?" "Sini!" Oke! Please, ini lagi darurat. Harga diri gue turun dah abis ini. Eja yang memang typical orang yang selalu memprioritaskan dan menghormati wanita, akhirnya mengalah. Dia berjalan mendekati Ezot kembali. Ada butuhnya juga kan lo? Sebenernya gue nggak akan tega juga ninggalin dia dalam keadaan sakit kayak gini. Tadi cuma pura-pura aja. "Apa?" Eja memalingkan wajahnya. Tampak enggan menatap lawan bicaranya. "Euhhmm ... Tawaran lo nganterin gue pulang masih berlaku kan?" Eja melirik sedikit cewek itu dan mengangguk. Dia menyodorkan tangannya untuk membantu Ezot berdiri.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN