"JADI yang chat gue suruh ke sana itu si b*****t itu?"
Dengan berbagai macam plaster yang tertempel di pipinya, Al mengangguk samar. Masih memilih memejamkan matanya, mengurangi pusing yang melanda otaknya saat ini. Tidak dengan Steve yang saat ini udah terlihat melahap kentang goreng bawaan Keyla. Tak perduli dengan memar di pipinya.
"By the way, Key," Steve menghentikan acara makannya, menatap Keyla yang saat ini berada tepat disampingnya, "Lo kenal Kevin dari mana?"
"Ketua osis gue disekolah." jawab Keyla enteng, menghadirkan mata membulat dari arah Steve dan Al.
"Si b*****t itu?" Steve bertanya, "Ketua osis!?" tambahnya yang segera Keyla balas dengan anggukan kepala.
"Wah, bisa banget dia muka duanya," sambung Al yang saat ini masih berada pada posisi awalnya, "Lo tau gak, dia itu ketua genk deady?"
Alis Keyla menaut, "deady? Apa itu?"
"Genk yang dikenal karna sifat binatangnya, gak punya otak, gak punya hati sama gak punya rasa kemanusiaan."
Mendengar sebuah informasi baru, membuat dahi Keyla mengernyit, "Dia baik banget disekolah, murid yang disayangin sama guru. Masa sih dia ketua genk kayak gitu?"
Dengan tersenyum, Steve terlihat menjulurkan tangannya. Mengusap kepala Keyla lembut, "Lo masih harus banyak belajar tentang dunia luar."
Tak lama memang, karna Raynzal sudah lebih dahulu menyingkirkan tangan itu. Menghadirkan tatapan geli Steve.
"Ya ilah, pegang bentaran doang pelit amat. Iya tau punya lo." kata tambahan yang kali ini menghadirkan senyum dibibir Keyla.
Malas merespon candaan temannya, Raynzal nampak bangkit dari posisi duduknya, "Balik, udah jam tiga," Raynzal mengalihkan pandangannya ke arah Steve, "Gue pake mobil lo, motor guekan masih digudang."
Dalam diam Steve mengangguk, sebelum kembali melanjutkan makannya.
Sedangkan Keyla nampak memutar kepalanya, menatap jam dinding besar yang saat ini menunjukan angka 3.
Mengikuti Raynzal untuk bangkit dari posisi duduknya, "Cepet sembuh, ya. Nanti gue jenguk lagi."
"Gak usah jenguk, Key. Nanti ada yang jealous." sindir Al dengan tambahan lirikan ke arah Raynzal.
Benar-benar hampir membuat si tampan menendang sahabatnya itu sekarang juga kalau saja ia tak mengingat kondisi Al saat ini. Belum sempat kembali menggoda, sebuah tarikan tangan menyapa Keyla. Membawanya keluar dari kamar rumah sakit itu, meninggalkan cekikikan dari para penghuninya.
Berjalan menuju parkiran yang berada tepat di basement rumah sakit ini. Jarak yang cukup jauh untuk ditempuh dengan kaki.
Dalam diam, Raynzal sesekali melirik gadis disampingnya ketika mereka sudah berada di dalam lift. Memperhatikan detail wajah gadis yang tiba-tiba memasuki hidupnya itu. Mengacak-ngacaknya tanpa permisi.
Hingga maniknya berhenti pada pergelangan kaki Keyla, cowok itu secepat kilat berlutut.
"Ini kenapa!?" tanpa sadar Raynzal bertanya dengan nada panik, mengusap bagian pinggir luka sayatan pada pergelangan kaki gadis itu.
Membuat perhatian Keyla beralih dengan terkejud, "Gak tau, gak kerasa perih."
Raynzal mengalihkan pandangannya, mendongak menatap Keyla, "Lo bisa merhatiin orang lain, tapi diri lo sendiri gak lo perhatiin."
Ceramah itu terdengar, menghadirkan bibir manyun Keyla. Tak ingin mengatakan apapun jika cowok itu sudah mulai menaikan nada bicaranya.
"Di mobil Steve ada p3k," kata cowok itu akhirnya sebelum memutar tubuhnya, membelakangi Keyla dengan tubuh yang masih berlutut.
"Naik." perintah itu benar-benar mampu membuat tubuh Keyla kehilangan keseimbangan, tak menyangka dengan
perilaku Raynzal yang tak pernah bisa dirinya tebak.
"Gendong maksud lo?" tak ingin dibilang kepedean, Keyla memilih memastikan.
"Iya."
Walau masih kurang yakin dengan indra pendengarannya, Keyla tetap tak ingin melewatkan kesempatan emas yang diberikan Tuhan padanya. Untuk itu, Sebelum si tampan merubah fikirannya, Keyla sudah lebih dulu menempelkan tubuhnya pada punggung Raynzal.
Masih dengan degupan yang sangat kencang, Raynzal kembali berdiri. Dengan tambahan Keyla yang saat ini berada di punggungnya. Menunggu pintu lift terbuka dengan hening. Tak menyangka bahwa mereka dapat sedekat ini. Dalam diam, Keyla terlihat mengeratkan lilitannya pada leher cowok itu. Bahkan terlihat meletakkan kepalanya di kepala si tampan yang kini tengah mengenakan topi yang dibalik saat pintu lift terbuka.
Masih hening saat mereka berdua menginjakan kakinya di parkiran yang sepi dan cukup gelap.
"Kenapa bokap lo punya banyak pengawal?" suara Raynzal terdengar lebih dulu.
Menghadirkan senyum dibibir Keyla, "Akhirnya lo penasaran?"
"Iya."
"Hm, ceritanya panjang," respon Keyla masih dengan senyuman.
"Gue dengerin."
Sempat terpaku dengan ucapan cowok itu, sebelum ingatannya mulai kembali pada belasan tahun silam. "Waktu umur lima tahun, gue pernah diculik," kisah itu dimulai, "dan bokap sempet jatuh miskin karna terpaksa harus jual semua sahamnya untuk nebus gue,"
Raynzal terdiam, terlihat memfokuskan telinganya pada cerita Keyla.
"Gue gak ngerti gimana bisa ada orang yang sejahat itu manfaatin bokap gue untuk jual semua sahamnya dengan sangat murah, karna tau kalo bokap gue bener-bener lagi butuh uang saat itu," lanjutan Keyla dengan air mata yang mulai mengembang.
Masa-masa sulit keluarganya saat itu benar-benar menyayat hatinya, "Dan karna uang hasil jual saham bokap gue itu pas-pasan, jadinya bokap gak bisa nebus biaya rumah sakit nyokap."
"Nyokap lo sakit?"
Di dalam gendongan Raynzal, Keyla mengangguk, "Kanker, stadium akhir."
Sempat hening selama beberapa saat sebelum Keyla kembali melanjutkannya, "Gue gak ngerti, sejak tau kalo nyokap sakit, sikap bokap jadi kasar ke gue dan ke nyokap. Dia jadi sering ngebentak dan marah-marah,"
Bendungan air mata itu nyatanya menetes, tepat mengenai baju cowok itu, "Beberapa tahun setelah nyokap gue meninggal, bokap mulai sukses lagi. Kali ini bukan cuman galak sama gue, tapi juga posesif dan overprotective ."
"Berarti bokap lo ngelakuin itu karna dia sayang lo, kan?"
"Siapa yang tau?" respon Keyla pasrah, "Bisa jadi dia cuman takut gue berulah dan ngancurin kesuksesannya."
Tawa kecil Keyla keluarkan, tawa yang menyesakkan d**a siapapun yang mendengarnya, "Kalo lo?"
"Hm?"
"Akur sama orang tua lo?"
Pertanyaan ini menghadirkan diamnya Raynzal. Tak ada tanggapan dari si tampan sampai ketika mereka berada tepat disamping mobil sedan milik Steve. Masih dengan bisu, Raynzal terlihat menurunkan Keyla dari punggungnya.
Kemudian nampak membuka pintu penumpang agar Keyla dapat duduk didalamnya sebelum cowok itu mencari kotak p3k di kursi penumpang. Masih dengan diam ketika Raynzal sudah terlihat berjongkok di hadapan Keyla. Membersihkan luka itu dengan alkohol sebelum menempelkannya dengan sebuah plaster.
Kebisuan yang membuat Keyla tersadar, kalau si tampan masih enggan untuk berbagi masalahnya. Wajarlah, mereka baru saja bertemu. Jadi, siapa orang yang mau menceritakan masalah hidupnya pada orang asing?
"Istirahat aja, gue bangunin kalo udah sampe."
Hanya pesan itu yang Keyla dengar, bukan sebuah jawaban atas pertanyaan yang dirinya tanyakan. Untuk itu, Keyla memilih diam.
Menunggu hingga waktunya tiba.
Waktu sampai cowok itu siap membagikan cerita hidupnya. Entah kelam, atau manis.
Keyla siap mendengarkannya.