IKYWT - 2

1009 Kata
Keluar di saat Tokyo sedang hujan. Itu bukan ide yang buruk. Karena bagi sebagian orang di hari minggu, bergelung dengan selimut adalah jawaban. Latisha tidak bisa menyalahkan mereka yang ingin menghabiskan waktu di rumah atau mall untuk melepas lelah. Karena sejatinya, dia juga senang bermalas-malasan di ranjang jika tidak ada jam kerja, manggung, atau sekadar pergi ke studio musik hanya untuk melatih vokal dan mencoba lagu baru. Dia berakhir di supermarket terbesar di kota untuk belanja bulanan. Dia terbiasa membelinya sendiri. Tidak dengan manajer, tidak dengan Tara atau Kairo kalau mereka sibuk. Tidak pula dengan ibu atau ayahnya karena mereka berdua sangat luar biasa ribut serta berlebihan. Latisha menghindari kekacauan di tempat umum. Mendorong trolinya. Latisha menghela napas panjang setelah menurunkan masker hitamnya. Menatap pada deretan s**u untuk ibu hamil, dan segera berpaling melihat beberapa pasang mata mengarah padanya dengan seksama. Melihatnya penuh tanya dan selidik, bertanya-tanya apa dia benar seorang Latisha yang terkenal dan populer. "Wah, Latisha di sini." Beberapa gadis yang pergi untuk membeli pembalut segera mengeluarkan ponsel. Diam-diam memotret dan Latisha kembali bersikap acuh. Dia tidak sehari dua hari menjadi selebriti. Dia bisa menyikapinya dengan baik. "Latisha." Latisha tersenyum. Menahan trolinya saat ketiga gadis tadi menghampirinya. "Hai." "We are so exciting met you here," katanya berapi-api. "Apakah benar berita yang Dispass katakan? Aku sebagai penggemar sejak If This Was A Movie rilis merasa sangat marah mendengarnya. Mereka mencoba menghancurkan reputasi bagusmu sebagai sosok sempurna." Oh, Latisha terharu. "Absolutely, not. Mereka hanya bercanda. Lihat saja, sumbernya tidak jelas. Kenapa kalian ikut memikirkan ini?" "Kami hanya takut kau mundur. Kau sangat berbakat. Aku selalu datang ke konsermu. Mendengar berita buruk itu, aku pikir kau benar-benar ingin pergi hiatus atau membawa masalah ini ke pengadilan. Mereka pantas diberi pelajaran untuk berhati-hati dan sebaiknya tutup mulut." Latisha ingin tertawa sekarang. Andai saja itu kebohongan, dia akan membunuh semua editor Dispass. Tapi sialnya, itu nyata. Dia yang bermain lakon di depan publik sekarang. "Ya Tuhan! Kau sangat ramah." Latisha balas tersenyum. Menjabat tangan mereka dengan kedipan mata. "Apa yang kalian lakukan?" "Membeli pembalut dan makanan ringan. Kami ingin menonton Netflix bersama di rumah." "Wow. Chill out. Aku suka mendengarnya. Terkadang aku juga melakukannya." Latisha mendapati ketiganya pergi setelah mendapatkan foto bersama. Membuat mereka puas. Dia baru melanjutkan perjalanan saat dering ponselnya mengganggu. Ada satu pesan masuk. Membuat kedua matanya memutar jengah dan membukanya dengan satu tarikan tangan. Where are you? Aku datang ke apartemenmu dan tidak ada orang. Bisa kita bertemu? Latisha membalas singkat. Tidak. Jangan pernah datang lagi. Atau Mama akan membunuhmu. Satu pesan kilat yang membuat Latisha berdebar. Haha. I really don't care. Kalau aku ingin bertemu, maka kita akan bertemu. Kau suka tantangan, bukan? Latisha memilih untuk mematikan ponselnya. Mendorong trolinya sampai ke bagian mie instan dan aneka daging. Lalu, tersentak karena mendapati Hiroito Jerome ada di sana. Bersama pakaian super santai dan jaket jins biru gelap yang senada dan sempurna. Pria itu berdiri membelakanginya. Membuat Latisha menggeleng pelan. Bagaimana bisa dia bertemu pentolan band di sini? Jerome boleh hanya sebagai pemain bass biasa, tapi kharisma-nya luar binasa membuat para penggemar lemas berjamaah. "Berikan aku tiga," suara pria itu menyapa gendang telinga Latisha yang berdiri tidak jauh dari tempatnya. Melirik ragu, Latisha kembali mencari-cari bungkusan ramen dan makanan instan lainnya yang ia suka. Termasuk pasta dan macaroni. "Ini, sir." Latisha mengernyit mendengar suara pekerja wanita itu memberikan kedipan mata pada idolanya. Kepalanya lantas menggeleng miris. Benar-benar satu pesona pentolan band ternama membuat dunia mereka jungkir-balik dengan sebegitu mudahnya. Oh, Latisha tidak akan menyalahkan pria itu karena dia terkenal tampan sejak bayi. Jerome mendapatkannya. Memindahkan itu pada keranjang merah yang ia bawa. Berbeda dengan Latisha yang efektif membawa troli, pria itu suka memakai keranjang berukuran medium untuk berbelanja karena lebih efisien. Latisha menatap bungkusan macaroni itu dan terdiam. Alisnya berkerut halus. Mendapati ada sosok yang menjulang tidak jauh dirinya sedang menatap dirinya intens, Latisha menoleh untuk memeriksa. Dia dan personil Black Death tidak terlalu akrab. Tapi Latisha tidak pernah mencari masalah. Dia beberapa kali mengucapkan nama band itu sebagai rekomendasi lagu di saat sedang bersantai. Di beberapa laman sosial media, Latisha beberapa kali kedapatan mempromosikan lagu mereka secara gratis karena memang ingin banyak orang mendengar. Semua berbakat dan lagunya sangat populer. Tidak hanya dirinya, beberapa selebriti lain juga akan mengenalkan mereka dengan sukarela sebagai sesama pekerja industri musik. Latisha melepas tatapan mereka. Merasakan apakah semua pandangan mata anak band setajam itu? Lalu, menggeleng pelan. Mengambil beberapa varian rasa ramen dan mie instan, dia bergegas pergi. Seperti pencuri yang tertangkap pemilik rumah. Dia melepas cengkraman trolinya pada rak khusus aneka cokelat dan makanan manis. Matanya yang lapar menelusuri deretan makanan cantik itu dan tersenyum. Meraih beberapa untuk ia simpan di dalam troli, Latisha juga berniat mencoba varian baru. Dengan cokelat dan taburan kacang mede yang besar membuat air liurnya menetes. "Gadis dan cokelat tidak bisa dipisahkan." Latisha berjengit mendengar suara bariton dalam di sisi tubuhnya. Matanya menyipit. Menemukan Hiroito Jerome menatapnya dengan dahi berkerut dan bersama keranjang yang terangkat sampai bahu. "Ini normal," sahutnya pelan. Menurunkan tatapan siaganya dan mundur. "Bagaimana denganmu?" "Bir, alkohol, dan makanan tidak penting lain hanya agar kulkas tidak mati." Latisha mendengus. "Lama tidak melihatmu. Kau terkesan menghindari kami." Latisha mendesis pelan. Mendadak tidak nyaman. Dia tanpa sadar mengusap perutnya dan tatapan Jerome turun, mengarah ke sana dalam kilasan cepat. "Aku sibuk rangkaian tur Asia selama beberapa bulan belakangan. Aku baru punya waktu bersantai satu minggu." "Oh, sibuk." Jerome yang datar membuat Latisha tak nyaman. Dia pernah bertemu anak band lain sebelumnya, dan mereka sangat ramah. Latisha bahkan menyukai lagu yang mereka bawakan saat itu. Wide Awake. Satu dering ponselnya mengacaukan perhatian keduanya. Jerome menunduk saat Latisha membuka pesan masuk dan tiba-tiba tersenyum. Mengetahui kalau masih ada pria itu di sebelahnya, Latisha membungkuk canggung. Tersenyum ramah seperti biasa dan mendorong trolinya menjauh hanya agar bisa lepas dari jangkauan mata Hiroito Jerome yang tajam. Sialan. Kalau Kairo ada di sini, Latisha tidak membayangkan mulut petasan pria itu akan meletus bersahut-sahutan menemukan pentolan anak band yang paling tampan itu ada di sini. Di atap yang sama dengan dirinya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN