Pertemuan Singkat

1416 Kata
AUTHOR POV Hari minggu memang menjadi hari favorit bagi siapapun untuk beristirahat sejenak dari kepenatan bekerja, sekolah, atau segelintir aktivitas yang membuat kepenatan. Jam menunjukkan pukul 9 pagi. Kai masih meringkuk manis dibawah selimutnya. Hari ini ia berniat tidur sepuasnya dirumah mengingat minggu besok menjadi minggu produktif. Pendalaman materi dan bimbel membuatnya seperti ingin menyeburkan diri ke kolam luas. Memuakkan. “Neng, ga bangun?” Tania, Mama Kai membuka kenop pintu. Ia menggelengkan kepalanya melihat kelakuan putri bungsunya yang sedang bermalas-malasan. “Mama masak enak tuh! Makan sana!” bujuk Mama Kai di depan pintu, berharap Kai segera bangun. Tiba-tiba muncul Ikram dari arah kamarnya, sudah selesai mandi dan tengah mengeringkan rambutnya yang setengah basah dengan kipas angina hello kitty milik Kai. “Belom bangun dia, Ma?” Tanya Ikram pada Mamanya. Mamanya hanya menggeleng pasrah. Ikram langsung masuk ke dalam kamarnya dan menindih selimut Kai sampai gadis itu mengaduh kesakitan. “WOOOY BANGUUUUN!” teriak Ikram santai sambil mengibaskan tangannya. “AABAAANG!” teriak Kai mengaduh kesakitan dan meronta meminta Ikram segera menyingkirkan tubuh besarnya itu. “DASAR LO DUGONG!” kesal Kai saat Ikram sudah terduduk menatapnya dan menahan tawa. “Ga nyadar apa lo badan lo segede bagong!” cerocos Kai lagi seraya mengambil jedai hitam diatas nakasnya. “Ih Ade. Abang kan ganteng, bukan bagong!” bela Mama Kai melihat pertengkaran kedua anaknya. “Tau ah! Abang ngeselin Ma! Sakit nih badan ade ditindihin kakek gajah!” Kai menilik tajam kearah Ikram sedangkan Ikram tertawa puas, berhasil mengerjai adiknya. “Abisnya lo kebo sih! Buruan sana mandi. Gua tau lo udah ga mandi kan 2 hari? Baunya kaya sampah bantargebang lo!” goda Ikram lagi sambil menjitak kepala Kai. “ABANG ISSSSH!” ** Kai meminum segelas s**u coklat di meja makan. Kali ini ia mengikuti tradisi minggu pagi untuk sarapan bersama. Kebetulan Papa Kai pulang. Biasanya, Papa Kai hanya pulang sebulan sekali. Namun bulan ini pengecualian. “Ade sekolahnya gimana?” Tanya Papa Kai menatap Kai yang sibuk mengoleskan selai kacang ke roti tawarnya. “Enak kok.” Jawab Kai tak singkron. “Maksud Papa, persiapan ujian nasionalnya gimana? Terus mau lanjut kuliah kemana?” terang Papa Kai pelan. “Ooh itu. Baik, Pah. Gatau mau kuliah dimana. Ade kuliah dimana aja yang mau nerima ade hehehe….” Balas Kai menyengir. “Dia mah buang aja ke laut, Pah.” Cerocos Ikram menyela ucapan Kai. “Hih! Urusin tuh skripsi lo Bang! Gila aje, dah berapa ratus taun lu ngampus? Masih aja jadi mahasiswa abadi!” balas Kai lagi sambil tersenyum penuh kemenangan. “Hei, abangmu ini sedang berikhtiar adinda.” Ucap Ikram tersenyum sarkastis. Kai hanya mencebik. Kedua orang tua mereka pun sudah menganggap hal itu sebagai hal biasa. Sebenarnya, pertengkaran itu sisi lain dari cara untuk menunjukkan kasih sayang. “Kai nanti siang mau ke mal sama temen-temen ya Papski.” Izin Kai. “Abang ikut dong!” Ikram mengacungkan jarinya. “Gak. Ini urusan cewe, Bang!” Kai menggelengkan kepalanya pertanda tak setuju. “Yaudah tapi jangan pulang malem-malem neng. Ngayap mulu nih.” Sahut Mamanya. Kai mengacungkan jempolnya dan berlalu kembali ke kemarnya. ** Kai menyisir rambutnya yang bergelombang sesekali bersiul menyanyikan lagu One Direction favoritnya. Tak lupa ia menyapukan bedak tabor transparan dan liptint berwarna merah gelap ke bibirnya. Ia menyampirkan slingbag hitam bermodel kucing di lengan kirinya dan bersiap pergi. Elena, Monita dan Zia sudah siap dengan motor mereka. Kebetulan, Elena dan Zia saling berboncengan. Jadi Kai dan Monita yang sekarang berboncengan. “Woi bro!” teriak Kai sambil bertos ria dengan ketiga temannya. “Buset buset cakep amat ini eneng mau kemana?” seru Monita dengan logat betawi serta sundanya yang diaduk menjadi satu. “Mau kencan sama gadis gadis biduanku.” Sahut Kai sambil mencolek dagu Monita. Monita bergidik ngeri. “Idiiih. Sudi gue jadi biduan lo. Mending jadi biduannya Bang Ikram hehehhe….” Ujar Zia sambil mengeratkan pelukannya di pinggang Elena. “Eh cabe! Jangan peluk-peluk ih geli!” Elena langsung melepaskan tangan Zia yang tadi bertengger di pinggangnya. Zia mengerucutkan bibir. “Bisa aje biang cabe! HAHAHAHA….” Balas Zia. Kai, Monita, Elena ternganga kaget. Pintar sekali Zia membalas ucapan mereka sekarang. “Dah ah ntar kesiangan. Yuk cabut!” Kai langsung menduduki jok terdepan dan menancap gas motor matic milik Monita, disusul motor Elena dan Zia. ** Kai, Elena, Monita dan Zia sampai di salah satu Mal di bilangan Jakarta Selatan. Selesai memarkirkan motor, mereka merapikan rambut mereka yang sedikit berantakan terkena angina walau sudah tertutup helm. Setelah dirasa rapi, mereka berempat berjalan beriringan sambil sesekal tertawa kencang karena sesuatu hal yang dilihat. Tujuan destinasi mereka hari ini sebenarnya tak ada. Mereka hanya kumpulan orang ‘gabut’ yang tak tau bagaimana menghabiskan waktu liburan dengan baik ditengah menumpuknya segudang ujian yang menanti. Kai melirik salah satu toko aksesoris dan menatap sebuah kalung berbentuk apel berwarna merah. Dengan langkah cepat ia memasuki toko tersebut dan mendekati benda yang sudah membuatnya penasaran sejak pertama kali Kai tak sengaja menatap. “Yaelah….mau beli lu? Berapa tu harganya?” Tanya Monita sambil mencari label harga yang terdapat di belakang liontin apel di kalung itu. “ANJIR 300 REBU! Ini emas 24 karat tah?” teriak Monita heboh yang berhasil membuat tatapan seisi toko mengarah ke mereka berempat. “Berisik banget toa masjid!” ujar Zia mencubit lengan Monita. “Lagian buset dah. Kalung apa batu bacan itu 300rebu. Kaga level dah yang mahal-mahal. Gapunya duit HAHAHAH…” Monita tertawa kencang dan lagi-lagi dihadiahi tatapan melotot dari ketiga temannya. “Besok aja dah. Gua nabung dulu buat beli kalung ini.” Kai menaruh kembali kalung itu ke tempatnya dan berbalik arah. Namun sosok yang dikenalnya lewat sepintas. Kai menaikkan salah satu alisnya. Menerka-nerka, apa mungkin ia sosok yang dikenal dan dicari-cari oleh Kai? “Eh Markonah! Ayo! Malah bengong!” Elena menepuk pundak Kai dan membawa gadis itu menuju destinasi selanjutnya. Ini waktunya berfoto ria di fitting room! ** “Geser dikit dah. Lu sebelah situ maksud gua Jubaedah.” Perintah Elena menyuruh Zia agar berpose di samping Monita. “Sempit t*i. Ini kaki gue gabisa berekspresi.” Sahut Zia. “Lebay deh. Sini kaki lu gua angkat.” “Eh tunggu. Ini lucu dah gaya begini.” “Eh sumpah mata gue itu merem melek kaya orang kobam! HAHAHAH….” Dan begitulah percakapan mereka selama di fitting room. 2 jam mungkin tak cukup, namun tuntutan mba-mba SPG yang mungkin sudah memelototi mereka diluar sana menjadi salah satu faktor mereka harus bergerak cepat. Maklum, tidak beli baju dan hanya numpang berfoto. Eits…itu sah sah saja kan? “Aduh gue kebelet pipis nih! Ke toilet dulu yak bentar.” Kai memegangi perutnya yang dipanggil oleh alam. Ia pun keluar bilik fitting room dan meninggalkan ketiga temannya. “Iye jangan lama lama cuy!” kata Zia pelan dan melajutkan kegiatannya. Setelah menemukan toilet, Kai bergegas masuk ke salah satu bilik. Tak sampai 5 menit, panggilan alam tersebut sudah terpenuhi. “Hah gilak. Nahan pipis kaya nahan gakuat jomblo!” gumam Kai setelah selesai. Kai membuka kenop pintu bilik. Dan yang terjadi, sosok yang tadi tak sengaja melewatinya kini tengah menyapukan lipstick dan berdandan ria. Sepertinya ia tidak menyadari kehadiran Kai. Kai yang sudah terbakar emosi pun mendekati wanita itu. “Lama ga ketemu ya, Valea.” Ucap Kai sarkastis. Valea, gadis yang dipanggil Kai pun melihat Kai yang berdiri di sampingnya, sedang bercuci tangan. Walau sebenarnya itu hanya pencitraan saja. “Mikaila?” Valea menghentikan kegiatannya dan terlihat bingung dengan kedatangan Kai. “Kenapa? Lo kaget ngeliat gue?” Kai tersenyum  miring dan menatap wanita itu penuh kebencian. “Gue harap lo ga lupa sama gue ya Val. Apalagi sama hal yang udah lo lakuin sama gue.” Lanjut Kai lagi. Valea yang melihat ucapan Kai yang penuh amarah pun hanya berdeham pelan. “Apa kabar?” ucap Valea sopan. “Cih. Gausah sok manis lo.” Kai berdecak. Valea hanya tersenyum tipis. “Lo ga berubah ya. Masih arogan kaya dulu.” Persepsi Valea itu membuat tangan Kai terkepal kuat. “Lo juga ga berubah. Masih sok manis depan orang padahal di belakangnya busuk!” balas Kai. Kai tak mempedulikan lagi beberapa pasang mata yang menatap kearah mereka. Bahkan office girl yang tengah mengepel pun berbalik pergi, takut akan terjadi pertengkaran hebat. “Harusnya lo tuh sadar dan minta maaf sama gue setelah apa yang terjadi setahun yang lalu! Bukannya malah menusuk gue dan akhirnya lo minggat gitu aja kaya maling!” Kai berkata dengan emosi yang meletup-etup. Valea berusaha menetralkan emosinya agar tak ikut meledak. “Cukup ya. Gue gamau jadi bahan tontonan orang. Diri lo lah yang membuat masalah itu hadir, bukan karna gue. Jadi lebih baik lo tata lagi perilaku lo sebelum lo mencaci maki gue atas kesalahan lo sendiri. Sikap lo yang beginilah yang bikin dia ninggalin lo.” Valea langsung menarik tasnya ke dalam genggaman dan berbalik pergi. Kai mematung mendengar ucapan Valea barusan. Setitik air mata itu jatuh lagi ketika Kai mengingat ‘dia’ yang menjadi alasan permusuhannya dengan Valea hadir.                                                                                 ***                                                                        to be continued Jangan lupa untuk tap love dan komen^^ Madebyshan
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN