Part 6

1070 Kata
Adakalanya dunia mimpi lebih indah di banding dunia nyata. Di dunia mimpi kita bebas melakukan apa pun tanpa terbebani sedikit pun. Di dunia mimpi kita bisa merasakan kebahagiaan walau semu. Di dunia mimpi kita bisa mewujudkan hal mustahil sekali pun. Di dunia mimpi kita bisa mewujudkan hal yang selama ini diidam-idamkan. Layaknya Goumin yang merasakan dunia mimpi lebih indah daripada dunia nyata. Di dunia mimpi dia bisa bertemu dengan pujaan hatinya dan merasakan kebahagiaan yang tak bisa dijabarkan dengan kata-kata. Dia bisa melihat ulang semua kejadian yang pernah terjadi di masa lalu bersama pujaan hatinya. Dengan sangat jelas ia dapat melihat dan merasakan apa yang terjadi di masa lalu kala itu. Meski setiap kali terbangun dari dunia mimpi rasanya sangat hampa dan menyedihkan. Tapi biar bagaimana pun, Goumin tak pernah membenci dunia mimpinya yang selalu berhubungan dengan kehidupannya di masa lalu. Reinkarnasi. Itu lah yang terjadi padanya. Jiwanya mengalami reinkarnasi dan menempati tubuh yang baru di zaman yang berbeda. Percaya atau tidaknya, itu tergantung kepada keyakinan seseorang. Akan tetapi, Goumin memang reinkarnasi dari kehidupan sebelumnya. Kenapa dia bisa menyimpulkan seperti itu? Itu karena dia bisa mengingat semuanya! Sewaktu pertama kali membuka mata di dunia ini, dia membawa dan mengingat jelas kenangan dan ingatan hidupnya di masa lalu. Rasanya sangat sedih berpisah dengan wanita yang dicintai dan calon anaknya. Harusnya dia yang menggendong bayi bukan dia yang sebagai bayi. Harusnya dia yang menjaga anaknya bukan dia yang dijaga. Harusnya dia yang menghibur anaknya bukan dia yang dihibur. Helaan nafas kasar keluar dari mulutnya. Diacaknya rambutnya kasar. Kemudian mengusap gusar wajahnya. "Lien, kenapa hubungan kita di uji seberat ini?" Menyandarkan kepalanya ke sandaran kursi dan menerawang jauh. "Lien, apakah kau juga mengalami reinkarnasi seperti diriku? Apakah kau ada di dunia ini?" "Lien, aku merindukanmu." *** Gadis cantik itu meringis pelan sembari meremas perutnya yang terasa sangat sakit karena ini hari pertamanya datang bulan. Ia memang kerap kali merasakan sakit di hari pertama. Rasanya sangat sakit. Untuk tertawa pun rasanya tidak sanggup. Belum lagi mood yang berubah-ubah membuatnya repot sendiri. Akibat tidak tahan lagi, Aurora akhirnya memutuskan untuk membeli obat pereda sakit. Sekaligus membeli stok pembalutnya yang sudah menipis. "Bella tunggu sebentar di sini ya. Ibu mau ke minimarket dulu." pamitnya ke Bella yang sedang bermain puzzle bersama Stevan dan ditemani sang ibu. "Bella ikut." rengek gadis itu karena tak mau ditinggal. Aurora menggeleng. "Tidak boleh. Nanti ayah Bella marah." Bibir gadis kecil itu melengkung ke bawah. "Ayah tidak akan marah, bu. Pokoknya Bella ingin pergi bersama ibu!!" tegasnya. "Ibu hanya pergi sebentar, Bella. Jadi, tidak usah ikut ya. Bella main saja di sini dengan nenek dan kakak." Aurora masih berusaha membujuk gadis kecil itu agar tidak ikut dengannya. "Iya, nak. Bella di sini saja sama nenek." Ibu Aurora pun ikut membujuk gadis kecil itu. "Pokoknya Bella mau ikut!!" "Hah, baiklah." Aurora hanya bisa pasrah mengikuti kemauan si gadis kecil. Ya mau bagaimana lagi. "Kami pergi dulu, bu, Stev." "Iya. Hati-hati di jalan, nak." "Hati-hati di jalan, kak." "Iya." Bella tersenyum girang. Mengikuti Aurora yang berdiri, lalu mengenggam jemari Aurora. "Bella pengen gandengan dengan ibu agar Bella bisa merasakan betapa bahagianya punya seorang ibu." Hatinya terasa perih mendengar pernyataan lugu yang keluar dari mulut Bella. Gadis kecil itu pasti telah memendam kesedihan mendalam karena tidak mempunyai sesosok ibu semenjak mengenal dunia. "Ayo, bu. Kenapa malah bengong?" "Eh, ayo.” Mereka berdua ke luar dari mansion mewah Jason. Celotehan riang Bella terdengar selama di perjalanan. Perhatian orang-orang tertuju pada Aurora dan Bella. Mereka berdua terlihat seperti sepasang ibu dan anak. Kecantikan dan keimutan keduanya membuat orang-orang menggumamkan kata kagum dalam hati. "Kalau Bella capek jalan katakan ke ibu, ya? Biar nanti ibu gendong." celetuk Aurora sembari menatap wajah imut Bella. "Bella tidak akan pernah capek kalau berjalan bersama ibu." Gadis cantik itu terkekeh dan mengusap puncak kepala Bella lembut. Tak lama, mereka sampai di sebuah minimarket. "Ya ampun, uangku kan hanya tinggal sedikit. Kalau Bella membeli barang yang banyak gimana?" Ringis Aurora dalam hati. "Bella jangan membeli apa pun ya." Aurora menunduk, berbisik di telinga Bella. "Iya, bu." Untungnya Bella tidak menanyakan alasannya. "Bella juga jangan jauh-jauh dari ibu." "Iya, bu. Bella tidak akan jauh-jauh dari ibu." Langsung saja Aurora berjalan ke rak penjual pembalut. Mengambil dua bungkus dan segera membayar. Bella mengikuti dari belakang seraya mengenggam ujung baju Aurora. Setelah selesai membayar, Aurora dan Bella keluar dari dalam tempat pembelanjaan nan sederhana itu. "Tali sepatu Bella lepas, bu." Aurora tersenyum gemas mendengar nada mengadu Bella yang terdengar sangat menggemaskan. "Ibu perbaiki dulu, pegang ini ya?" Bella menerima kantung plastik tersebut. Aurora berjongkok dan mulai mengikat tali sepatu Bella. Bertepatan dengan itu Goumin melewati keduanya. Goumin menatap datar ke Bella dan Aurora yang berdiri di pintu masuk. "Lain kali jangan memperbaiki tali sepatu di pintu masuk. Menghalangi orang masuk saja!" cetusnya dingin dan langsung masuk. Aurora mendongakkan kepalanya. Menatap kesal punggung lebar yang terbalut jas mahal itu. "Cih, pintu masuknya kan besar. Kenapa harus dipermasalahkan sih?! Dasar orang kaya menyebalkan!! Ayo pergi, Bella!!" Goumin yang mendengar umpatan itu berbalik. Akan tetapi, punggung perempuan yang mengumpatinya telah menjauh bersama gadis kecil di dalam gendongannya. "Suaranya seperti sangat familiar di telingaku." gumamnya nelangsa. Tersadar, Goumin keluar dari minimarket. Mengedarkan pandangannya ke seluruh arah untuk mencari perempuan berpakaian putih itu. Akan tetapi, tidak ditemukan objek yang dicarinya. Deringan ponsel di saku celana bahannya membuat fokusnya mencari si perempuan buyar. Dengan perasaan yang bercampur aduk, Goumin mengangkat panggilan tersebut. Rasa penasaran akan perempuan tadi sirna begitu saja kala mendengar seseorang berhianat pada perusahaannya sehingga menimbulkan kerugian yang besar. "ARGHH! DASAR MANUSIA SAMPAH! UANG TERUS YANG DIPIKIRKANNYA HINGGA TIDAK MEMEDULIKAN ORANG LAIN YANG MENDERITA KARENA ULAHNYA! SEHARUSNYA AKU TIDAK PERNAH MENERIMA MANUSIA SAMPAH SEPERTINYA!!" Di lain tempat, Aurora dan Bella sudah sampai di mansion. Wajah mereka terlihat berbeda 180°. Bella yang terlihat ceria dan Aurora yang terlihat tersiksa. Raut wajah tersiksanya membuat Jason yang berpapasan dengannya mengernyit. "Kau kenapa, Ra??" Menyerahkan Bella ke Jason, di terima baik oleh pria itu. "Perutku sangat sakit. Aku ingin ke atas dulu, Jason." gumamnya menahan sakit perut yang kian menjadi. "Apa perlu aku panggilkan dokter?" tanya Jason panik. "Tidak perlu. Palingan nanti juga akan sembuh sendiri." "Oke. Aku panggilkan dokter sekarang." Aurora melongo tak percaya mendengar penuturan Jason. Tidak di sangka, selain baik, bossnya ternyata protektif dan tidak bisa di bantah. "Dokter akan sampai dalam 10 menit." Dan ucapan selanjutnya semakin membuat Aurora tercengang. -Tbc-
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN