12

1100 Kata
Lengan Faten terasa sedikit berat ketika melingkar di bahu Adrian, koridor lantai yang mereka pijak berkilau dari beberapa ruangan terdengar bunyi beep...beep...beep kedua sahabat ini sudah terbiasa dengan aroma antiseptik "Aku di sini ada untukmu," Dan saat kedua sahabat ini meninggalkan rumah sakit terasa hembusan angin di malam itu yang cukup menyegarkan, sedikit menghibur bagi Faten meski hanya meninggalkan istrinya beberapa jam tapi rasa Rindunya seperti air Yang meluap "Berat, singkirkan tanganmu," keluh Adrian sambil mendorong lengan Faten Langkah mereka terhenti di depan sebuah mobil BMW X3 mobil dengan mesin 2.0 l Turbo 4 silinder dan tenaga 248 HP merupakan Mobil kesayangan milik Adrian karena sangat responsif dan stabil di berbagai Medan " Makasih bro udah nyempetin waktu," Adrian hanya mengangguk, mereka memasuki mobil milik Adrian dan meninggalkan mobil paten tetap terparkir di basement rumah sakit Saat perjalanan sama sekali tak ada percakapan atau hal yang bisa dibicarakan karena Faten sangat merindukan istrinya sedangkan Adrian sedikit penasaran dengan istri sahabatnya, karena selama ini hanya mendengarkan cerita dan tidak pernah melihatnya secara langsung " Kayaknya mampir dulu ke Indomaret buat beli makanan, karena di rumah nggak ada yang masak, " " Indomaret dulu nih? " Adrian menyalahkan lampu sein ketika melihat ada Indomaret di depan belokan Di dalam toko mereka mengambil beberapa snack ringan, beberapa minuman manis dan mie instan dengan varian rasa yang cukup banyak " Mie instan nya segitu banyak?" Adrian mengambil saus dan kecap sembari melihat keranjang belanja yang sudah ada 12 mie instan " Aku nggak tahu rasa yang disukai istriku, " Adrian tak bertanya lagi dan ketika di depan kasir paten sempat terdiam sesaat menggenggam plastik belanjaan " andai saja istriku sedikit saja... menyimpan memori tentangku mungkin hatiku terasa sedikit lega, " Adrian dari belakang berjalan dan menepuk bahu paten" Jangan terlalu memaksa istrimu untuk mengingat, sekarang kamu perlu fokus supaya dia ngerasa aman di dekat kamu. Itu yang terpenting, " Mobil BMW itu melaju keluar dari keramaian kota dan menuju rumah paten di mana lingkungannya cukup tenang dan banyak lahan terbuka seperti pohon serta taman Saat mereka sampai di depan rumah terlihat jendela kamar Taran masih menyala dengan siluet tubuh istrinya yang sedang duduk di pinggir jendela, Faten matanya melebar diiringi Irama jantung yang tak beraturan dengan tangan gemetar dia berlari rumah Adrian terkejut dan mengejar dari belakang Suara laki kedua pria itu menggema dari lantai satu ke lantai 2 sampai pintu terbuka dengan kasar hingga mengagetkan Taran yang duduk di jendela, saat Faten perjalanan mendekat dia melihat dengan jelas Kedua bola mata istrinya sedikit kemerahan dengan bengkak seperti habis menangis " Taran, Apa yang kamu lakukan di sana Sayang? " suaranya pecah dengan tangan gemetar berusaha mendekati istrinya Taran hanya terdiam diiringi isakan kecil dan air mata yang mengalir membasahi pipi dan gaun tidurnya Faten segera menjatuhkan kantong belanja ke lantai dan mendekat dengan langkah cepat. “Hei… hei, kenapa kamu nangis? Ada yang sakit? Kamu takut? Bilang ke aku, sayang...aku di sini.” Taran langsung menggeleng keras sambil mundur. Air mata makin menetes. Satu tangan terangkat seolah melindungi diri, satunya mendorong dadaa suaminya " Sayang, Aku cuma mau bantu Kalau ada yang sakit kamu bilang. Jangan duduk di sana itu bahaya, " Suara paten sudah semakin panik tapi berusaha setenang mungkin "Kalau ada yang buat kamu takut, kamu bisa peluk aku, oke? " Taran menyilangkan kedua lengannya di depan wajah dengan menahan isak tangis. " Jangan...tolong...jangan mendekat...jangan sentuh..." mulai dari ujung jari sampai bahu bahkan tumit Semuanya bergetar Faten tertegun, lalu semakin panik. “Aku? Aku bikin kamu takut? Aku?” ia menepuk dadaanya sendiri. “Aku ini Faten. Kamu di rumah. Kamu sama aku. Kamu...” Taran menutup telinganya, menangis lebih keras. “Jangan! Aku nggak mau salah lagi… aku nggak mau sakit lagi… jangan mendekat!” Faten merasakan pukulan yang cukup menyakitkan seperti ada pisau tak terlihat yang menusuk jantungnya, istrinya tepat di depannya hanya sedikit lagi dia bisa memeluk dan memberikan rasa aman tapi justru istrinya merasa tidak aman di dekatnya Sementara di belakang Adrian masih berdiri di ambang pintu, ia tidak beranjak atau memotong pembicaraan antara sahabatnya dengan istrinya, Ya hanya mengamati dengan sorot mata yang tajam melihat reaksi, emosi dan Gerakan tubuh Taran Saat Faten berusaha menyentuh maka reaksi Taran adalah semakin panik “Jangan dekat… tolong…” Taran memohon lagi, tubuhnya gemetar Faten sudah putus asa Rasanya tak mampu berdiri ia berlutut di lantai merasa tak sanggup melihat istrinya yang ketakutan “Aku nggak akan dekat… aku nggak akan sentuh…” katanya terbata. “Tapi jangan nangis sendirian. Aku janji ngak sentuh kamu," Melihat itu Taran hanya menangis dengan perlahan berjalan mundur meraih sebuah selimut tebal dan menutupi tubuhnya Akhirnya Adrian berjalan mendekat menyentuh bahu Faten dengan suara pelan Dia berbisik "Faten... mundur sedikit, berikan jarak untuk rasa aman pada istrimu, kita lihat responnya, " Fatin menoleh ke arah Adrian dengan mata merah dan urat leher yang terlihat tegang, dia menunduk dan perlahan mundur selangkah demi selangkah Begitu melihat Faten menjauh Taran masih menangis tapi terlihat nafasnya mulai teratur, Adrian yang mengamati detail kecil itu meminta Faten untuk berhenti " sepertinya kontak fisik dan kedekatan visual yang kamu lakukan pada istrimu membuat dia ketakutan, karena ingatannya menghilang perasaannya belum konsisten dan merasa mendekat denganmu merupakan sebuah ancaman, " Sekarang giliran Faten yang tak sanggup lagi menahan air mata, dia berusaha menjaga dengan tangan tapi yang ada justru air matanya makin mengalir " Sayang aku di sini, Aku janji nggak akan mendekat dan menyentuh tanpa izin mu. Tidurlah aku akan menjagamu, " Perlahan dengan berjalannya menit menjadi jam Taran mulai tenang tubuhnya miring ke samping dan akhirnya dia tertidur lelap Faten memperhatikannya tanpa berkedip perasaan Rindu lalu harapannya terasa begitu mustahil, di dalam dirinya bercampur rasa takut yang menyesakkan. Ia ingin sekali menyentuh tangan istrinya atau memeluknya dengan hangat Di belakangnya Adrian tertidur di bangku dekat pintu, kacamatanya masih ya kenakan meski tadi sahabatnya sudah meminta dia untuk istirahat di kamar tamu tapi Adrian memilih untuk tetap tinggal Hari ini terasa berat bagi Faten setelah menjalani operasi darurat di malam hari, tubuhnya masih terasa pegal, jarinya terasa mati rasa tapi ternyata rasa yang paling lelah dan menyakitkan bukan berasal dari pekerjaannya.... melainkan jarak yang tidak bisa dia lewati Saat melihat istrinya benar-benar sudah tertidur lelap, akhirnya dia melangkah perlahan meskipun sedikit ketakutan tapi rasa Rindunya terlalu berat. Faten berhenti di sisi ranjang tangannya yang ingin menyentuh helaian rambut atau pipi terhenti Jemarinya bergetar dan memutuskan untuk duduk di lantai sebelah ranjang “Aku kangen kamu,” ia membisik sambil memastikan suaranya tidak cukup keras untuk membangunkan siapa pun. “Aku nggak akan sentuh kamu sampai kamu yang minta,"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN