2. Strategic Location

1684 Kata
"Rey." Raynard yang baru saja turun dari mobilnya itu langsung menoleh ke sumber suara begitu juga dengan Faniza. Sore ini Reynard menemani Faniza untuk melihat lokasi yang cocok untuk butik gadis itu. Pilihannya hanya dua, di Bintaro dan juga di Jakarta Selatan dekat apartemen yang Faniza tempati. Reynard sudah melihat lokasi di Jakarta Selatan dan menurut pria itu, jika ada pilihan lain lebih baik yang lain saja. Faniza dapat menyimpulkan mungkin lokasi yang ada di dekat apartemennya tidak terlalu cocok. "Agnia?" Tanya Reynard. Gadis yang tadi menyapa Reynard itu tersenyum dan melangkah mendekat ke arah Reynard. Faniza yang memang tidak tahu apa-apa hanya diam mengamati interaksi dua orang itu. Dari cara keduanya saling tatap. Faniza tahu dua orang itu cukup dekat. "Kok kamu bisa di sini?" tanya gadis yang baru saja Faniza tahu bernama Agnia itu. Kulit gadis itu putih pucat dan matanya cenderung sipit. Faniza yakin gadis itu adalah keturunan China. Melihat penampilannya, cenderung sederhana di bandingkan mantan-mantan Reynard yang sudah pernah bertemu dengan Faniza sebelumnya. Gadis yang bernama Agnia ini juga memiliki tubuh yang mungil, sebenarnya tidak jauh berbeda dengan Faniza. Tinggi badan mereka sama-sama sebahu Reynard. "Nemenin teman buat lihat lokasi butik," jawab Reynard sambil menatap kearah Faniza yang masih berdiri dengan santai di dekat pintu mobil. Agnia juga ikut menatap ke arah Faniza kemudian gadis itu tersenyum dengan ramah. Faniza yang melihat itu juga mau tidak mau tersenyum dengan ramah. "Kalau gitu aku permisi dulu. Kamu kalau punya waktu jangan lupa kabarin aku. Ada beberapa hal yang ingin aku bicarakan sama kamu," ucap Agnia. Gadis itu kemudian benar-benar pergi meninggalkan mereka. Faniza yang melihat itu langsung melangkah mendekat ke arah Reynard. Gadis itu menatap Reynard penuh arti bahkan sambil menaik turunkan alisnya. Reynard yang melihat tingkah bocah di sampingnya itu langsung menyentil kening Faniza membuat gadis itu langsung terpekik namun pada akhirnya gadis itu kembali menatap Reynard dengan menggoda. "Siapa, Mas?" tanya Faniza. Keduanya melangkah ke arah salah satu ruko yang merupakan salah satu lokasi yang di pilih oleh Faniza. "Agnia Swastika," jawab Reynard dengan super kalem. Pria itu melangkah dengan santai di samping Faniza sembari mengamati jejeran ruko yang sudah di tempati di kawasan ini. "Maksud gue, dia siapa lo, Mas? Yang ini kelihatan beda dari yang udah-udah. Gue yakin dia bukan seorang model atau aktris. Selera lo udah ganti?" tanya Faniza. Gadis itu benar-benar menatap Reynard dengan penarasan bahkan dia merentangkan tangannya untuk menghalangi langkah Reynard. Gadis itu tetap menaik turunkan alisnya. Menggoda Reynard. "Teman dekat," jawab Rerynard akhirnya. Pria itu merangkul bahu Faniza. "Teman apa teman? Dari cara lo ngeliat dia dan dari cara dia ngeliat lo, gue nggak percaya kalau kalian hanya teman dekat," ucap Faniza. Gadis itu masih merentangkan kedua tangannya, tatapan matanya masih menggoda Reynard namun dia tetap melangkah mundur. "Hanya teman dekat, Cil," ucap Reynard, pria itu langsung memegang lengan Faniza ketika gadis itu hampir saja kehilangan keseimbangan tubuhnya. "Tapi kali ini beneran kelihatan beda, Mas. Mbak Agnia bukan model atau aktris, kan?" Tanya Faniza. "Money changer," ucap Reynard. Mulut Faniza langsung membentuk huruf O. Dia kemudian kembali tersenyum cerah. "Jadi sekarang selera lo yang satu profesi ya, Mas, uang...uang gitu," ucap Faniza. Reynard kali ini hanya tersenyum menanggapi ucapa Faniza. Apalagi seorang yang mungkin bertugas mengelola jejeran ruko yang ada di tempat ini ternyata sudah menunggu mereka. "Mbak Faniza?" Tanya seorang yang mungkin marketing dari ruko. Faniza langsung tersenyum cerah dan bersamaan dengan mbak Marketing itu. "Selamat sore, Mbak, maaf mengganggu waktunya. Saya mau keliling buat lihat rukonya, boleh?" Tanya Faniza. Mbak Marketing itu langsung mengangguk dan mempersilahkan Faniza dan Reynard untuk masuk dan berkeliling. "Menurut lo yang ini gimana, Mas?" Tanya Faniza. Merena menaiki satu persatu tangga. "Kalau dari segi bangunan dan luas ini udah cocok banget di jadikan butik. Tapi melihat gimana daya beli masyarakat di sini, gue rasa lokasi ini masih kurang cocok untuk lo buka butik sih. Lokasinya memang strategis tapi gue yakin daya beli masyarakat di sini kurang. Sebagian besar dari mereka hanya menjadikan kawasan ini sebagai tempat istirahat, mereka jarang berbelanja di sekitar sini. Jadi lebih baik lo nggak buka butik di sini. Cari tempat lain," ucap Reynard. Mereka sekarang berdiri di balkon ruko itu. Melihat orang-orang yang berlalu-lalang. Di sini laju kendaraan pun terlihat cepat. Mungkin apa yang di katakan Reynard memang benar. Lokasi ini tidak cocok untuk di jadikan butik karena daya beli masyarakat yang rendah. Bahu Faniza langsung merosot ke bawah dan langsung menatap ke arah Reynard dengan putus ada. "Terus menurut lo, gue harus cari kemana lagi, Mas? Yang cocok?" Tanya Faniza. Gadis itu menyandarkan tubuhnya di pembatas balkon. Reynard tampak berpikir kemudian dia tersenyum pada Faniza, "berapa anggaran lo buat sewa ruko?" Tanya Reynard. "Sepuluh sampai lima puluh juta, Mas? Ini udah paling maksimal banget, itu udah harga mati banget buat gue," jawab Faniza. Tentu saja sebelum memutuskan untuk keluar dari butik dan ingin membuka butik dengan brand sendiri. Faniza sudah mempertimbangkan segalanya termasuk modal yang dia miliki. "Oke, gue tanya temen gue yang kerja di bagian properti. Gue akan jamin lo dapat tempat yang sesuai dengan apa yang lo mau," ucap Reynard. Faniza kembali tersenyum dengan cerah. "Lo serius, Mas?!" Seru Faniza. Dia memegang kedua lengan Reynard. "Beneran, sekarang yuk pulang," ucap Reynard. Faniza langsung mengangguk cepat tapi langkah gadis itu langsung terhenti. Dia menatap Reynard. "Tapi lo yang ngomong sam mbak Marketing-nya ya, Mas. Agak ngeri gue," ucap Faniza. Reynard kembali mengangguk dan keduanya sama-sama turun ke lantai satu. *** "Gimana katanya, Mas?" Tanya Faniza ketika Reynard sudah kembali ke mobil tentu saja setelah berbicara dengan mbak Marketing. "Menurut lo gimana?" Tanya Reynard. Pria itu menyalakan mobilnya lalu mulai melaju meninggalkan kawasan ruko yang tadi akan di sewa oleh Faniza namun di nyatakan gagal karena beberapa alasan. "Dia menatap lo dengan sinis nggak sih, Mas? Biasanya kan gitu mbak-mbak marketing ketika kita udah liat barang mereka tapi nggak jadi ambil." "Lo lihat tampang gue? Menurut lo dia berani atau enggak sinis sama gue?" Tanya Reynard dengan senyum sok karismatiknya. Faniza yang mendengar itu langsung mendengus. Seharusnya dia ingat. Pria yang ada di sampingnya ini adalah Reynard William. Manusia paling narsis sedunia walau apa yang di katakan pria itu adalah fakta tapi tetap saja menggelikan di telinga. "Serah loh deh, Mas, serah. Kayaknya orang makin berumur makin suka banggain diri sendiri, nggak punya yang bisa di banggain sih!" Seru Faniza dengan sarkas. Kali ini Reynard yang mendengus mendengar ucapan Faniza. Seharusnya Reynard juga ingat bahwa gadis yang duduk di sampingnya ini penampilan doang yang manis tapi mulutnya kadang lebih pedas dari cabe, lebih kasar dari mulut Stephen. "Ngomong-ngomong, Cil. Gue baru ingat. Kenapa nggak cowok lo yang nemenin lo cari ruko?" Tanya Reynard. Seingat Reynard. Faniza ini memiliki pacar. Hubungan keduanya juga sudah terbilang lama. "Ngomong-ngomong pacar nih ya, Mas. Gue baru ingat juga kalau gue ini nggak jomlo," ucap Faniza, gadis itu tampak merapatkan bibirnya dan mengeluarkan ponselnya dari tas, "Regan sekarang lagi lanjut study-nya di Amrik. Lo tahu sendiri lah seberapa ambisinya pacar gue. Kadang gue ngerasa Regan itu lebih cocok sama mbak Alana di bandingkan sama gue. Tapi nyatanya Regan milihnya gue bukan mbak Alana," lanjut Faniza sambil senyum-senyum sendiri. Gadis itu juga mengetikkan balasan pesan untuk Regan yang menanyakan apa yang Faniza lakukan hari ini. "Bucin banget dasar lo!" Seru Reynard. Faniza nyengir. "Menurut lo, kalau di terawang. Hubungan gue sama Regan bakalan sampai ke Altar nggak Mas? Ini tahun ketiga gue bareng dia walau setahun terakhir kita LDR sih tapi sejauh ini nggak ada masalah apapun," ucap Faniza. Reynard terlihat terdiam, jarinya mengetuk setir dengan pelan. "Tergantung lo sama Regan. Kalau punya niat buat nikah, ya, pasti sampai Cil ke Altar. Tapi kalau niatnya cuma buat pacaran aja ya bakal sampai pacaran aja," ucap Reynard. Faniza mengangguk mengerti. Sejauh ini dia dan Regan memang belum pernah membicarakan hal seperti ini, karena mereka masih sama-sama memikirkan karier walau jelas karier Regan sudah lebih pasti di bandingkan Faniza tapi tetap saja karier bagi mereka adalah prioritas utama. Umur mereka juga masih muda walau Regan lebih tua dua tahun di bandingkan Faniza. Sebenarnya Regan itu teman satu angkatan Alana "Kayak lo contohnya ya, Mas. Nggak ada niatan buat nikahin satupun jejeran mantan cantik lo jadinya ya nggak nikah-nikah," ucap Faniza dengan super kalem. Reynard mendengus mendengar ucapan gadis itu. "Gue pasti akan nikah Cil tahun ini atau paling telat tahun depan, gue jamin," ucap Reynard dengan sedikit menggebu-gebu. Faniza tersenyum geli pada pria yang masih fokus menyetir itu. "Sama mbak Agnia, Mas?" Tanya Faniza. "Menurut lo Agnia gimana?" Tanya Reynard tiba-tiba membuat senyum Faniza semakin lebar. Dia menatap Reynard semakin antusias. Gadis itu berdehem pelan. "Menurut pengamatan gue yang baru pertama kali melihat mbak Agnia. Dia yang paling beda dari jejeran mantan lo, walau penampilan mbak Agnia kelihatan sedehana tapi gue sangat tahu barang-barang yang dia pakai nggak ada yang murah harganya, dia tipe perempuan super elegan tapi nggak norak sih, Mas. Terus dari cara dia bicara, gue yakin dia adalah orang yang sangat sopan dan pandai menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya. Nah poin terakhir ini gue yakin adalah hal yang paling lo cari. Lo selalu pengen punya pasangan yang bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan lo kan, Mas. Salah satu contohnya bisa berbaur dengan para sahabat lo. Nah mbak Agnia ini kayaknya bisa memenuhi itu. Jadi tunggu apa lagi, kenapa lo nggak ajak mbak Agnia nikah aja?" Tanya Faniza dengan penuh semangat. Reynard berdehem. Dia kemudian menatap ke arah Faniza ketika mobil terjebak lampu merah. "Lo serius?" Tanya Reynard tiba-tiba. "Serius apa, Mas?" Tanya Faniza dengan bingung. "Lo serius nyuruh gue nikah sama Agnia?" "Iya, lagian menurut gue, lo juga sangat tertarik sama mbak Agnia." "Lo nggak papa?" Tanya Reynard dengan wajah super seriusnya. Faniza merapat bibirnya menahan diri untuk tidak tersenyum geli atau tertawa. "Aku nggak papa kok asal mas Reynard bahagia," ucap Faniza dengan wajah super tulusnya namun justru terdengar penuh ejekan di telinga Reynard. "Sial!" Seru Reynard kemudian dua orang itu kompak tertawa dengan lepas. Mungkin inilah gambaran manusia satu frekuensi. Reynard dan Faniza. Dua orang itu akan selalu terbuka dan seblak-blakan ini ketika bertemu. Rahasia di antara mereka itu seolah nggak pernah ada sedikitpun.

Cerita bagus bermula dari sini

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN