Mataku menatap malas jalanan yang tengah macet kini. Sebenarnya aku lebih memilih datang ke kantor daripada berangkat sekolah seperti ini. Maksudku, sebenarnya aku mampu lulus dengan cepat tanpa harus menghabiskan waktu berhargaku dengan datang ke sekolah tidak berguna seperti sekarang.
Yah, jika saja pria tua sialan itu tidak mengancam akan mengambil semua asetku jika aku tidak mau sekolah layaknya anak biasa. Sialan memang, tapi mau tidak mau aku harus menuruti perintahnya. Kupikir selama Carlos dan teman perkumpulanku ada disana, maka kehidupan sialan ini tidak akan begitu buruk.
Namaku? Aku Steve Garland Lebora, pewaris salah satu keluarga Alpha elit berpengaruh di negara ini. Diusiaku yang menginjak 17 tahun, aku telah memegang salah satu perusahaan ayahku sebagai seorang CEO, sekaligus merangkap sebagai siswa baru di salah satu SMA ternama. Aku sudah membolos satu bulan semenjak hari pertamaku masuk sekolah karena urusan pekerjaan. Jadi Pak Tua itu benar-benar membuatku sakit kepala dengan ancamannya yang benar-benar sadis. Hingga disinilah aku sekarang, disekolah sialan yang sungguh tidak ingin kumasuki karena menyusahkan.
Mataku memutar malas saat melihat siswa yang berlalu lalang di halaman sekolah. Tujuanku sekarang hanya satu, kelas 10-1 yang akan menjadi kelasku selama 1 tahun kedepan. Carl bilang ada Omega menarik di sana, mungkin dia bisa menjadi mainanku selama 1 tahun ini.
Sesampainya di kelas, aku memang mendengar seseorang tengah berteriak emosi dan yang lainnya malah menonton layaknya orang i***t.
Wajahku menatap lelaki yang tengah berteriak itu. Manis, apalagi saat matanya memerah dan suaranya bergetar. Apa dia hendak menangis? Entahlah. Namun matanya yang berkilat marah membuatku hendak mencium bibir kissable itu penuh gairah. Dia Omega bukan? Satu-satunya Omega yang masuk sekolah reguler adalah Omega jalang, sebutanku untuk mereka. Karena, Omega kelas atas tidak akan diijinkan keluarganya untuk belajar di sekolah reluger.
Apa benar dia belum digigit? Wajahnya juga terlalu manis untuk menjadi salah satu dari Omega jalang.
Tapi tunggu, kenapa wajah itu terlihat familiar ya?
Sedetik begitu aku sadar siapa Omega manis itu, aku segera mendekati mereka dengan terburu-buru. Aku baru saja berniat untuk membawanya pergi dari kumpulan Alpha itu sebelum dia terlihat marah sekali dan bersiap untuk melayangkan kepalannya pada Carl.
Dia hampir saja meninju si bodoh Carl jika saja aku tidak menahannya. Dia mendongkakan wajah manisnya dan memandangku takut. Apa wajahku sebegitu seramnya huh?
“Kamu datang di saat yang tepat Steve. Aku menemukan salah satu Omega menarik di sekolah ini. Dan tampaknya dia masih belum punya mate karena lehernya masih mulus layaknya kulit bayi." Carl mengadu padaku. Aku menghela nafas kasar. Sebenarnya tanpa diberitahupun aku sudah tahu siapa Omega manis ini. Aku memandangnya lekat untuk memastikan, dan aku yakin kali ini aku benar-benar tidak salah mengenali orang.
Sebisa mungkin aku bersikap tenang dan membalas ucapan Carl. Aku tidak ingin bertindak seperti aku mengenalnya atau masalah malah akan semakin runyam nantinya. Lagipula dia juga seperti tidak mengenaliku lagi.
“Yah, dia memang Omega Carl. Tapi karena dia menarik, aku yang akan membawanya mulai sekarang. Kalian bisa kembali bersenang-senang dengan Alpha banci yang terduduk disana. Melihatnya pagi-pagi hanya merusak moodku. Aku butuh Omega cantik langka ini untuk menemaniku sekarang.”
Aku berkata begitu untuk melindunginya. Namun, tidak kusangka matanya malah berair dan tatapannya terasa begitu terhina. Hei, dari reaksinya ini jangan bilang dia marah? Memangnya apa salahku? Sebelum aku dapat menemukan jawabannya dia bahkan sudah melangkah pergi dengan Alpha banci itu sambil bergandengan tangan.
Bergandengan tangan. Aku benar-benar ingin membunuh Alpha munafik itu saat ini juga.
“Dasar kalian Alpha rendahan! Menyedihkan! Lebih baik aku mati daripada dekat dengan kalian! Ayo Fian, kita pergi dari tempat bodoh ini.”
Aku diam layaknya patung mendengar penuturannya. Dia benar-benar marah sekarang. Kami bahkan belum berkenalan dengan benar dan dia sudah menjauh secepat angin. Aku memandangi kepergiannya dengan tatapan kosong. Jadi dia bahkan berani mengacuhkanku sekarang huh?
Setelah kembali ke alam nyata, aku mengabaikan teriakan Carlos dan mengikuti kemana arah anak itu pergi. Ternyata mereka sedang duduk ditaman, entah membicarakan apa aku tidak bisa mendengarnya karena jarak mereka lumanyan jauh dari tempatku.
Namun aku cukup kesal melihat lelaki culun itu seenaknya memegang-megang Al lebih jauh lagi. Dia hanya cari kesempatan! Lihat saja wajah bingung anak polos itu.
Dengan kesal aku segera berbalik pergi dan segera mencari nomor asistenku lalu menunggu dengan tidak sabar sampai dia menjawab panggilanku.
“Ya Bos?”
“Cepat cari informasi mengapa Al bisa satu sekolah denganku saat ini. Aku ingin laporannya ada di mejaku saat aku ke kantor nanti,” perintahku tegas tanpa menunggu jawaban darinya lagi. Biarlah, aku sedang kesal melihat calon omegaku disentuh orang lain seperti itu.
Semua ini benar-benar aneh bagiku. Seharusnya tidak mungkin bagi Al untuk bersekolah di sekolah reguler seperti ini mengingat bagaimana keluarganya selalu bertindak berlebihan untuknya. Pasti ada sesuatu yang salah disini, aku yakin sekali akan hal itu.
Sial, semua masalah ini benar-benar cukup untuk membuatku pusing.
*****
“Tuan Alkana memang terdaftar secara resmi di sekolah itu Bos, atas persetujuan keluarganya. Saya dengar beberapa bulan sebelum penerimaan siswa baru Tuan Alkana memang terus membujuk keluarganya agar dia diijinkan bersekolah normal. Bahkan menurut laporan medisnya, Tuan Alkana sempat melayangkan aksi mogok makan yang berujung pada perawatan intensif di rumah sakit milik keluarganya. Dilihat dari kegigihannya agar keinginannya dikabulkan, saya pikir Tuan Ryan pada akhirnya mau tidak mau harus menuruti permintaan anaknya saat itu Bos.”
Aku mendengarkan penjelasan Dylan sambil sesekali menggerutu. Anak keras kepala itu, apa maksudnya sampai dirawat di rumah sakit karena menolak makan huh? Apalagi hari ini juga aku tidak menemukan Al di bangku yang sebelumnya ini dia duduki dengan si Alpha culun itu. Tas mereka juga hilang atau mungkin telah diambil, tandanya mereka sudah pulang. Aku mengkhawatirkannya, dan dia bahkan sudah mencari masalah lagi hari ini.
Sebelumnya aku berniat mengikatnya saat aku sudah benar-benar mewarisi perusahaan. Namun akibat hal tidak terduga ini, kupikir aku harus mempercepat proses itu. Membiarkan Al sekolah di sana tanpa bodyguard atau pasangan sama saja dengan bunuh diri. Aku harus segera mencari cara untuk mengikatnya, atau dia akan lepas lagi dari genggamanku.
Aku menghela nafas panjang. Sepertinya pulang dari sini aku harus berbincang sangat banyak dengan Pak Tua ku itu.
To be continued