Kirei Telah Berubah

879 Kata
--------- Dua bulan telah berlalu. Semenjak kejadian nomor misterius yang ternyata adalah nomor dari kekasih masa lalu Jordan, sikap Kirei jadi berubah drastis. Jordan memang telah mengakui kesalahannya dan berjanji tidak akan berhubungan dengan Reta lagi. Namun, hati dan perasaan Kirei telah terlanjur terluka. Ia tak bisa percaya sepenuhnya lagi pada suaminya. Kirei jadi sering melamun. Membayangkan hal yang tidak-tidak. Membayangkan jika Jordan tetap berhubungan dengan wanita itu di belakangnya. Bermain gila dengannya. Apalagi mereka bekerja di bidang yang sama. Ya, walaupun berbeda perusahaan, tetapi pasti akan ada celah untuk mereka bertemu. Hal itu membuat Kirei stres dan melampiaskan segala amarah kepada Zidan--anaknya sendiri. Wajah Zidan yang sama persis dengan Jordan membuat Kirei kesal. Dia ingin marah dan menghakimi Jordan terus-menerus. Namun, tak bisa ia lakukan karena suaminya itu telah mengikuti apa kemauannya. Seperti halnya pagi ini. Setelah Jordan berangkat kerja, Kirei memandikan Zidan dengan kasar. "Dasar nyebelin! Coba kalau kamu gak lahir ke dunia ini. Mungkin sekarang aku bisa kerja kantoran. Cita-citaku gak akan berhenti di sini. Tapi sekarang aku bisa apa? Mau kerja, gak boleh sama papamu. Sedangkan uang dapur aja kurang. Katanya anak orang kaya, tapi hidup gue gini amat. Orang kaya apaan? Gue capek terus-terusan ngurus rumah. Sementara papamu di luaran sana bisa seenaknya ngelirik cewek-cewek cantik," Kirei terus saja menggerutu sambil memandikan dan memakaikan baju pada Zidan. "Oee ... oee ... oee." "Eeh, ini anak malah nangis. Diem! Berisik tahu!" bentak Kirei. Jelas saja Zidan menangis. Tubuh mungilnya kesakitan diperlakukan kasar oleh Kirei. Bayi mana bisa protes. Hanya bisa menangis dan menangis. "Berisiiiik! Kamu pasti haus ya. Nih, aku kasih ASI! seru Kirei. Zidan menyusu kepada mamanya. Namun, bayi itu tetap menangis kelaparan. Kirei kebingungan. Ingin rasanya ia membekap mulut Zidan, tetapi untungnya ia masih mempunyai rasa iba kepada bayinya sendiri. "Kamu kenapa, siiih? Bikin orang pusing aja. Udah ah, gue capek. Kamu nangis aja sana sepuasnya! Gue laper. Gue juga butuh makan." Kirei membaringkan Zidan di atas kasur. Kirei benar-benar membiarkan anaknya menangis sendiri. Sementara itu, ia asyik mengisi perut sendiri di meja makan. Kirei benar-benar telah berubah. Emosinya sering naik turun. Terkadang ia akan bersikap sangat kasar kepada anaknya, tetapi di lain waktu ia juga bisa bersikap lembut. Terlebih jika Jordan ada di rumah. Perhatiannya seolah tercurah seluruhnya untuk Zidan. Jauh di lubuk hati Kirei, ia sangat mencintai dan menyayangi anaknya. Namun, jika ingat kelakuan Jordan di masa lalu, ia akan sangat membenci anaknya. Benci karena merasa telah merenggut haknya untuk tetap bekerja. Benci karena dalam pikirannya Jordan lebih menyukai wanita karier daripada wanita yang hanya berdiam diri di rumah dan mengurus anak. Ingin menyalahkan Jordan, tapi ia pun tak ada nyali. Ingin bertengkar dengan Jordan, tapi masalahpun tak ada. Tak mungkin juga mengungkit masalah yang telah lalu. Hal itu menjadi penyakit batin bagi Kirei. Seolah maju kena, mundur pun juga kena. Terasa ada yang menghimpit tepat di hatinya. ******* Usai makan, Kirei kembali ke kamar untuk melihat Zidan yang masih menangis. Setelah emosi yang sempat memuncak, kini hatinya terenyuh melihat Zidan. Hatinya merasa sakit melihat bayinya menangis kelaparan. "Zidan, maafin Mama, ya, Sayang." Kirei merangkuk Zidan dengan penuh kasih sayang. Tak terasa buliran bening meluncur tak tertahankan. Kirei mengingat perlakuan kasarnya tadi kepada Zidan. Tak habis pikir. Bagaimana dia bisa berbuat kasar pada anaknya sendiri? Kirei teringat sesuatu. Ia memeriksa ASI-nya sendiri. Pantas Zidan menangis karena kelaparan. Ternyata p******a Kirei tidak mengeluarkan ASI. Airnya tidak ada. Kering. "Ya, Tuhan ... kenapa air susuku kering?" gumam Kirei. Tanpa Kirei sadari jika mengeringnya air s**u itu diakibatkan oleh dirinya yang terlampau stres. KRIIING ... KRIIING ... KRING .... Dalam kegundahan, Jordan menelepon. "Halo, Sayang ... lagi apa, nih? Udah makan belum?" tanya Jordan di ujung telepon sana. "Mas, bisa pulang dulu gak?" tanya balik Kirei tanpa memedulikan pertanyaan Jordan. Jordan mengernyitkan kening. "Ada apa, Sayang? Gak biasanya suruh pulang. Apakah ada masalah? Itu Zidan kenapa nangis terus?" "I-iya, Mas. Justru itu, Zidan dari tadi nangis terus. ASI-ku tiba-tiba kering, Mas." Jordan bergegas pulang. Ia membeli s**u formula terlebih dahulu sebelum pulang ke rumah. Jika ASI punya Kirei telah mengering, maka Zidan membutuhkan s**u formula untuk mengisi perutnya. Zidan hanya meminum ASI mamanya selama dua bulan. Selanjutnya bayi itu pun terpaksa harus mendapatkan nutrisinya dari s**u formula. ********** Jordan harus keluar kota selama sebulan untuk urusan perusahaan. Mau tak mau, ia harus meninggalkan anak dan istrinya di rumah berdua. "Sayang, Mas berangkat dulu, ya." Jordan mengecup kepala istrinya, kemudian mengecup Zidan yang ada dalam gendongan Kirei. "Iya, Mas hati-hati di jalan, ya." Jordan melajukan mobilnya membelah jalanan. Kirei kembali masuk ke dalam rumah dan membaringkan Zidan yang telah terlelap di atas pembaringan, kemudian ia pun melangkahkan kaki menuju ruang tengah untuk menonton televisi. Acara drama yang mengangkat cerita tentang pelakor menjadi pilihan Kirei. Tayangan itu benar-benar menguras emosi Kirei. Seketika ia pun teringat akan hal yang pernah terjadi di dalam rumah tangganya. Mata Kirei terasa panas. Jantungnya berdetak tak beraturan. Darahnya pun terasa mendidih. Pikiran Kirei melayang ke mana-mana. Ia sangat mencintai Jordan sehingga terlalu takut kehilangan suaminya itu. Ia takut Jordan kembali menjalin hubungan dengan Reta. Kirei tergugu di atas sofa. Sebuah tayangan televisi saja mampu membuat emosinya terguncang. Sempat terbersit dalam diri Kirei ingin meninggalkan Jordan dan Zidan. Ingin pergi sejauh mungkin. Mencari ketenangan. Namun, kembali kewarasannya muncul. Untuk apa semua itu? ******* Jordan tak jadi keluar kota. Hardi telah menggantikan tugas Jordan sehingga sore ini Jordan bisa pulang ke rumahnya. Jordan ingin memberikan kejutan kepada Kirei sehingga tak memberitahukan istrinya perihal tidak jadinya keluar kota. Sesampai di rumah, Jordan langsung mencari keberadaan istrinya. "Kirei! Apa yang kamu lakukan!?" teriak Jordan saat telah berada di ambang pintu kamar tidur. Jordan melihat Kirei hendak membekap Zidan dengan bantal. Kirei terperanjat. Ia menoleh ke arah Jordan dan langsung melempar sembarang bantal di tangannya. Jordan langsung menghampiri Zidan dan menggendongnya. "Apa yang kamu lakukan? Apa kamu sudah gila, hah!?" bentak Jordan. Tubuh Kirei ambruk ke lantai. Lemas. Ia baru menyadari kebodohannya. Hampir saja ia menghilangkan nyawa darah dagingnya sendiri. Kirei tergugu. "Iya, aku udah gila! Aku udah gila! Aku gila gara-gara kamu, Mas!" teriak Kirei histeris. Jordan tidak habis pikir. Wanita yang sangat dicintainya bisa berubah menjadi sangat mengerikan. Namun, ia berusaha berpikir dengan kepala dingin. Kirei berdiri, berjalan menghampiri Jordan, dan memukuli suaminya. "Aku benci kamu! Aku begini gara-gara kamu! Gara-gara kamu berhubungan dengan mantanmu itu! Aku benci anak ini karena telah merenggut hakku untuk bekerja. Aku terus berada di rumah dengan anak ini, sementara kamu? Siapa yang bisa menjamin kamu gak bertemu lagi dengan wanita itu, hah?" Jordan hanya bisa mematung. Ia terkejut. Tak menyangka jika sedikit kesalahannya bisa berakibat fatal pada Kirei. Jordan tahu persis, ada yang berbeda pada diri Kirei. Jordan harus melakukan sesuatu untuk mengembalikan segalanya. Ia harus bertindak. Bersambung .... -------------------------
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN