Tawaran Menikah

1109 Kata
Alena membuka matanya secara perlahan, dia meraba sesuatu di samping tubuhnya, tetapi hasilnya nihil. Setelah matanya terbuka secara sempurna, Alena menelisik kamar yang ditempatinya. Seketika dia ingat kembali pada kenyataan, bahwa sekarang dia menumpang di mansion orang lain, dan ponsel yang dicarinya sudah jelas tidak ada, karena waktu itu sempat terjatuh, dan tertinggal di rumahnya. “Arghh ....” Alena memegang kepalanya yang terasa sakit, dia menjambak kepalanya menginginkan rasa sakit itu hilang. Namun, tidak ada hasilnya, rasa sakit beserta bayangan keluarganya yang terbunuh terus bermunculan, Alena menangis. Pintu kamar Alena terbuka, sosok pria tampan berdiri di depan pintu kamar, dia melihat Alena yang menangis serta menjambak rambutnya terus menerus. Dia segera berlari menuju ranjang, melepaskan tangan Alena agar tidak menjambaknya lagi. Alena berontak, rasa sakit di kepala dan hatinya semakin bergejolak, itu sangat menyakitkan. “Hiks, hiks,” isakan Alena membuat David terenyuh. “Hey, berhenti menyakiti dirimu sendiri seperti ini!” David memberikan peringatan pada Alena, dia terpaksa harus memegang tangan Alena erat. Alena menggeleng, seraya menunduk. “Sakit, hiks,” ucap Alena pada David. Entah dorongan dari mana, David merangkul tubuh lemah itu didekapnya erat. Alena tak menolak, dia memang butuh sandaran saat ini. Alena membalas pelukan David lebih erat, dia terus menangis di dalam dekapan David. Tangan David refleks mengelus punggung Alena, dia berusaha untuk menenangkan gadis itu. Beberapa menit kemudian, tangisan Alena sedikit mereda, baju yang dipakai David basah karenanya. “Sssttt,” desis David. Dia mengangkat wajah Alena agar menghadap padanya, diusapnya air mata Alena secara perlahan. Gadis itu terdiam, seolah menerima apa pun yang David lakukan. “David!” David refleks menoleh ketika ada suara yang memanggilnya. David melepaskan pelukannya dari Alena, dia menepuk bahu Alena pelan. David berjalan menuju orang yang memanggilnya di depan pintu kamar. Sepertinya, orang itu melihat interaksinya dengan Alena. “Ada apa, Rez?” tanya David yang telah di hadapan Farez sekarang. Bukannya menjawab, Farez malah tersenyum menggoda David. Dia mendekat pada David lalu berbisik. “Apa kau menyukainya?” tanya Farez. Mendengar godaan dari Farez, David menatap tajam Farez, sehingga membuat asisten pribadinya itu terkekeh. “Kita harus segera berangkat, Vid. Kau tahu sendiri, jalanan pasti macet saat ini,” ucap Farez membicarakan yang sebenarnya. David mengangguk, dia menjawab. “Tunggu di bawah! Aku akan berbicara pada Alena terlebih dahulu.” Tanpa diperintah dua kali, Farez langsung pergi begitu saja dari hadapan David. Lengkungan tercetak jelas pada raut wajahnya, ada rasa senang ketika David peduli terhadap wanita. Dia merasa bahwa Alena akan menjadi perubahan yang sangat baik pada David. “Semoga saja,” ucap Farez penuh harap. Sementara David, kini kembali duduk di ranjang tepat di hadapan Alena. Dia menatap wajah gadis itu lekat, Alena yang merasa ditatap seperti itu hanya bisa diam. Alena sedang tidak ingin berbicara apa pun terhadap orang lain. “Segeralah mandi. Setelah itu, kau pergi ke bawah untuk sarapan. Jika tidak ingin ke bawah, kau bisa memencet tombol itu, berbicaralah pada mikrofon itu yang akan terhubung pada pelayan yang ada di sini. Kau bebas menginginkan apa pun.” Ucapan David yang santai, tetapi dipenuhi kata perintah. “Om mau ke mana?” pertanyaan itu yang lolos dari bibir Alena. David terkekeh. “Usiamu berapa?” tanya David menatap Alena lekat. “20 tahun, sebentar lagi 21,” jawab Alena. “Kalau begitu, panggil aku David. Sudah aku katakan, bahwa aku bukaan om-om, lagipula umurku hanya lebih tua 6 tahun,” jelas David. “Aku tidak mau,” sahut Alena cepat. David dibuat kesal oleh Alena, padahal sudah jelas umur David baru 26 tahun, dia hanya lebih tua 6 tahun dari gadis itu. “Panggil aku ‘Daddy’ saja kalau begitu!” perintah David. Alena tampak menimang ucapan David, jika dipikir-pikir usianya memang tidak terpaut cukup jauh. Namun, daripada disebut sebagai ‘Om’ sepertinya panggilan ‘Daddy’ lebih baik, karena umur David cocok menjadi Sugar Daddy. “Oke, Daddy,” ucap Alena gemas. “Aku akan berangkat ke kantor, lakukan yang aku perintahkan tadi!” Tanpa diingatkan pun Alena akan melakukannya, dia mengangguk. David mengusap puncak kepalanya, lalu pergi dari hadapan Alena. Gadis itu segera bangkit, dia berniat untuk mengunci pintu kamarnya. Setelah itu, Alena segera berlari ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya seperti yang diperintahkan David. Beberapa jam telah berlalu, tak terasa telah waktunya jam istirahat di kantor David. Itu artinya, jam makan siang telah tiba, tetapi David masih tidak ingin keluar dari ruangannya. Pikirannya merenung memikirkan Alena, entah kenapa gadis itu yang menjadi bayang-bayang pikirannya sekarang. David melihat ponselnya, berniat untuk menelepon Alena, tetapi dia baru ingat bahwa nomor Alena saja dia tidak mempunyainya. “Argh ... ada apa denganku?” tanyanya pada diri sendiri. “Ekhem.” Deheman terdengar di telinga David, dia menoleh ke asal suara tersebut. Farez datang menghampirinya, dia tersenyum pada David. “Apa kau memikirkannya, dan tidak berniat untuk makan siang hari ini?” tanya Farez. David mencoba mencerna ucapan Farez, dia baru ingat bahwa ini jam makan siang. “Telepon pelayan di mansion, kabari bahwa aku akan pulang makan siang di sana bersama Alena!” Farez terkesiap mendengar hal itu, dia segera melakukan apa yang diperintahkan oleh David. Setelah selesai, Farez memberi kode pada David. Karena David meminta diantarkan pulang, akhirnya mereka keluar dari ruangan menuju parkiran. Senyuman David terlihat pada raut wajahnya, tampaknya dia sedang bahagia. “Kau lebih tampan ketika tersenyum,” goda Farez. Tatapan tajam langsung mengarah padanya, Farez terkekeh melihat hal itu. Dalam perjalanan, David tampak sedang memikirkan sesuatu. Dia tak henti-hentinya mengetukkan jari di atas lututnya, hal itu tak luput dari pengawasan Farez. Namun, Farez berusaha untuk diam saat ini, menunggu hal apa yang akan dibicarakan oleh David. “Rez, aku ingin melamar Alena untuk menjadi istriku,” ucap David tiba-tiba membuat Farez kaget. “Apa kau yakin?” tanya Farez, pria 26 tahun itu mengangguk. Farez mengusulkan untuk membeli cincin terlebih dahulu untuk melamar Alena, David menyetujui arahan Farez, mereka pun berhenti di toko berlian untuk membelinya. Tidak membutuhkan waktu lama, mereka telah selesai lalu melanjutkan perjalanannya. Tak terasa mereka sudah sampai, segera saja mereka masuk ke dalam mansion menuju meja makan. Tampak Alena telah menunggu kedatangan David dan Farez, dia menekuk wajahnya di meja makan. Senyum Alena berbinar tatkala melihat kedatangan keduanya, akhirnya yang ditunggunya datang. David langsung duduk di kursi tepat di hadapan Alena, dia menatap Alena lekat. “Akhirnya Daddy datang juga,” ucap Alena senang, David tersenyum menanggapinya. “Alena, ada yang mau aku bicarakan padamu,” ucap David yang tidak ingin lama berbasa-basi. “Apa itu Daddy?” tanya Alena. Ingat, interaksi mereka disaksikan oleh Farez dan beberapa pelayan yang berlalu-lalang. David mengeluarkan kotak cincin lalu membukanya. “Will you marry me?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN