Kelas Matematika

1514 Kata
Di sisi lain dalam waktu yang sama, Velgard tengah berada di dalam kelas yang menurut banyak orang sangat memusingkan. Kelas matematika adalah hal yang membuat kepala semua murid terasa panas dan sakit karena harus berpikir sangat keras, ditambah dengan guru yang mengajarnya adalah seseorang yang memiliki sifat keras dan sangat menjunjung aturannya sendiri, yang mana aturannya benar-benar ketat dan membuat sebagian murid dibuat kesal olehnya. Sarah Jordan namanya, guru yang biasa dikenal sebagai penyihir itu adalah salah satu guru dengan pembenci paling banyak di Morgana. Hampir semua murid akan memanggilnya sebagai penyihir, tentu saja itu tidak pernah diucapkan langsung di hadapan Mrs. Jordan, tak ada yang cukup berani untuk memanggilnya seperti itu secara langsung. Sementara Mrs. Jordan sedang memberi penjelasan, Velgard sendiri agak malas menyimaknya. Bukannya apa, tapi ia berbeda dengan yang lain di mana mereka menganggap materi kali ini luar biasa susah. Bagi Velgard, materi kali ini sangatlah mudah, rumus-rumus yang ditulis di dalam buku itu tampak seperti perhitungan 1+1 pelajaran taman kanak-kanak baginya, semua tampak sangat mudah bagi dirinya. Bahkan ketika Mrs. Jordan baru selesai menerangkan materi, Velgard sudah selesai mengerjakan semua soal yang sudah diberikan. Maka ketika murid-murid lain sedang mengerjakan tugas, ia malah bengong memikirkan sesuatu, hal yang terjadi malam tadi adalah apa yang ada di dalam kepalanya saat ini. Ketika tubuhnya tiba-tiba naik suhu, bahkan sudah melebihi suhu titik bakar, jika saja ia tak masuk ke dalam bak berisi air, mungkin saja pakaiannya sudah menyala. Tentu saja jika itu terjadi, maka hal tersebut akan menjadi sesuatu yang sangat mengerikan untuk dirinya alami. Mungkin saja, ketika melihat Jhonny dalam film Fantastic Four, tubuh terbakar diselimuti oleh kobaran api dan hal itu memungkinkan tubuh bisa terbang, tampaknya itu sesuatu yang bagus dan keren untuk diwujudkan. Memiliki kemampuan pyrokinesis terdengar keren, bukan hanya mampu mengendalikan api, tapi bisa membuat api dari tubuh atau dari udara kosong. Impian yang disukai oleh banyak anak-anak kecil penggemar super hero. Padahal, pada kenyataannya, merasakan tubuh yang tiba-tiba terbakar adalah mimpi buruk. Sesuatu yang tidak terjadi dengan seharusnya, ditambah dengan sesuatu itu bukan merupakan peristiwa yang sepele jelas membuat siapa saja akan ngeri. Velgard sendiri merasa ngeri ketika suhu tubuhnya melebihi titik bakar. Air dan es yang ada di dalam bak mengalami kenaikan suhu ketika pagi itu. Kegundahan dan kegusarannya berhasil ia atasi dengan bersikap seperti biasanya. Tapi Velgard curiga jika saudarinya, Bevrlyne tak bisa berhenti memikirkan segala keanehan yang terjadi. Intinya, kejadian tadi malam bisa dikatakan sudah mengubah beberapa kecurigaan dan persepesi Bevrlyne, Velgard merasa yakin bahwa rahasianya sudah terkuak oleh adiknya itu, hanya saja ia tidak mengatakannya secara langsung. “Jelas telah terjadi sesuatu padaku, apa Bev juga mengalaminya juga? Maka dari itu, dia bersikap seperti itu sejak tadi? Dia memikirkan kejadian yang dialaminya.” Velgard berbicara dalam benaknya. Ia mengira bahwa tingkah Bevrlyne yang diperlihatkan nya tadi pagi berhubungan dengan apa yang terjadi ketika dini hari. “Ini tak mungkin halusinasi saja, tak mungkin otakku memberikan gambaran sesuatu yang tak seharusnya aku lihat.” Velgard berkata dalam benaknya. Dikarenakan Velgard yang tampak sibuk dengan pemikirannya, sama sekali tidak melakukan apa-apa, Edgar yang melihat tingkahnya tidak bisa untuk tak bertanya. Awalnya ia hendak meminjam penghapus ketika ia terus keliru mengerjakan soal yang diberikan. Ketika ia menoleh, dirinya mendapati bahwa temannya itu sama sekali tak melakukan apa-apa, bahkan buku tulisnya saja masih tertutup. Edgar tahu bahwa Velgard adalah murid yang cerdas, tapi tidak biasanya pria itu malah melamun di tengah pelajaran, terlebih ketika guru penyihir yang mereka benci tengah mengajar, hal tersebut tidak seharusnya terjadi. Ini benar-benar tidak biasa. Maka dari itu, Edgar tidak bisa untuk berdiam diri saja, lagi pula ia harus mencontek. “Hei, bro. Kenapa kau tak mengerjakan tugas?” tanya Edgar yang duduk di dekatnya. Nada suaranya berupa bisikan pelan. Kelas sangat hening karena Mrs. Jordan adalah guru killer yang tak akan segan memenggal nilai murid dan mempersulit nilai harian, bulanan dan ujian. Semuanya hening karena tak mau mengalami kesulitan dalam nilai, terlebih pelajaran matematika adalah sesuatu yang memusingkan kepala. “Aku tahu kau jenius, tapi ini luar biasa sulit, tak mungkin kau ....” “Sudah selesai.” Velgard menyela ucapan Edgar. Mendengar itu, Edgar tidak terkejut,ia sudah biasa melihat temannya ini menyelesaikan setiap tugas pertama kali, tentu saja apabila kebetulan berada satu kelas dengan Bevrlyne, mereka akan selesai bersamaan atau minimal memiliki jeda satu sampai dua menit, intinya keduanya selalu menyelesaikan tugas begitu cepat. Seringai licik tampak pada bibir temannya itu. Velgard tentu sudah tahu apa maksud dari ekspresinya, sudah tidak asing lagi pria itu menampakkan ekspresi yang sedemikian rupa membuatnya merasa biasa saja. Edgar tentu percaya dengan kecerdasan Velgard yang menyelesaikan tugas dalam waktu kurang dari lima menit, di mana itu harusnya menghabiskan waktu hampir satu jam. Mrs. Jordan tampak sedang fokus memperhatikan para muridnya, tampak gemas ingin menghukum siapa saja yang melanggar aturan kelasnya. “Contek saja sesukamu. Jangan salahkan aku kalau kau tidak lulus ketika ujian nanti.” Velgard berbisik dengan malas. Ia tahu bahwa hal itu yang diinginkan oleh temannya tersebut. “Thanks, kau yang terbaik.” Buku catatan segera beralih dari tangan Velgard ke tangan Edgar, pria itu segera membuka buku lalu mulai menyalin isinya. “Cepatlah, kau akan habis jika Mrs. Jordan lihat.” Velgard memperingatkan, Edgar segera menulis dan menyalin dengan gerakan tercepatnya. Tulisan Velgard bagus dan rapi sehingga itu mudah dilihat dan dibaca. “Santai saja, ini adalah keahlianku.” Ia membalas perkataan Velgard tanpa melirik, tatapannya fokus pada catatan Velgard. “Itu bukan sesuatu yang layak kau banggakan, bodoh.” Velgard mengejek, ia masih memperhatikan gerak-gerik Mrs. Jordan yang bisa membahayakan bagi dirinya. Edgar memukul bahu kanan Velgard dengan bercanda karena menerima ejekan itu. “Hei.” Velgard memprotes, sayang sekali hal itulah yang membuat pasang mata sang guru killer kini beralih pada Velgard. “Sorry, aku lupa jika sore ini kita butuh tangan itu, jangan sampai kau cedera dan membuat kita jadi pecundang.” Edgar membalas pelan. Kini makin yakinlah Mrs. Jordan memandang tajam pada mereka, terutama pada Velgard yang menjadi incarannya. “Jangan banyak bicara dan kerjakan saja. Mrs. Jordan melihatku.” Velgard berbisik pelan, ia pura-pura mengerjakan tugas sambil kepala yang menunduk. Mrs. Jordan beranjak dari duduknya lalu berjalan menuju tempat Velgard duduk. “Satu jawaban lagi, ini yang terakhir.” Edgar membalas dengan gerakan tangan yang bergerak cepat menyalin tugas. “Cepatlah, dia kemari. Aku butuh bukunya.” Velgard tahu jika ini adalah saatnya aksi mencontek berakhir, mereka bisa kena hukuman jika ketahuan. “Sedikit lagi.” Edgar tampak mempercepat gerakannya. Velgard hilang kesabaran karena wanita itu sudah setengah jalan menuju tempat duduknya. “Berikan, tak ada waktu.” Velgard berusaha meraih bukunya tanpa terlihat oleh pasang mata yang membunuh itu. “Lima detik lagi saja.” Edgar memelas. “Oh ya? Dan aku akan mati jika itu terjadi, berikan bukuku.” “Mr. Drexell!” Panggilan itu adalah akhir dari perjuangan Velgard. Ia membuang tatapan dari Edgar lalu berdiri memandang Mrs. Jordan. “s****n kau,” umpat Velgard pada Edgar. Sudah terlambat untuk mengambil bukunya lagi, tentu saja ia kesal dibuatnya. “Ya, Mrs. Jordan, apa ada yang bisa saya bantu?” tanyanya setenang mungkin. Padahal ia mulai tak nyaman, bukan hal asing lagi apabila guru wanita yang satu ini selalu memulai mencari masalah pada muridnya. Seolah hidupnya tidak akan puas apabila tidak ada minimal satu murid yang ia beri hukuman dalam satu hari. “Tentu, bantu aku dengan menemukan buku catatanmu. Kulihat kau tak menulis, sepertinya tugas yang kuberikan terlalu mudah untuk kau kerjakan.” Tatapan guru wanita itu tertuju pada meja Velgard. Sudah biasa jika Velgard tak memiliki beberapa buku lebih, ia tak pernah mencatat materi, hanya menulis tugas saja di dalam buku, semua materi biasanya sudah dia hafal tanpa perlu dicatat. Hal itu membuat meja dan tasnya tak memiliki buku lain selain buku tugas. Velgard tahu bahwa hal ini yang akan disinggung oleh Mrs. Jordan, dilihat dari sisi mana pun, kejadian sebelumnya tampak seperti dirinya sedang bercanda dan bermain-main dengan Edgar, sama sekali tidak mengerjakan tugas. “Saya menulis.” Velgard meyakinkan. “Oh, aku tahu kau murid yang baik dan selalu mendapat nilai tertinggi dari kelasku. Tapi kukira itu sudah membuatmu besar kepala.” Mrs. Jordan menyilangkan tangan di d**a, jelas tak percaya dengan apa yang Velgard katakan. “Jangan berbohong, Drexell.” “Tidak, aku tidak ....” “Kalau begitu aku memerlukan bukti, beri aku catatanmu, dan kuharap semua tugas yang kuberikan sudah selesai,” selanya dengan nada yang santai namun penuh ancaman. Bersiap-siaplah kehilangan nilai hari ini dan nilai hari yang lalu akan diturunkan. Velgard bingung harus berbuat apa, mengambil buku catatan dari Edgar akan memberitahukan jika temannya mencontek, mereka akan dikeluarkan selama sisa jam pelajaran. Jika ia berbohong untuk menyelamatkan Edgar, maka nilainya akan dikurangi dan pangkat murid terbaik akan turun, tentu saja itu juga membuatnya keluar dari kelas selama sisa jam pelajaran. Velgard menoleh sesaat pada Edgar, buku catatan miliknya berada di bawah buku milik pria itu. Tatapan Edgar memelas dan mengisyaratkan untuk meminta menyelamatkan dirinya, “Ibumu adalah wakil kepala sekolah, kau tak akan dipersulit.” Itulah kurang lebih isyarat yang diberikan oleh Edgar pada Velgard.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN