Velgard mengangguk mengiyakan. Soalnya ia juga sama-sama tak mengira bahwa dirinya akan berani berlaku demikian.
“Aku juga sama, aku tak pernah berharap akan memiliki keberanian berteriak padanya lalu mengepalkan tangan untuk meninjunya.”
“Kenapa kau mau memukul Mrs. Jordan?” tanya Bevrlyne, semua tahu siapa yang mendapat julukan sebagai “penyihir wanita” di Morgana High School, itu adalah guru killer yang biasa mempersulit kehidupan murid di kelas matematika. Seberani apa pun seorang murid pada guru, mereka tidak akan memiliki keberanian untuk berhadapan langsung dengan guru itu.
“Aku juga marah, sama sepertimu.” Velgard menjawab. “Aku tidak tahu kenapa, tapi pagi ini ketika masuk kelas, aku merasa begitu mudah tersulut emosi, aku merasa sangat ingin meluapkan segalanya dalam k*******n dan segala bentuk kemarahan. Penyihir itu, sebenarnya aku tidak membuat suatu kesalahan yang berarti, tapi seolah berhasil menangkapku, semua kata-kata yang dilontarkannya membuatku marah dan emosiku naik.” Velgard langsung memberikan jawaban tanpa menahan diri dan ragu.
“Jika tak ada Edgar dan Jace, aku pasti sudah membuatnya masuk ruang kesehatan. Sama sepertimu, aku merasa emosiku meledak.” Ia menoleh sesaat pada Bevrlyne ketika mengatakan kalimat terakhir.
Hening untuk sesaat seolah mereka sedang menyerap apa yang mereka dengar barusan. Bevrlyne sendiri berusaha mencari keterkaitan mengenai apa yang terjadi pada dirinya dan pada Velgard. Ternyata situasi yang mereka alami kali ini cukup mirip gejalanya, yaitu masalah emosi yang terasa amat meluap, perbedaannya adalah Velgard berhasil ditahan oleh teman-temannya sehingga kekuatannya tidak sampai keluar, berbeda dengan Bevrlyne yang sama sekali tak ada yang menahan sehingga hal itu membuat kekacauan di toilet beberapa waktu sebelumnya.
“Bukannya ini tak terjadi secara kebetulan? Kita mengalami situasi yang sama. Ini bukan sesuatu yang merusak akalku atau aku yang memiliki kepribadian ganda.” Bevrlyne mengasumsikan hal tersebut. Jelas jika hal aneh itu menimpa mereka berdua.
“Ya. Dan kau tahu jika ini terjadi sekitar satu bulan ke belakang. Saat kau tak mau tidur sendiri.” Velgard mengiyakan saat menyambung perkataan Bevrlyne. Sesaat, Bevrlyne agak bingung ketika harus menyinggung mengenai itu, tapi sekarang setelah semua terjadi, apa yang harus ia sembunyikan lagi?
“Mengenai itu ...., aku memang mulai merasakan segalanya sejak kejadian itu, sekali juga aku merasa kedinginan dan merasa ada yang mengawasi.” Ia mengakui. Velgard tak memberikan reaksi apa-apa, bahkan tak bersikap penasaran dan melontarkan banyak pertanyaan pada saudarinya. Ia sudah menebak bahwa kekuatan itu bersemayam di dalam tubuh mereka berdua sejak awal.
“Hah, sepertinya kita saling merahasiakan segala yang kita alami. Padahal masing-masing dari kita tahu apa yang terjadi satu sama lain.” Velgard bergumam lemah. Apa yang ia katakan memang benar. Keduanya tak pernah menyinggung dan membahas segala yang mereka alami, padahal satu sama lain dari mereka tahu hal aneh tersebut telah terjadi.
Mereka bukan ingin menutupi keanehan itu, tapi keduanya mencoba memungkiri hal-hal abnormal yang mereka alami. Memiliki kekuatan yang muncul begitu saja, kekuatan yang sama sekali tidak bisa dikendalikan, hal-hal seperti itu membuat keduanya merasa ketakutan sehingga satu sama lain tak ada yang ingin mengakui bahwa mereka memiliki kekuatan.
“Ini adalah hal yang ingin kuceritakan padamu sejak lama. Tapi aku tak mau menganggap semua yang kualami itu terjadi.” Bevrlyne bergumam, memberikan pengakuan. “Aku takut kalau kekuatan ini bisa melukai seseorang, dan sekarang malah terbukti bahwa yang kutakutkan malah terjadi sungguhan.”
Mendengar itu, Velgard tersenyum miris karena ternyata apa yang dirinya pikirkan sama seperti yang adiknya pikirkan. Ia takut terhadap kekuatan yang ada pada tubuhnya, takut apabila kekuatan itu akan melukai seseorang.
“Ya ampun, aku juga sama.”
“Eh?”
“Aku memiliki alasan yang sama mengapa aku tak mau menceritakan mengenai kekuatanku padamu.” Velgard membalas mengutarakan maksud ucapannya lebih jelas. “Bukannya ingin membuatmu dan mom khawatir atau semacamnya, tapi aku ingin memungkiri semua yang kualamiーtermasuk kejadian pagi ini.” Velgard juga mengakui. Tanpa sepengetahuan mereka, keduanya memiliki pemikiran yang sama, dan itu juga sama-sama keliru.
“Sebenarnya aku tahu beberapa hal yang menjadi keanehan pada dirimu, kau juga pasti tahu beberapa hal keanehan yang kualami,” ungkap Bevrlyne, ia menoleh pada Velgard meski pria itu tampak hanya memandang lurus seolah tak menyadari tatapan Bevrlyne.
“That’s right,” balasnya singkat.
“Bagaimana kalau kita saling terbuka dan menceritakan semua yang kita alami? Kita mengalami masalah yang sama hari ini.” Bevrlyne mengajukan usulan. Saling menyimpan rahasia antar mereka rasanya tidak bagus. Mereka bersaudara dan lebih dari itu, mereka kembar. Hubungan saudara kembar jauh lebih erat dari pada saudara biasa. Semua orang yang kembar di seluruh negara pasti seperti itu, saudara kembar sangat dekat dan saling bergantung satu sama lain, karena hampir seluruh keseharian mereka dilalui bersama. Kecuali mereka yang memiliki hobi dan kesukaan yang berbeda, tapi itu juga jarang terjadi.
“Cukup adil. Siapa yang memulai?” Velgard menyerukan persetujuan. Ia melontarkan pertanyaan itu.
“Kau,” jawab Bevrlyne tanpa ragu.
“Kenapa aku?” tanya Velgard.
“Karena kau yang pertama keluar dari rahim mom.” Bevrlyne melontarkan alasan itu.
“Apa hubungannya?”
“Tentu saja berhubungan, kau yang pertama dan akan selalu seperti itu. Aku akan selalu berada tepat di belakangmu.” Gadis itu menjelaskan.
“Dan jika ada bahaya, maka aku akan pertama kali yang kena. Kau akan selamat.” Velgard berujar dengan sinis.
“Bukan begitu, bodoh.” Bevrlyne tersenyum sambil mendorong bahu Velgard. “Harusnya kau berhati-hati saat berjalan di depan, lalu kau akan memperingatkanku jika ada bahaya di depan,” katanya menjelaskan.
“Dan kau akan nyaman berada di balik punggungku.”
“Aku melindungi punggungmu,” kilah Bevrlyne sambil menoyor kepala Velgard.
“Aku paham, saudari tercinta. Aku hanya bercanda saja.” Velgard membalas dengan nada gurauan.
“Terserah, jadi kapan kau akan memulai?” tanya Bevrlyne yang menegaskan. Sepertinya ia sudah tak sabar untuk mendengar apa-apa saja yang telah dirinya lewatkan mengenai saudaranya.
“Apa memang harus aku duluan?” tanyanya dengan nada yang tak setuju. “Aku sangat sopan dan sangat menganut pepatah ‘ladies first’ selama ini. Jadi aku akan mengalah.” Velgard tampak tak bersedia untuk bercerita lebih dulu sehingga ia mengajukan alasan semacam itu.
“Sepertinya kau punya aib, kupikir kau tak sengaja melakukan pencabulan.” Tatapan Bevrlyne penuh kecurigaan saat mengatakan kalimat itu. Velgard tersentak lalu memandang saudarinya sambil menyentuh di mana lokasi jantungnya berada. Pura-pura merasa sakit hati atas tuduhan yang jahat itu. Ia pura-pura terluka atas tuduhan yang amat menusuk itu.
“Jangan berprasangka buruk padaku, sis. I’m a good boy.” Ia membela diri.
“Meragukan. Lagi pula, tak ada orang baik yang mengaku dirinya baik pada orang lain, begitu juga sebaliknya.” Bevrlyne tampak menaruh curiga makin kentara. Velgard tak bisa membantah hal itu. Ia menolehkan kepalanya lalu menyerah.
“Oke, oke, aku yang pertama bercerita.” Akhirnya Velgard mengalah, ia tidak mau terus dipancing oleh kata-kata Bevrlyne yang mungkin semakin lama akan lebih banyak mengejeknya.
“Bagus, aku akan mendengarkan.” Bevrlyne akhirnya tersenyum mendapat kemenangan.
“Siapkan hinaan dan cacian untukku.” Velgard mengatakan itu dengan nada sarkasme.
“Serahkan padaku, aku ahlinya dalam hal itu.” Bevrlyne malah membalas kalimatnya dengan polos seolah tak peka dengan apa yang dimaksud oleh Velgard.
“Dan kau akan mengencingi diriku di sini?” tanya Velgard. Mengenai hal ini, sebenarnya Bevrlyne memang sering mengencingi Velgard sungguhan, peristiwa itu terjadi ketika mereka balita. Awalnya Bevrlyne tak sengaja melakukan itu saat mereka tidur, tapi lama kelamaan itu jadi kebiasaan dan kesengajaan. Untungnya semua berakhir ketika usia mereka menginjak sepuluh tahun di mana orang tua mereka mulai menganggap candaan Bevrlyne mulai keterlaluan karena mereka beranjak remaja.
Setelah itu, istilah mengencingi beralih menjadi ejekan dan candaan mereka, karena seberapa pun menyebalkannya Velgard bercanda atau mengusilinya, Bevrlyne benar-benar tak pernah mengencinginya lagi.
“Jika itu memang diperlukan.” Bevrlyne membalas tanpa ragu dan malu sama sekali.
“Ya ampun. Kau gadis yang jorok.” Velgard membalas sambil memasang ekspresi pura-pura jijik.
“Hei, jangan memfitnahku seenaknya.” Bevrlyne memprotes tak suka. Keduanya tersenyum karena mereka tahu satu sama lain apabila saat ini ucapan mereka adalah candaan saja.
“Ya sudahlah. Aku siap bercerita.” Velgard memutuskan menyudahi candaan mereka, ia memutuskan untuk memulai bercerita sementara Bevrlyne memasang telinga untuk mendengarkan.