Listrik?

1627 Kata
Bevrlyne sudah tiba di rumah, ia masuk menuju dapur lalu mengambil minuman yang berada di dalam lemari es yang langsung diteguknya sampai habis. Hari ini ia tidak benar-benar memiliki suatu pekerjaan yang harus diselesaikan, apa yang dirinya katakan pada Velgard adalah sesuatu yang bisa dibilang sebuah kebohongan berikut kejujuran. Pekerjaan rumah itu bisa diurus kapan saja, itu bukan tugas mendesak yang harus buru-buru diselesaikan. Ia menaruh botol minuman yang sudah dikosongkan lalu pergi hendak menuju lantai atas. Baru saja ia menginjak anak tangga pertama, tiba-tiba saja pintu depan rumah diketuk. Bevrlyne mengurungkan niatnya, ia berbalik badan menoleh ke arah pintu yang berhenti sesaat diketuk. “Hallo, ada seseorang di rumah?!” seru suara seorang wanita dari luar, suara itu tentu sudah dikenal pasti oleh telinga Bevrlyne, suara itu adalah milik Mrs. Anderson, tetangga rumahnya. “Aku datang,” sahut Bevrlyne sambil melangkah mendekat menuju pintu masuk. Ketukan akhirnya berhenti. Bevrlyne yang tiba segera membuka pintu depan, ia langsung mendapati wanita berusia Kisaran pertengahan lima puluh tahun sedang berdiri tersenyum. “Selamat pagi, Nyonya Anderson.” Bevrlyne langsung menyapa tatkala melihat bahwa yang datang ke rumahnya adalah wanita itu. “Ah, sayang, aku minta maaf mengganggu pagimu.” “Tidak apa-apa, apa ada yang bisa kubantu?” tanya Bevrlyne sambil tersenyum ramah. “Ah, soal itu, aku perlu bantuan untuk memasang lampu baru, suami dan anakku masih lama di luar kota.” Wanita itu langsung menjelaskan alasan kedatangan dirinya. “Apa saudaramu ada di rumah? Biar dia saja yang melakukannya.” Nyonya Anderson sedikit melongok ke sisi pundak Bevrlyne seperti mencari keberadaan Velgard. “Dia masih di luar, biar kukerjakan saja.” Bevrlyne langsung mengajukan dirinya untuk membantu. “Kau yakin, Sayang? Aku tak mau kau terjatuh.” Nyonya Anderson tampak tidak yakin ketika gadis muda itu menawarkan diri menggantikan saudaranya. Meski mengganti lampu adalah sesuatu yang terbilang amat mudah, Nyonya Anderson tampak lebih protektif pada anak perempuan. “Tentu, itu mudah, akan kulakukan tanpa terluka.” Bevrlyne mengangguk sambil tersenyum, ia berjalan satu langkah untuk keluar. Melihat bahwa gadis muda itu akan mampu melakukan tugas itu, maka Nyonya Anderson menyetujui, lagi pula tidak anak muda lain yang ada di sekitar sana untuk dimintai pertolongan, apalagi akhir pekan adalah waktu bagi orang-orang pergi ke luar rumah menghabiskan waktu berekreasi. “Terima kasih. Kalau begitu ayo, aku selalu lupa untuk meminta bantuan, padahal lampunya sudah mati beberapa hari lalu.” Mrs. Anderson segera berjalan lebih dulu. Bevrlyne menutup pintu rumah lalu berjalan kecil, ia langsung mengikuti wanita yang sudah berjalan agak membungkuk itu ke rumahnya, jarak antar rumah Nyonya Anderson dan rumah Bevrlyne sendiri hanya terpaut dua rumah saja, tidak terlalu jauh mengingat rumah-rumah yang berjajar di sana adalah sekumpulan rumah minimalis berlantai dua. “Beberapa hari lalu?” Bevrlyne mengulang, nada bicaranya terdengar bertanya-tanya. “Ya, saat tiba-tiba ada petir, listrik daerah ini mati seketika. Saat itu lampu kamarku tidak menyala lagi.” “Ah, aku ingat.” “Nah, sejak saat itu kamarku hanya punya lampu tidur sebagai penerangan utamanya.” Nyonya Anderson melanjutkan bicaranya. Beberapa detik kemudian, mereka sudah tiba di depan halaman rumah minimalis milik keluarga Anderson. “Ayo masuk, Manis.” Nyonya Anderson membuka pintu, Bevrlyne langsung berjalan masuk setelah dipersilakan sementara si pemilik rumah masuk belakangan setelahnya. “Andaikan saja aku punya banyak anak. Alexis sangat senang bersama ayahnya, aku benar-benar dibuat sendirian setiap hari.” Nyonya Anderson berbicara sambil berjalan menuju lemari yang berisi beberapa barang kaca, di tengahnya tersimpan televisi, tepat di atas televisi terdapat beberapa boneka. Ketika Nyonya Anderson sedang mencari sesuatu, Bevrlyne berdiri di ruang tengah sambil memandang keadaan sekitar. “Seperti itulah para lelaki.” Ia membalas. Pada saat itulah Nyonya Anderson menemukan apa yang dirinya cari, yaitu lampu baru yang akan digunakan sebagai pengganti lampu lama. “Ah, ini dia.” Ia menutup pintu lemari lalu berbalik menghadap Bevrlyne yang memang sedang berdiri tak jauh di depannya. “Ini lampunya, kamarku gelap total, kau harus hati-hati.” Sambil mengulurkan tangannya, Nyonya Anderson berpesan padanya. Bevrlyne mengangguk lalu mengulurkan tangan meraih lampu bohlam putih itu. “Aku akan mengambil tangganya.” Bevrlyne hendak melangkah pergi. “Aku akan membuat minuman untukmu.” Mendengar kalimat itu, ia mengurungkan niatnya melangkah lalu melontarkan kata-kata penolakan. “Tidak perlu repot-repot.” Nyonya Anderson segera melambaikan tangan lalu berjalan menuju dapur. “Oh, sudahlah, biarkan wanita tua ini melakukan sesuatu.” Mendengar itu, Bevrlyne angkat bahu. “Oke, jika kau memaksa.” Setelahnya, ia langsung melanjutkan langkahnya sambil memasukkan bola lampu itu ke dalam saku celananya. Bevrlyne berjalan menuju ruang belakang di mana biasanya beberapa barang berada, memang benar adanya, ketika ia membuka pintu tempat penyimpanan, terdapat tangga lipat yang tergeletak di lantai. Kebetulan, ruangan itu memiliki pintu lain yang terhubung ke luar rumah tepat di halaman belakang. “Ini dia tangganya,” gumamnya, Kemudian Bevrlyne meraih mengambil tangga itu. Cukup mudah baginya untuk membawa tangga lipat itu, bobotnya juga terbilang mudah. “Bagaimana kabar ibumu?” tanya Nyonya Anderson saat Bevrlyne berjalan menuju kamar. Pintu dapur terbuka sehingga meski mereka berjarak agak jauh, suara masing-masing dapat di dengar dengan jelas. Bevrlyne mendorong pintu untuk terbuka sebelum ia kemudian memberi jawaban. “Seperti biasa, selalu sibuk, hari ini saja ada urusan di luar kota.” Ia meluruskan posisi tangga lipat itu lalu mendorongnya masuk ke dalam kamar. Memang benar, di dalam sana benar-benar gelap, jendelanya masih tertutup tirai sehingga tidak ada cahaya yang masuk. “Caitlin benar-benar wanita pejuang. Aku tak menyangka dia benar-benar bekerja keras setelah kematian Harold, perjuangannya membuatku terkesan.” Bevrlyne mendengar suara Nyonya Anderson menyahut. “Aku bahagia punya ibu sepertinya.” Bevrlyne membalas, ia sengaja membuka pintu agar ada sedikit cahaya yang bisa masuk ke dalam kamar itu, kemudian ia menaruh tangga tepat di tengah ruangan lalu membuka lipatan tangga lalu membuat tangga itu berdiri. “Sudah jelas, dia adalah segelintir wanita yang luar biasa.” Setelah selesai menaruh tangga tepat di bawah tempat dudukan lampu berada, berjalan menuju jendela untuk membuka tirainya. Ketika tirai dibuka, keadaan rumah itu menjadi lebih terang dan lebih jelas dari yang seharusnya, cahaya dari luar segera masuk ke dalam kamar itu. “Ini jauh lebih baik.” Bevrlyne bergumam sambil bertolak pinggang ketika ia berbalik badan menoleh ke arah ruangan itu, ia mengedarkan pandangannya ke sekleiling di mana dirinya mendapati bahwa keadaan kamar tampak rapi dan benar-benar terawat dengan baik. “Sekarang tinggal memasang lampunya.” Bevrlyne mengeluarkan lampu itu dari saku celananya, untuk sesaat ia melihat lampunya menyala, tapi itu hanya berlangsung sekejap saja. “Mungkin itu hanya imajinasi saja.” Ia berjalan menuju tangga yang sudah dirinya buat berdiri sebelumnya. “Kalian tidak ada rencana untuk pergi ke taman hiburan?” Kini Bevrlyne dapat mendengar suara Nyonya Anderson yang berada di ruang tengah. “Aku dengar, taman hiburan di kota ini sedang menurunkan harga tiketnya, mungkin kau bisa mengajak ibumu beristirahat, sesekali gunakan waktu untuk menjernihkan pikiran.” Wanita tua itu memberikan usulan. Bevrlyne naik ke atas tangga, setelah ia bisa meraih lampu, ia berhenti lalu mulai melakukan pekerjaannya. “Saran yang bagus, lain kali aku akan mengajak ibuku pergi.” Ia membalas. “Tentu saja, kau harus melakukannya. Seseorang bisa setres dan mudah marah jika pikirannya terlalu terganggu dengan banyak pekerjaan. Tubuhmu juga harus diistirahatkan, jangan terlalu memeras tenaganya.” “Yah, ibuku susah untuk diberi nasihat, tapi mungkin dia akan mendengar lalu menyetujui usulan pergi ke taman hiburan.” Bevrlyne membalas, saat itu ia sedang memasang lampu baru, ia memutarnya secara perlahan sampai posisi lampu tepat pada tempatnya. “Nah, selesai.” Baru saja selesai menggumamkan kata itu, tiba-tiba saja tangannya mengeluarkan arus listrik yang mana lampu yang masih ia pegang tiba-tiba saja menyala. “Ahhh!” Bevrlyne yang kaget seketika saja melompat turun. “Sayang, ada apa?” Nyonya Anderson buru-buru masuk ke dalam kamar saat mendengar jeritan Bevrlyne, saat ia tiba di dalam kamar, lampu sudah padam dan Bevrlyne sedang berdiri memandang ke atas tepat ke arah lampunya. “Kau baik-baik saja, Sayang? Apa kau terluka? Apa yang terjadi?” tanya Nyonya Anderson bertubi dengan nada dan ekspresi panik, ia sendiri langsung memeriksa keadaan Bevrlyne coba mencari apakah ada luka pada tubuh gadis itu. “Aku baik-baik saja, tadi ada cecak yang jatuh ke pundakku.” Bevrlyne segera berdalih, ia pura-pura takut pada tikus lalu berusaha tersenyum. “Cecak?” ulangnya. Saat mendengar pengakuan itu, Nyonya Anderson barulah menarik napas lega, menghilangkan kekhawatirannya, sepertinya ia langsung percaya dengan apa yang Bevrlyne katakan. “Ya. Aku tidak suka cecak.” “Banyak gadis yang benci cecak. Syukurlah kau baik-baik saja.” Pada saat itu tiba-tiba saja Bevrlyne merasakan panas pada mata kirinya. Ia yang pernah merasakan sensasi itu satu kali tentu tahu apa yang akan terjadi. Ia segera mendekat pada Nyonya Anderson lalu menyerahkan lampu yang sudah mati itu. “Ya. Boleh permisi, aku akan ke toilet dulu.” “Tentu saja.” Tanpa mengatakan apa-apa lagi, Bevrlyne segera berlari pergi menuju kamar mandi yang ada di dalam rumah itu. Sebelum benar-benar pergi, ia menyalakan sakelarnya untuk memberi tahu bahwa lampu baru sudah dipasang. Bevrlyne merasa mata kirinya semakin panas saja, ia masuk ke dalam kamar mandi lalu bercermin. Di sana tampak pantulan bayangannya, matanya mengeluarkan pendaran cahaya biru yang terang. “s**l! Mataku!” Bukan hanya itu saja, tiba-tiba kedua tangannya mengeluarkan tegangan listrik yang bisa dilihat oleh mata t*******g. “Astaga, kekuatanku muncul lagi.” Ia bergumam dengan nada yang panik. Tentu saja ini bukan kali pertama dirinya melihat kekuatannya muncul, meski begitu ia tetap saja merasa takut dan panik. Kekuatan ini muncul secara tiba-tiba dan dengan sendirinya. Lebih parahnya, sampai saat ini ia belum bisa mengambil kontrol terhadap kekuatan aneh yang ada pada tubuhnya, kekuatan aneh yang muncul dengan jenis acak. Terakhir kali yang muncul bukanlah rambatan listrik, tapi kukunya yang berubah. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN