Episode 4

1915 Kata
    Belajar dengan sungguh-sungguh adalah suatu hal yang Alvin lakukan kali ini. Kalau ada lomba-lombaan paling rajin se dunia, Alvin lah juara satunya. Bagaimana tidak, ia selalu belajar tanpa ketinggalan sedikit pun. Hari libur yang biasanya ia pakai untuk bermain game, sekarang ia pakai untuk belajar. Sang ibu juga heran melihat anaknya yang kerasukan hantu belajar.                 “Jangan belajar terus Vin, sekali-sekali keluar kamar dan lihat lingkungan sekitar kamu,” kata sang ibu yang datang ke kamar Alvin.                 “Iyaa ma, inikan biar Alvin bisa masuk ke Universitas ternama di Bandung,” jawab Alvin singkat. Ia langsung lanjut membaca bukunya kembali dan mengerjakan soal. Sang ibu pun keluar kamar dengan tersenyum kecil dan merasa senang dengan niat belajar anaknya tersebut.                 Tak terkecuali kedua temannya yang lain Jovan dan Megan, mereka berdua juga belajar dengan sungguh-sungguh untuk bisa berkuliah di Bandung dan memasuki jurusan yang mereka inginkan. Pagi, siang, sore, hingga malam mereka lakukan untuk belajar. Kadang kala mereka juga belajar bersama di rumah Alvin. Saling berlatih mengerjakan soal yang mereka tidak mengerti. Alvin juga sering kali membuka media sosial untuk mengikuti try-out online yang diadakan disalah satu akun pendidikan. Walaupun seringkali mendapatkan nilai yang tidak sesuai oleh ekspetasi, tetapi hal itu ia jadikan pembelajaran. Belajar dari kesalahan dan memperbaiki kesalahan itu adalah bagian dari proses.                 Jovan pun sering datang ke rumah Alvin untuk belajar bersama. Sebenarnya ia ingin menumpang Wi-Fi di rumah sahabatnya itu sekaligus bermain PlayStation. Keluar dari rumah berkedok belajar, itulah Jovan. Tapi jangan salah, Jovan bisa sangat rajin melebihi Alvin walaupun itu terjadi setiap seminggu sekali. Jovan adalah tipikal-tipikal manusia yang suka simpen materi di HandPhone-nya, tetapi tidak pernah dibuka.                 “Nah, ini penting nih, simpen ah,” kata Jovan yang sedang scroll Twitter.                 “Ah, lu mah disimpen doang, tapi gak dibaca lagi van.”                 Mendengar perkataan temannya itu, Jovan hanya tersenyum malu. Dia memang lebih suka menyimpan hal-hal yang bermanfaat, tetapi jarang ia buka. Hanya jadi pajangan saja. Alasannya sih akan dibaca nanti, jika ia tidak malas. Masalahnya, dia malas hampir setiap hari.                 Hari ini ketiga berhala tersebut ingin membeli buku ke Gramedia. Sebenarnya buku yang ingin mereka beli, tersedia di marketplace online, tetapi karena sudah hampir seminggu lebih mereka di rumah saja, akhirnya mereka berniat untuk keluar bareng sambil refreshing. Karena otak mereka sudah cukup lelah dengan materi yang selama ini mereka pelajari. Jika mereka tidak refreshing, bisa-bisa kepala mereka mengeluarkan asap.                 Selama perjalanan, playlist lagu di radio benar-benar menggambarkan suasana hati Alvin seminggu belakangan ini. Tema radio yang sedang diputar, tentang hubungan yang kandas karena masa lalu. Benar-benar membuat Alvin Kembali mengingat mantannya itu. Niat hati ingin refreshing, malah pusing. Selayaknya seorang sahabat, ketika sahabatnya mengalami patah hati, memang lebih enak untuk dibercandain daripada disemangatin. Jovan yang sedang menyetir mobil, iseng membesarkan volume radio tersebut dan bernyanyi dengan kencang, mengikuti lagu yang sedang diputar.                 “Bila.. yang tertulis untukmu adalah yang terbaik untuk ku, kan ku jadikan kau kenangan yang terindah dalam hidupku…” Jovan menyanyikan lagu lawas dengan semangat yang tinggi dan penuh penghayatan, Moreo pun tak mau kalah “Namun, takan mudah bagiku meninggalkan jejak hidupmu yang t’lah terukir abadi sebagai kenangan yang terindah…..”                 Moreo yang duduk dibelakang, terlihat  kegirangan ketika melihat sahabatnya galau. Apalagi Jovan, ia sesekali melihat ke samping untuk memastikan temannya tersebut nangis apa tidak. Belom menangis saja, Jovan dan Moreo tertawa kencang, apalagi kalau nangis.                 Alvin yang duduk di depan, terlihat stay cool dan tidak memberikan respon apapun kepada kedua berhala itu. Ia malah sibuk memperhatikan jalan dan menghiraukan kedua sahabatnya. Bukan karena marah, tapi karena ia tidak mau teman-temannya tahu kalau dia sering mendengarkan lagu itu di rumah ketika ingin tidur.                 “Diem aje lu munk, kesambet kambing bengong lu?” kata Moreo sambil tertawa kecil.                 “Keinget  mantan Mor,” kata Jovan sambil menaikkan alisnya seolah sedang mengejek Alvin.                 “Sorry bro, gua udah move-on,” kata Alvin dengan gaya yang sedikit tengil.                 Kedua temannya hanya tersenyum saja melihat manusia yang satu itu, padahal mereka tau kalau Alvin belum bisa move-on. Apalagi mereka tau kalau Alvin suka mendengarkan lagu galau kalau malam hari. Iya, sebenarnya mereka sudah tau kalau Alvin suka mendengarkan lagu ‘kenangan terindah’. Makanya mereka bernyanyi dengan penuh semangat, saat lagu itu diputar diradio.                 Setibanya di mall, mereka langsung menuju ke Gramedia, untuk mencari buku latihan soal. Jovan dan Alvin lebih dulu menuju Gramedia, sedangkan Moreo pergi ke toilet karena kebelet boker. Pada saat di Gramedia, Alvin langsung menuju ke tempat buku soshum untuk mencari buku yang ia cari, Jovan berlari ke tempat komik untuk membelikan adiknya buku.                 Ketika sedang sibuk mencari buku soshum, Alvin sesekali memperhatikan gerak-gerik seseorang yang mencurigakan. Bagian rak buku tentang pelajaran memang terlihat sepi, jadi hanya beberapa orang saja yang berada disana, termasuk Alvin. Saat itu, orang yang mencurigakan tersebut terlihat seperti orang bingung. Ia terus menerus mondar-mandir di bagian rak buku saintek. Orang itu, totebag berwarna hitam dan memakai hoddie warna gelap dan menutupi seisi rambutnya. Alvin terus memperhatikan gerak-gerik orang tersebut, sembari berpura-pura membaca buku.                 Tak lama kemudian, Alvin melihat orang itu mengambil satu buku dari rak saintek, lalu dimasukkan ke dalam totebag miliknya. Alvin yang melihat hal janggal tersebut langsung menghampirinya dan menghalangi jalannya.                 “Maaf tadi saya, melihat anda mengambil buku, lalu dimasukkan kedalam totebag anda,” kata Alvin langsung to the point.                 “E..engga, saya tidak mengambil apa-apa,” jawab orang itu dengan terbata-bata.                 “Jujur aja, daripada gua teriakin, kalau ada maling disini,” kata Alvin mengancam.                 “I..iyaa gue ngambil buku, tapi plis jangan diteriakin,” kata perempuan tersebut, sambil memohon ke Alvin agar tidak dilaporin. “Gue ngambil buku ini karena gada duit, gue mau lulus perguruan tinggi negeri supaya bisa meringankan beban orang tua gue.”                 Alvin terkejut bahwa pelakunya perempuan, tetapi ia lebih terkejut bahwa ternyata perempuan itu, maling buku untuk bisa lulus perguruan tinggi negeri dan meringankan beban orangtuanya. Sebenarnya jika ia ketangkep, beban orangtuanya akan semakin berat. Ada-ada saja anak muda.                 Alvin yang merasa kasihan dengan perempuan itu pun, langsung menawarkan diri supaya bisa membelikannya buku yang ia mau, dengan catatan, ia harus bisa berubah dan tidak mengulangi perbuatan tercelanya itu, karena bisa menamabah beban orang tuanya.                 “Yaudah gini aja, buku lu gue bayarain, dengan catatan, lu jangan ngulangin perbuatan ini lagi,” kata Alvin kepada perempuan itu.                 “Serius?” tanya perempuan itu, dengan muka yang senang.                 “Iya serius, masa gue bercanda. Tapi lu janji dulu.”                 “Iya iya gue janji”                 Lalu Alvin menuju ke tempat rak buku soshum untuk mengambil buku yang ingin ia beli, setelah itu ia pergi ke meja kasir untuk membayar bukunya dan buku perempuan itu. Perempuan yang bernama Ana itu pun terlihat senang karena ia bisa mendapatkan buku yang ia kepingin. Setelah keluar dari Gramedia, mereka berdua pun saling berbincang di depan toko buku itu.                 “Nih, buku yang lu mau,” Alvin memberikan buku itu kepada Ana. “Btw, siapa nama lu?” tanya nya                 “Nama gue Ana,” perempuan itu langsung menjulurkan tangan                 “Nama gue Alvin.” Mereka saling berjabat tangan. Alvin pun mnegajak Ana untuk duduk di coffeshop sebelah Gramedia.                 “Btw mau masuk univ mana?” tanya Alvin langsung                 “Hmmmm, pengennya si di UNB, Universitas Niat Belajar”                 “Ohhh di Jakarta”                 “Iya, kalau lo?”                 “Gue rencana sih pengen kuliah di Bandung, di Universitas Pengen Belajar”                 “Jurusan?”                 “Ilmu Komunikasi, lo?”                 “Psikologi, sih”                 Setelah beberapa menit mereka berbincang tentang dunia perkuliahan, tiba saatnya Ana pulang. Alvin sempat menawarkan tumpangan kepadanya, tetapi ditolak. Karena baru kenal dan Ana cukup parno dengan kasus penculikan. Memang muka Alvin setengah penculik sih. Alasan Ana kepada Alvin, ia sudah dijemput oleh ayahnya diluar, padahal Ana naik angkutan umum. Akhirnya mereka berpisah, itu adalah pertemuan pertama dan terakhir mereka karena setelahnya Alvin tidak dapat mengontak Ana, begitupun Ana.                 Tak lama kemudian Jovan datang menghampiri Alvin yang sedang duduk ngelamun di café sebelah Gramedia.                 “Kemana aja lu? Gue cariin daritadi,” tanya Jovan                 “Tadi gue keluar duluan karena udah nemu buku yang gue cari,” kata Alvin sambil menunjukkan bukunya.                 Jovan menganggukan kepalanya, lalu ia melihat bahwa ada dua gelas di meja Alvin.                 “Abis ketemuan ama siapa munk?” Tanya Jovan penasaran.                 “Orang asing,” jawab Alvin singkat                 “Orang asing?” tanya Jovan seperi keheranan                 “Iya.. tadi gue ketemu orang asing di Gramedia terus…” Belum selesai Alvin menjelaskan siapa orang asing itu, tiba-tiba Moreo datang dengan muka sumringah seperti baru menang undian.                 “Duh men, lega banget gue,” kata Moreo sambil memegang perutnya.                 “Lama banget lo, berak lo sekebon?” tanya Jovan bercanda                 “Duh bukan sekebon lagi, tapi sekebon,” jawab Moreo ngawur                 “Yeh, sama aja dong,” kata Jovan terlihat kesal dengan kelakukan berhala itu.                 “Btw lu udah pada beli bukunya?” Tanya Moreo                 Alvin hanya menunjuk bukunya, lalu Kembali bermain handphone. Sedangkan Jovan hanya menunjuk komik yang ia beli untuk adiknya. Buku yang ia cari tidak ada di Gramedia.                 “Yaudah deh gue pengen nyari buku dulu, tungguin ya, bentar doang,” kata Moreo yang ingin juga membeli buku untuk belajar UMPTN.                 Kedua berhala itu hanya menganggukkan kepalanya, lalu fokus dengan gadget nya masing-masing. Alvin masih sibuk membuka sosial media untuk mencari akun perempuan yang barusan ia temui tadi, ia lupa menanyakan nama akun sosial medianya dan lupa bertukar nomor whatssapp. Bukan karena Alvin tertarik dengan perempuan itu, tapi ia ingin mengetahui siapa sebenarnya perempuan itu.                 Jovan masih penasaran dengan cerita Alvin tadi, ia lalu meminta temannya itu untuk melanjutkan ceritanya. Alvin pun menjelaskan yang sebenarnya terjadi, ia juga memberitahu Jovan siapa perempuan itu dan apa yang dilakukannya tadi, sehingga membuat Alvin mau menolongnya dan menawarkan makanan kepada perempuan asing itu.                 Mendengar cerita temannya itu, Jovan merasa kagum dengan apa yang dilakukan oleh Alvin, meskipun Alvin suka geser otaknya.                 “Terus gimana? Lu ga tukeran nomor HP?” tanya Jovan penasaran                 “Engga,” jawab Alvin polos                “Dih, bego. Siapa tau dia bisa jadi cemceman lu munk,” kata Jovan                 “Cemceman pala lu kotak, gue males pacaran van”                 “Kenapasih Munk, susah banget Move-on kayanya,” ledek Jovan kepada temannya itu.                 “Move on mah gampang van, kenangannya itu loh yang susah dilupain,”                 “Sama aja kampret,” jawab Jovan kesal dengan temannya itu. Alvin hanya tertawa saja melihat temannya kesal dengan dirinya, padahal dalam dirinya, ia masih ingin Serra Kembali ke hidupnya.     Tak lama kemudian, Moreo pun keluar dari Gramedia dan membawa buku yang ia beli. Ia langsung menghampiri kedua temannya itu dan mengajaknya pulang.                 “Udah beli nih gue, yuk pulang,” ajak Moreo                 “Lu gak makan dulu mor?” tanya Alvin                 “Kaga dah, kenyang gue.”                 Jovan dan Alvin hanya saling liat-liatan. Mereka berdua bingung dengan kelakukan Moreo, dia kan habis berak, kenapa bisa kenyang? Apa jangan-jangan, abis dikeluarin sama dia terus dimasukin lagi lewat mulut. Ihhhhhh jijik. Jovan dan Alvin hanya menggelengkan kepalanya tanda geli karena membayangkan Moreo memakan kotorannya sendiri.                 “Kenapa lu berdua?” tanya Moreo heran melihat kedua berhala itu                 “Engga kenapa kenapa Mor,” jawab Jovan santai sambil tersenyum.                 Mereka bertiga pun, langsung turun ke parkiran dan mengambil mobil milik Alvin, kali ini sang pemilik mobil lah yang mengendarai kendaraan roda empat itu. Alvin pun langsung masuk mobil dan menyetel radio. Lagi-lagi radio itu memutarkan lagu yang bikin Alvin keinget masa lalunya, Moreo dan Jovan hanya tertawa saja melihat muka temannya itu. Seolah-olah semesta memang sengaja membuat Alvin galau setiap hari.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN