Episode 9

1822 Kata
    Sebulan lebih telah berlalu, hari ini akan menjadi hari penentuan apakah Alvin dan teman-temannya akan menjadi mahasiswa atau tidak. Dengan berbekal doa dan percaya diri yang tinggi, Alvin yakin ia bisa lolos ke Universitas Pengen Belajar. Kedua orangtuanya pun yakin kalau anak semata wayangnya itu bisa lolos Universitas negeri pilihannya.                 Pengumuman lolos akan dilaksanakan pada jam 3 sore Waktu Indonesia Barat. Walaupun Alvin sudah sangat percaya diri dengan hasilnya, tetapi ia masih panik dan degdegan semenjak baru bangun tidur. Perutnya terasa mual, padahal tidak ingin berak. Tangannya selalu gemetar setiap kali membuka website UMPTN. Ia tahu kalau pengumumannya jam 3 sore, tetapi ia selalu bolak-nalik membuka website tersebut untuk melakukan cocokologi.                 “Ah ini kayanya lolos deh, soalnya gada foto gue disini,” kata Alvin dalam hati. Pada saat itu lagi duduk diatas Kasur ditemani bantal yang bersarung Real Madrid. Ia terus-terusan meyakinkan dirinya bahwa ia akan lolos. Ia juga selalu menghubung-hubungkan hal yang sebenarnya tidak ada hubungannya dengan pengumuman nanti sore.                 “Hari ini kayanya cerah banget ya, gak kaya biasanya. Tanda-tanda gue lolos kayanya nih,” kata Alvin dalam hati, sambil memandang langit siang itu di dalam jendela kamarnya. Ia selalu berpikiran positif supaya tidak terbawa stress dengan pengumuman nanti.                 “Vin makan,” panggil sang ibu dari lantai bawah. Suaranya yang kencang membuat Alvin kaget.                 “Ah ibu kebiasaan, teriak-teriak mulu. Bikin kaget aja,” gumamnya dalam hati.                 Ia pun keluar kamar dan turun untuk menghampiri sang ibu yang sedang menyiapkan makanan di meja makan.                 “Ibu jangan teriak-teriak, bikin kaget aja,” kata Alvin kepada ibunya.                 “Kamu nya budeg. Ibu udah manggil lebih dari 10 kali, tapi gada tanggapan,” kata sang ibu yang melebih-lebihkan omongannya. Padahal ia baru manggil tiga kali. Begitulah seorang ibu, suka melebih-lebihkan omongan.                 Padahal baru aja Alvin berpikiran positif, sekarang sudah kena omel oleh sang ibu. Alvin juga sadar kalau dirinya salah, tidak mendengarkan panggilan ibunya. Itu semua karena dia hanya bengong di kamar. Pikirannya kosong seperti kena gendam. S                 “Pengumumannya hari ini?” tanya sang ibu.                 Alvin hanya mengangguk-angguk saja seperti kucing toko emas.                 “Kalau gak lolos, gausah kecewa yang penting kamu sudah berjuang,” kata sang ibu yang memberikan nasehat.                 “Iya bu,” kata Alvin pelan. Lalu ia mengembalikan piringnya ke tempat kotor dan mencucinya. Setelah itu ia naik keatas dan masuk ke kamarnya.                 Mendengarkan perkataan ibunya tadi sebenarnya membuat hatinya sedikit lebih lega, karena sang ibu bisa mengerti tentang kegagalan. Dibalik kelegaannya itu, ternyata ia menyimpan sebuah ketakutan tentang gagal Move on. Selain menempuh pendidikan, tujuan ia untuk berkuliah di luar Jakarta karena ia ingin melupakan masa lalunya dan tidak bertemu lagi dengan Serra. Ia tidak mau kejadian di supermarket pada waktu itu terulang lagi. Ia cukup Bahagia dengan pilihan Serra, tetapi ia juga cukup sakit dengan keputusannya itu.                 Hari ini ia benar-benar berharap, semoga Dewi Fortuna berpihak kepada dirinya. Karena tidak mau memusingkan hasil, ia pun berniat untuk tertidur sejenak, supaya bisa membuat otaknya Kembali lebih fresh lagi.                 Jam sudah menunjukkan pukul 5 sore dan Alvin baru terbangun dari tidurnya yang lelap.                 “Sial, gue lupa pasang alaram,” katanya dalam hati.                 Ia pun langsung membuka HandPhonenya dan menadapati kalau grup kelas nya sudah sangat ramai. Ia belum membuka website dari UMPTN, tetapi ia langsung membuka isi pesan dari grup kelasnya tersebut. Banyak dari mereka yang keterima dan ada juga yang tidak. Semakin deg-degan jantung Alvin. Ia juga melihat sebuah pesan dari temannya Jovan dan Moreo melalui grup kelas tersebut. Mereka berdua mengatakan bahwa mereka lolos. Nama Alvin sudah ditag berkali-kali oleh temannya di grup, bahkan Jovan dan Moreo juga sampai mengirimkan pesan pribadi kepada Alvin, menanyakan apakah dia lolos atau tidak.                 “Munk gimana, lolos gak?” tanya Moreo melalui pesan pribadi.                 “Baru bangun gue, belom liat,” kata Alvin membalasa pesan temannya itu.                 Begitupula dengan Jovan, ia menanyakan hal yang sama dan jawaban yang sama pula yang dilontarkan oleh Alvin.                 Dengan jantung yang masih berdegup kencang, Alvin pun memberanikan dirinya untuk membuka pengumuman itu perlahan demi perlahan. Ia membuka website nya dan menuliskan nomor peserta yang ia pakai pada saat ujian. Loading di HP membuat Alvin deg-degan tak karuan. Keadaan jantungnya seperti diacak-acak. Setelah menunggu 1 menit lebih loading dari website tersebut, Alvin mendapatkan tulisan berwarna hijau “selamat anda dinyatakan lulus”                 Ia masih tak percaya dengan tulisan tersebut, akhirnya ia membuka website itu dengan sangat perlahan untuk memastikannya lagi. Ia lakukan hal yang sama seperti yang tadi ia lakukan, bedanya ini sangat pelan. Ketika website tersebut terbuka, ternyata Namanya terpampang jelas dan tulisan yang sama, keluar di website tersebut. Alvin hanya bisa senang dan keluar dari kamar untuk memberitahukan hal ini kepada ibunya.                 “Buuuu,” teriak Alvin dari kamarnya. Ia berlari keluar kamar sambil teriak-teriak. Sang ibu sedang asyik-asyiknya menonton drama turkey pun sampai kaget.                 “Ada apasih Vin?” tanya sang ibu.                 “Ini bu Alvin lolos,” kata Alvin sambil menunjukkan hasil pengumuman tersebut kepada sang ibu.                 Sang ibu pun langsung melihat pengumuman yang diberikan oleh Alvin dan tersenyum senang. Ia senang karena anaknya akan menjadi seorang mahasiswa, tetapi disisi lain ia juga sedih karena tak terasa waktu secepat itu berlalu. Ia sedih karena anaknya akan merantau walaupun masih disekitaran pulau jawa. Sang ibu pun menawarkan hadiah apa yang Alvin mau.                 “Mau hadiah apa kamu?” tanya sang ibu yang sangat mengapresiasi usaha anaknya itu.                 “Martabak coklat aja bu, udah enak,” kata Alvin.                 “Yaudah, nanti ibu bilangin ke ayah untuk bawain martabak.”                 Alvin pun langsung naik keatas dan masuk ke kamarnya lagi. Ia juga langsung memberitahu kedua temannya bahwa ia lolos.                 “Lolos gue,” kata Alvin, ia mengirim pesan ke grup mereka, yang isinya Moreo, Jovan dan dirinya.                 “Yap mantap, akhirnya kita ke Bandung,” balas Jovan.                 “Yoiiii,” balas Moreo juga.                 Karena hari sudah sore, Alvin pun berniat untuk mandi karena badannya sudah bau asam. Rasa deg-degan yang tadi ia rasakan, sekarang telah menghilang menjadi rasa senang. Senang karena lolos pengumuman dan perjuangannya belajar tidak sia-sia. Ia juga senang akan pergi dari Jakarta, untuk menghilangkan rasa patah hatinya itu.                 Selesai mandi, ia langsung membuka HP nya untuk melihat-lihat kosan di Bandung yang enak. Teman-temannya juga ikut mencari. Kalau Moreo mencari kos-kosan yang dekat dengan tempat komedi. Semenjak ia mengikuti acara komedi 2 pekan lalu, Moreo menjadi sangat senang dan semakin penasaran untuk tampil di depan umum.                 Sebenarnya Alvin juga senang bisa tampil di acara komedi kemarin, karena bisa dibilang, stand up comedy bisa menjadi ajang Latihan dia untuk berani berbicara dihadapan umum. Stand up comedy juga bisa menjadi tempat mengasah skill public speaking. Hal ini dapat berguna untuk meningkatkan skill serta memperluas relasi di dunia hiburan.                 ketika ayahnya pulang, Alvin pun langsung memberitahu tentang pengumuman lolosnya itu. sebenarnya ayahnya sudah tau dari sang ibu. Karena ketika Alvin memberitahu sang ibu tentang pengumumannya tersebut dan meminta martabak. Sang ibu langsung memberitahu suaminya tersebut kenapa anaknya tiba-tiba meminta martabak.                 “Jadi udah nyari kosan?” tanya sang ayah yang baru pulang daRI kantor.                 “Belum yah,” kata Alvin sambil memakan martabak.                 “Milih yang satu rumah aja, biar kamu sama teman-teman kamu bisa se rumah,” saran ayahnya.                 Alvin mengangguk tanda setuju dengan saran ayahnya tersebut.                 “Bibi Juleha katanya mau kesini,” kata sang ibu yang datang membawakan minuman dari arah dapur.                 “Mau ngapain bu?” tanya Alvin.                 “Iyaa, selama kamu ngekos di Bandung, bibi Juleha yang akan bantu-bantu ibu. Ibu juga mau buka usaha kecil-kecilan disini biar ada kerjaan aja,” kata sang ibu menjelaskan maksud kedatangan adiknya itu.                 “Kapan datengnya?” tanya Alvin.                 “Palingan lusa,” balas sang ibu.                 Mereka pun saling berbicara dan bercanda di ruang keluarga tersebut. Alvin juga bercerita kalau ia pernah tampil di depan banyak orang untuk ber- stand up comedy. Ia juga berniat untuk mencari kos yang dekat dengan kampus dan tidak jauh dari tempat-tempat nongkrong. Tempat nongkrong tersebut ternyata sering kali menampilkan orang-orang yang suka stand up comedy.                 Setelah itu Alvin naik keatas dan Kembali ke kamarnya. Karena suasana hatinya sudah mulai tenang, ia pun mengajak ketiga temannya untuk bermain Mobile Legends.                 “Rank yuk,” kata Alvin mengirim pesan melalui grup nya.                 “Gas lah, udah lama ini,” balas Jovan.                 “Ayooo, tapi jaringan gue ngelag,” kata Moreo.                 “Yaudah sini aja dah, biar enak juga komunikasinya,” kata Alvin menawarkan untuk bermain di rumahnya aj.                 Jovan dan Moreo pun akhirnya datang ke rumah Alvin. Jarak rumah mereka berdua tidak terlalu jauh jika ke rumah Alvin. Hanya beda beberapa gang saja. Tidak sampai 5 menit, kedua berhala tersebut sudah ada di depan rumah Alvin. Mereka pun langsung salam kedua orangtua Alvin yang sedang berbincang di teras rumah dan langsung naik ke atas ke kamar Alvin.                 Ketika sudah sampai, mereka pun mengetuk pintu kamar Alvin dan langsung masuk ke kamarnya.                 “Login sekarang bray,” kata Alvin ketika kedua temanya itu sudah tiba di kamarnya.                 “Gasss,” kata Jovan.                 “Boleh ngerokok ga Munk?” tanya Moreo.                 “Boleh,” kata Alvin sambil membuka jendela kamarnya.                 “Ngerokok diluar jendela aja Mor,” kata Alvin menyuruh Moreo di luar jendela kamarnya. Jendela kamar Alvin tidak langsung genteng, tetapi memiliki mini balkon, biasa dipakai untuk menjemur kain. Luasnya hanya sekitar 2 sampai 3 meter, cukup untuk 2 orang atau lebih. Moreo pun keluar jendela Alvin dan menyalakan rokok nya sambil memegang Hp dengan miring.                 Anak-anak zaman sekarang memang lebih suka ngumpul dengan HP yang miring dibandingkan saling bercerita, tetapi ketiga orang ini tidak seterusnya sibuk dengan gadget masing-masing. Ada kalanya mereka suka bertukar cerita dan saling tertawa mendengar cerita satu dengan yang lainnya.                 Diantara ketiga orang tersebut, Jovan lah yang paling jago dalam bermain video game. Dia sering kali mengikuti tournament-tournament online di beberapa acara-acara. Ia juga pernah juara 2 dalam tournament online yang di selenggarakan oleh kampus negeri di daerah Malang. Selain suka dunia puisi, Jovan juga suka dengan dunia game.                 Sambil bermain game, mereka juga sambil bercerita tentang suasan kota Bandung.                 “Gue bakalan ketemu cewek yang waktu itu nih,” kata Jovan sambil fokus bermain gamenya.                 “Masih inget mukanya?” tanya Alvin.                 “Masih lah, terpampang jelas dikepala gue,” kata Jovan.                 “Weh itu tower atas, jagain. Jangan cewek aja yang diomongin,” teriak Moreo dari luar.                 “Morn tr lagi lu dilempar sapu lidi sama tetangga sebelah karena teriak-teriakkan,” kata Alvin sambil tertawa.                 “Mending sapu lidi Munk, kalau kuntilanak yang gak seneng sama dia gimana?” kata Jovan juga tertawa.                 Moreo langsung diam dan tidak mau teriak lagi. Yang tadinya duduk menjauh dari jendela, kini ia sudah mulai duduk di dekat jendela.                 “Takut lu?” tanya Alvin.                 “Kaga. Banyak nyamuk disana,” jawab Moreo yang sedang berbohong. Padahal cuaca malam itu lagi dingin jadi sedikit nyamuk yang datang.                 Jam sudah menunjuk pukul 10 malam dan mereka juga sudah mengakhiri permainannya. Jovan dan Moreo pun berpamitan pulang kepada Alvin, lalu kepada kedua orang tuanya Alvin.   
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN