02 - Bantai Ribuan Orang

2024 Kata
Lalu setelah itu, sepulang sekolah. Dengan seragam putih abu yang sudah agak lusuh. Arma berjalan bersama seorang laki-laki tampan yang gaya rambutnya cepak ala tentara, kulit putih hampir seputih Arma, badan tegak dan sedikit tinggi darinya. Ya, dia adalah Gara Ananda. Benar. Namanya biasa dan tak ada bagus-bagusnya. Biar begitu dia adalah teman baik, teman sekelas, sekaligus teman Arma dari sejak kecil. Sembari berjalan menelusuri trotoar Arma mendongak ke atas, melihat langit jingga, langit sore di mana mentari akan tenggelam dan berotasi ke posisi lain bumi ini. "Enak hari ini, pelajaran terakhir—MTK bisa dilewatin. Terus kita semua jadi disuruh langsung pulang. Udah gitu gara-gara kejadian bunuh diri tadi, selama dua hari sekolah jadi diliburin," kata Arma. Membuat Gara langsung menengok ke arahnya. "Parah! Lo bener-bener parah, Ma. Lo ngomong kayak gitu sama aja lo bersyukur sama kejadian barusan," ujar Gara. Arma menengok dan menatap Gara dengan tatapan dingin. Tersenyum hambar dan berkata, "Lo enggak tau aja, ketiga orang yang tadi bunuh diri itu orangnya kayak gimana. Gue yakin banyak orang-orang di sekolah ini yang bersyukur. Bersyukur karena mereka bertiga udah ancur kepalanya." "Banyak yang bersyukur? Hah, emangnya mereka bertiga salah apa?" Dengan sorot mata penuh amarah Arma menjawab, "Banyak! Mereka orang-orang biadab, hobi nyiksa, keji, pokoknya enggak ada hati." "Emangnya iya? Tapi, setau gue mereka itu cuma sekedar tukang palak," kata Gara karena hanya itu yang dia tau. "Gar, lo mau tau enggak?" tanya Arma seraya menengok ke depan, menatap lurus ke jalan. Ya, Arma ingin mengalihkan pembicaraan dan mengganti topik obrolan. "Apaan?" "Tadi pagi gue denger berita yang bener-bener enggak enak didenger. Katanya tadi malem di kota kita ini, di Bogor. Ada penemuan mayat bocah perempuan. Matanya ilang, jantung, paru-paru, ginjal, sama organ vital lainnya udah enggak ada lagi di badan." Itu informasi manis yang keluar dari mulut dan lidah Arma. Membuat Gara langsung takut, juga sedikit menjaga jarak. "Gi-gila, kenapa tiba-tiba ngasih info begituan? Serem, Ma," ucapnya. "Ya, gimana menurut lo?" Gara langsung menelan ludah. "Enggak usah ditanya. Itu pembunuhan, pencurian organ dalam, ulah sindikat pencurian organ dalam manusia. Buat dijual ke Black Market atau dijual ke Deep Web," ujarnya dengan rasa ngeri. Sekedar info manis: Black Market adalah sebuah pasar ilegal di mana orang-orang mempraktekan sebuah jual beli barang-barang imut dan manis seperti: senjata api ilegal, bom, racun, hewan-hewan langka, p********n manusia, narkoba dan barang-barang imut lainnya—termasuk organ dalam manusia. "Bener, gue juga mikir gitu. Pasti ulah sindikat pencurian organ dalam manusia. Gila, sekarang organ dalam manusia lagi mahal harganya. Sekali jual bisa langsung kaya raya. Tapi, gue bingung. Kok tega, ya? Ngebunuh orang demi kepentingan diri sendiri, demi uang. Ditambah yang namanya ngambil organ vital kayak gitu, ngebedah korbannya harus keadaan hidup-hidup," ucap Arma. "Iya, tapi pastinya korban disuntik obat bius dulu, Ma. Walau badannya dibedah hidup-hidup pastinya korban enggak bakal ngerasain sakit." Malah itu yang Gara katakan. Sok tau pula, seakan dirinya pernah mengalami hal indah itu. "Bego, biar begitu yang namanya badan dibelek, dirogoh, dipotong, diambil hidup-hidup organ vitalnya. Pasti rasa sakit bakal kerasa banget. Coba bayangin badan lo ditelanjangin, mata lo dicongkel hidup-hidup, badan depan lo dibelek, paru-paru lo ditarik, dicabut, terus jantung lo juga, dikeluarin, urat-urat jantung lo digunting, abis itu perut lo dibelek juga, ginjal lo dirogoh, isi perut diobok-obok, ditarik, diambil paksa, terus—" "Udah-udah, jangan diterusin, Ma! Ngilu dengernya." Gara memotong ucapan Arma. Lalu berkata lagi, "Intinya itu orang, orang jahat, enggak manusiawi. Orang-orang kayak gitu biasanya orang-orang t***l pemuja agama sesat—agama duit, seakan-akan ngejadiin duit sebagai Tuhan. Demi duit, demi harta, demi kekayaan rela ngelakuin kejahatan, rela ngebuat orang-orang enggak bersalah jadi menderita." Bahkan Gara pun kesal dengan mereka. "Kesel enggak sama orang kayak gitu?" Arma bertanya. Dan dijawab dengan anggukan oleh Gara. "Kalo misalnya orang-orang jahat kayak gitu mati, menurut lo gimana, Gar?" "Bagus, mendingan mereka lenyap, pergi ke neraka." Nada suara Gara terdengar membara. Arma langsung tersenyum miring. "Ya, gue juga mikir kayak gitu kok. Orang-orang kayak gitu pantesnya cepet-cepet ke neraka." Itulah ucapan yang keluar dari mulut Arma. Kemudian di dalam hati Arma juga berkata, "Tapi tenang, semua itu bakal gue lakuin. Gue bakal ngerevisi dunia ini, bakal gue kirim mereka semua ke neraka!" Obrolan lagi seru-serunya. Namun, mereka berdua sudah sampai di sebuah perempatan. Mereka berhenti, saling berhadap-hadapan dan saling bertatapan. "Gue duluan," ujar Gara. Dengan telapak tangan kanan yang mengepal—Gara menjulurkan tangan itu, berniat untuk tosan dengan Arma. "Iya." Arma membalas tosannya. "Besok jangan lupa ke rumah gua!" pinta Arma. "Pasti." Gara mengangkat jempol, tersenyum kecil lalu pergi ke arah kiri—lantaran itulah rute untuk pulang kerumahnya. Sedangkan Arma—dia harus belok ke kanan, menyebrang jalan dan harus berjalan sendirian. Sangat disayangkan padahal obloran manis mengenai organ dalam manusia lagi asik-asiknya dibicarakan. Tapi mereka dipisahkan oleh rute perjalanan pulang yang berlawanan. "SMK Tribrahma 2 Bogor sore ini mengalami peristiwa yang sebelumnya tak pernah terjadi. Bagai duri yang menancap di dalam hati sebuah kabar sedih terlukis di sekolah ini. Tiga siswa kelas dua belas dinyatakan meninggal setelah melompat dari atap sekolah. Kasus ini dinyatakan sebagai kasus bunuh diri. Polisi dan para penyidik sedang mencari motif bunuh diri tersebut," ucap dari seorang pembawa acara berita di TV. Mendengar dan menonton berita tentang sekolahnya itu membuat Arma tersenyum gembira. "Tukang bully emang harus dicabut nyawanya, harus dipecahin kepalanya," pikir Arma dengan pemikiran yang begitu puitis. Arma mengangkat remot dan langsung menekan tombol off. Ya, sekarang ini, di malam ini Arma sedang berada di kamarnya. Kamar yang terletak di lantai dua. Kamar itu benar-benar terlihat bersih dan rapi. Kamar Arma adalah kamar bernuansa putih. Cat tembok, kasur, kulkas, lemari, meja belajar, komputer dan peralatan lainnya putih mendominasi. Bahkan baju tidur yang ia kenakan juga berwarna sama. Namun, hal itu tidaklah penting untuk dibahas sekarang ini. Yang terpenting saat ini adalah buku putih yang ada di genggaman tangan Arma. Buku itu, buku bernama Control Book. Buku yang mampu mengendalikan tubuh manusia. Bayangkan wajah seseorang, tulis nama lengkapnya di Control Book dan tulis sebuah perintah untuknya! Maka dalam tiga detik orang itu akan menjalankan perintah tersebut. Itulah cara untuk menggunakan Control Book, dan itu tertulis di sampul belakang. Arma menatap dan tersenyum miring melihat buku tersebut. "Control Book," gumam Arma membaca tulisan hitam yang ada di sampul depan. "Oke, sekarang waktunya buat nyoba seberapa hebat buku pengendali tubuh ini," ucap Arma seraya duduk dan meletakan Control Book di atas meja belajar. Terlebih dahulu Arma menyalakan layar komputer yang ada di depan mata, menekan tombol on pada mesin, juga tak lupa menarik keyboard. Setelah semuanya siap dan menyala, Arma langsung membuat jari-jemarinya menari-nari di atas keyboard. Untuk sentuhan akhir Arma menekan tombol enter. Seketika sebuah streaming TV langsung muncul di layar. Ya, Arma menonton TV melalui komputer. Sebuah suara klik terus bermelodi dari mouse yang ia tekan berkali-kali. Ia mencari-cari sebuah acara TV yang sedang ditayangkan secara live. "Nah, ketemu," gumam Arma—lantaran dia baru saja menemukan chanel TV bernama RCTU. Sekarang ini chanel RCTU sedang menanyakan sebuah acara Talk Show Comedy yang sedang tayang secara live. Acara itu dibintangi oleh artis bernama Rofi Ahmed dan Nagisa Silvana. Di acara TV mereka terlihat sedang tertawa seraya berbincang-bincang dengan rasa girang. Arma tersenyum licik melihatnya. "Ya, mereka berdua bakal gue jadiin kelinci percobaan." Arma langsung meraih pulpen dan membuka Control Book. Seperti yang tertulis di sampul belakang Control Book. Untuk mengendalikan tubuh orang ada tiga tahapan yang harus dilakukan: bayangkan wajah seseorang, tulis nama lengkapnya di Control Book, dan tulis sebuah perintah untuknya. Arma mulai memejamkan mata, membayangkan kedua wajah calon korban. Setelah membuka mata kembali, ia langsung menulis di Control Book. "Rofi Ahmed, Nagisa Silvana sekarang juga kuperintahkan untuk berdiri dari tempat duduk, lalu melompat-lompatlah sebanyak lima kali dan berputar-puratlah sebanyak tiga kali!" Itulah yang Arma tulis di Control Book. Arma mengangkat kepala, menatap ke layar komputer, menghitung dan menunggu efek dari Control Book bekerja. Satu, dua, tiga. Dan, ya, apa yang Arma tulis di Control Book benar-benar terjadi. Kedua artis itu menjalankan perintah yang sudah ia tulis. Namun, setelah Roffi Ahmed dan Nagisa Silvana melakukan itu, mereka berdua terlihat celingukan, kebingungan, seperti orang amnesia lupa dengan apa yang baru saja mereka lakukan. "Oh, gitu ya. Setelah mereka ngejalanin perintah yang udah gue tulis, mereka bakal lupa, enggak inget sama itu," pikir Arma. Arma menekan-nekan lagi mouse—nya untuk mengganti chanel TV. Mencari lagi acara lain yang juga sedang ditayangkan secara live. Tak butuh waktu lama akhirnya ketemulah chanel TV bernama INDOSIRA. Sekarang ini di chanel INDOSIRA sedang menayangkan acara masak yang ditayangkan secara live. Acara itu dibintangi oleh chef Deri Cahyaji. Dengan lincah dan terampil chef itu memotong, mencincang-cincang dan memutilasi daging sapi secara rapi dan terperinci. "Kelinci percobaan yang lumayan bagus." Dengan segera Arma langsung menuliskan sesuatu lagi di Control Book. "Deri Cahyaji kuperintahkan untuk terbang dan memukul langit-langit hingga berlubang!" Ya, itu yang Arma tulis. Arma langsung menatap layar komputer lagi, menghitung dan menunggu. Namun setelah tiga detik ternyata tidak terjadi apa-apa, perintah yang Arma tulis tidak dikerjakan oleh chef Deri Cahyaji. Dari situ Arma mengerti. Bahwasanya menuliskan sebuah perintah yang tak masuk akal seperti: menyuruh orang terbang, menyuruh orang mengeluarkan leser dari mata, itu, adalah ke-tidak mungkinan. Itu sudah di luar kemampuan tubuh manusia. Tentunya perintah seperti itu tidak akan bekerja. "Walau baru sedikit, seenggaknya gue udah mulai paham sama buku ini." Arma menarik nafas panjang. Dengan sorot mata yang dipenuhi kebencian. Arma berkata di dalam hati, "Stop main-mainnya! Sekarang waktunya. Buku pengendali tubuh ini, bakal gue pake buat merevisi dunia, dunia yang udah kelewatan rusak. Ya, dunia busuk ini!" "XXMX." Itulah yang Arma ketik dan buka di Google. XXMX adalah sebuah situs sesat yang menyediakan jutaan gambar-gambar dan vidio-vidio porno penuh kebejatan. Arma membuka situs ini bukan untuk menonton atau menikmati vidio-vidio porno. Melainkan untuk meng-klik sebuah link bertuliskan artist information yang ada di situs itu. Terbukalah segala informasi-informasi dari para penjahat berkedok artis porno. Informasi itu meliputi: foto para artis, asal negara, nama lengkap, umur, jumlah film porno yang telah dimainkan, tingkat kepopuleran dan identitas lainnya. Namun informasi yang Arma butuhkan hanyalah dua hal: foto dan nama lengkap. Hanya itu, karena wajah dan nama adalah persyaratan untuk menggunakan Control Book. "Lo semua bakal gue hukum hari ini," gumam Arma seraya tersenyum manis di depan layar komputer. Dengan penuh kebencian menatapi foto-foto para artis porno. Kalian harus tau! Film porno adalah bentuk dari salah satu noda kejahatan yang melumuri dunia ini. Bagaimana cara menghapus film-film porno yang sudah tersebar luas di dunia? Jawabanya: tak ada. Tak ada yang mampu menghapus film-film itu. Namun masih bisa untuk diusahakan, dihentikan dan diminimalisir. Bagaimana caranya? Ya, bunuh para artisnya. Agar mereka tak memiliki nyawa lagi, agar mereka tak mampu untuk syuting film-film porno lagi. Kenapa harus dibunuh? Memangnya film porno seberbahaya itukah untuk dunia? Hem ... ya, bagi Arma film porno adalah salah satu sumber racun yang mampu menghipnotis banyak orang untuk melakukan kejahatan. Di dunia ini banyak sekali penikmat film porno, terutama para lelaki. Akibatnya sebuah rasa nafsu untuk mempraktekkan adegan yang ada di film muncul di benak penonton, nafsu untuk memperkosa bisa-bisa mulai tumbuh dari situ. Sudah banyak kasus-kasus pemerkosaan di dunia ini: anak yang menyetubuhi ibunya sendiri, ayah memperkosa anak kandung hingga hamil, siswi SMK diperkosa puluhan siswa hingga mati di lokasi, kasus guru menyekap murid belasan minggu sekaligus memperkosanya sebelas kali perhari, dan bahkan banyak dari kasus itu yang mengakibatkan kematian atau pembunuhan. Hal itu bermula dari mana? Ya, sebagian besar terinspirasi dari film porno. Maka dari itu Arma harus menulis di Control Bool—nya. Secara satu demi satu Arma melihat wajah dari ribuan artis porno, kemudian menuliskan nama lengkap mereka ke dalam Control Book. Lembaran demi lembaran ia isi dengan tulisan nama-nama para artis porno. Setelah ribuan nama sudah tertulis. Untuk sentuhan akhir sebuah perintah bunuh diri ia tulis untuk mereka. "Tidak perduli di mana kalian berada, tidak perduli apa yang sedang kalian lakukan, sekarang juga ambil sebuah pisau dan pergilah ke atas gedung! Dengan pisau yang ada digenggaman tusukan itu ke kerongkongan, lalu lompatlah dari sana, lompat hingga mati di tempat!" Itu perintah yang Arma tulis. Demi merevisi dunia, demi umat manusia, dan demi menciptakan dunia yang lebih baik. Kejahatan harus dilawan dengan kejahatan yang lebih jahat lagi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN