Hurt 2

1213 Kata
Ana POV. Aku perlahan terbangun di sebuah kasur berukuran king size, dengan warna dominan abu-abu. Jika dilihat dari gaya kamar ini. Sepertinya pemiliknya adalah seorang laki-laki. Ku sibakkan selimut berwarna abu-abu itu, dan turun ke arah pintu, kala kenopnya berputar sehingga aku mundur beberapa langkah ke belakang. Menghadirkan seorang perempuan dengan pakaian yang sangat rapi. Ah, ataukah dia memang seorang Dokter. "Kamu sudah bangun?"tanya nya. Dia meletakkan tas yang dibawanya ke atas meja. "Anda siapa? Kenapa saya ada di sini?" desakku. Dia tersenyum padaku. "Silahkan berbaring. Saya akan periksa dulu." Aku mengikuti permintaannya dan berbaring di atas ranjang besar itu. Di rumahku yang sekarang, kasurku tidak sebesar ini lagi. Setelah Rehan meninggalkanku. Aku pindah ke kontrakkan kecil. Aku tidak mau tinggal di sana lagi. Tapi aku juga tidak mungkin pulang, dengan keadaanku yang seperti ini. Kedua orang tuaku tidak boleh tahu, kalau aku sedang hamil anak orang lain. "Keadaan kamu baik-baik saja." Dia melepas stetoskopnya. Dan meletakkan benda itu di dalam saku jas kebesarannya. "Ini ada resep, kamu berikan saja pada pak Rama!" Pak Rama! Siapa dia? Dokter perempuan itu sepertinya mengerti kalau aku memang tidak tahu menahu soal lelaki yang dia sebut 'Pak' itu. "Kalau begitu, biar saya yang sampaikan nanti." Dia menarik kembali resep yang hampir ia berikan padaku. "Dia lelaki yang sangat terhormat. Dia pemilik Villa ini!" Vila? Jadi aku saat ini berada di sebuah Vila. "Ini di mana ya?" Dia kembali tersenyum. "Bogor! Apa kamu tidak tahu, kalau pak Rama membawa kamu kemarin malam. Beliau bilang, kamu pingsan dan ia bawa ke sini. Karena kebetulan beliau sedang ada pekerjaan di sini." Aku waktu itu lari dari tempat pemeriksaan. Kemudian bertemu dengannya di koridor. Apakah dia yang menyebut namaku kala itu? Aku sungguh ingin bertemu dengannya. Dan melihat seperti apa wajahnya. "Maaf, Dokter. Apa pak Rama itu sudah punya Istri? Atau anak?" Dokter itu menggeleng dengan sebuah kekehan. "Kamu jangan mikir, karena saya panggil dia dengan sebutan Bapak. Kamu nyangka kalau dia sudah tua, dia itu masih muda. Kemarin, dia baru berumur dua puluh delapan tahun." Dia merapikan alat kerjanya. "Dan dia masih single, alias perjaka sejati. Tapi kamu harus hati-hati, fans fanatiknya pak Rama, berada di mana-mana. Kalau kamu tidak pintar-pintar menyembunyikan diri. Kamu bisa diserang mereka." Duh, kenapa aku harus bertemu dengan orang macam dia. "Oh, gitu ya Dok. Apa dia juga seorang artis?" Dia menggeleng. "Bukan, tapi dia lebih terkenal dari pada artis. Dia lebih hebat dari pada seorang artis. Dia pengusaha besar yang bisa memberikan kamu apa saja." Dia mendekat. "Asal kamu setia aja sama dia." Apa katanya! Aku harus setia? Memangnya dia siapa! *** Aku berjalan menuruni tangga satu-persatu. Villa ini benar-benar besar. Terlihat dari bagaimana luasnya setiap ruangan yang ada pada rumah ini. Berhasil melewati ruang tamu, aku melihat beberapa lelaki berjas hitam sedang berlatih. Mereka terlihat memegang pistol yang diarahkan pada target kira-kira sejauh dua puluh meter. Salah satu lelaki berseragam itu, sepertinya menyadari kalau aku turun. Dia menghampiriku. "Ada yang bisa saya bantu, Nyonya?" tanyanya dengan menunduk hormat. Aku jadi bingung, aku di sini bukan siapa-sapa. Kenapa dia begitu terlihat menghormatiku? "A-aku hanya ingin pulang?" jawabku, terbata. Aku agak seram melihat lelaki tampan berseragam hitam ini. Dia memegang pistol, seolah akan menembakku. "Tapi tuan sedang tidak ada di sini. Saya minta maaf, karena tidak bisa mengijinkan Nyonya pergi dari sini," jelasnya dengan sopan. Aku tidak menjawab, aku menatap pada beberapa orang itu. Ah, lebih tepatnya aku sedang mencari celah agar bisa berlari dari tempat ini. Aku ada janji dengan pembeli rumahku. Kalian jangan berpikir, karena aku marah pada Rehan, lalu aku tidak menerima pemberian rumahnya. Tidak! Aku tidak sepolos itu, dan pura-pura tidak butuh. Aku menerima rumah itu. Dan akan aku jual. Lalu uangnya akan aku pakai untuk memulai usahaku. "Kenapa? Saya mau pulang! Kenapa saya harus menunggu tuanmu? Memangnya dia siapa?" Aku tidak tahu apa yang menyebabkan lelaki tampan berseragam ini wajahnya berubah tegas. Namun aku sepertinya kata-kataku keterlaluan. Tuan terhormat! Aku penasaran seperti apa wajahnya. Dia pasti tinggi gendut dan brewokan. Lalu suaranya besar kuat, seperti suara mahluk hutan. "Sebaiknya Nyonya masuk lagi ke kamar!" Lihat! Kenapa dia membentakku? Hay! Aku ini bukan bawahannya atau siapa pun untuk lelaki ini. Aku ini ANA! Perempuan yang bukan siapa-siapa mereka! Mereka tidak punya wewenang untuk mengaturku. Siapa pak Rama itu? Dan kenapa aku harus menurut padanya! TOLONG BERIKAN AKU JAWABAN! "Kamu enggak ada hak buat ngatur saya! Dan kita gak saling kenal ya! Jadi permisi!" Aku berjalan melewati, kala lelaki berseragam itu menangkap tanganku. Namun aku tentu saja tidak mau menerima ini. Hingga aku menggigit tangannya, dan menendang aset berharganya. Sehingga laki-laki tampan itu meringis dan meraung kesakitan. Aku berhasil meraih pistolnya, lalu berlari ke luar dengan menembak asal para bodyguard yang mengalangi. Kalian tahu, aku ini belum pernah memegang pistol. Jadi ketika memegangnya saat ini, tanganku gemetar. Dan dengan bodohnya aku menembak apa saja dan ke mana saja arahnya. Yang penting para bodyguard itu tidak dapat menangkapku. Dan karena beberapa kesalahan dan aku yang nekat ini. Ada beberapa bodyguard yang tertembak kakinya. Sehingga mereka tidak bisa mengejarku. Duh, aku seperti sedang berada di sebuah film agen-agen negara yang sedang di kirimkan ke sebuah tempat mafia. Untuk mencari sang tersangka. Keren ya ... seandainya ada yang seperti itu. Maksudku, di negara kita ada agen khusus yang cantik gitu, terus di kirim ke sebuah tempat di mana para mafia berada. Aku rasa, aku adalah orang pertama yang akan memujanya. Ok, balik lagi ke topik. Aku saat ini berlari ke luar pintu utama dengan tembakan yang tidak henti kulakukan kesembarang arah. Ada yang kena kaca, pintu, tembok, atau para bodyguard itu. Aku sungguh tidak peduli. Intinya aku harus segera keluar, dan sebentar lagi aku sampai di depan pintu gerbang. Sedikit mengingat di film-film action. Kalau membuka gembok kunci gerbang, aku harus menembaknya. Dan yang aku lakukan adalah begitu. Beruntungnya tepat sasaran, sehingga gerbang pun terbuka. Dan dengan senyuman bangga aku keluar dari sarang para buaya itu. Kala aku menabrak sebuah d**a bidang dengan aroma parfhum yang membuatku tergugah. Aku mundur beberapa langkah. Dan menadapati tatapan kedua mata biru yang mengagumkan. Hidung mancung yang memabukkan, dan sepasang bibir merah yang membuatku mengerjap. Kenapa ada malaikat di sini? Kami sama-sama terdiam. Aku seolah kehilangan semua sikap liarku. Yang ada hanyalah tatapan indah itu tertuju padaku. Aku seperti kehilangan kemarahanku yang tadi. Masih saja menatapnya bingung, kala dari dalam menyeruak keluar. Sepertinya para bodyguard itu. "Pak Rama! Akhirnya anda datang. Dia telah menembak tiga teman saya!" Apa-apa katanya! Dia Pak Rama? Mulutku menganga, membuat Pak Rama menggeleng dan menghela napas takjub. Dia menunduk dan sepertinya akan berkata padaku. Namun dengan sigap aku menodongnya. "JANGAN DEKAT-DEKAT!" Dia mengerjap, dan tersenyum lembut. Mengangkat kedua tangannya ke atas kepalanya. "Baik, Ana ... saya menyerah." Dia memanggil namaku? Aku menodongnya. "Saya mau pulang!" tegasku. Dia mengangguk. "Baiklah, kamu bisa pulang tapi ...." dengan gerakkan cepat dia meraih pistolku. Dan membuatku berada di dekap eratnya. Sial! Kenapa dia cepat sekali. Aku meringis dan berusaha melepaskan diri. Namun tentu saja itu tidak akan berhasil. Lelaki ini sangat tinggi dan berotot. Mana bisa aku mengalahkannya. Jadi kondisiku saat ini, sudah bisa kalian tebak. Aku seperti seekor tikus yang sudah ditangkap oleh kucingnya. Kedua lengan kokoh itu, benar-benar menahanku kuat. Dia menunduk dan tersenyum padaku. "Maaf Nona kecil! Kamu adalah milik saya mulai saat ini!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN