***
"Menikahlah dengan Michael dan buatlah dia jatuh cinta dan bertekuk lutut padamu. Kalau kau gagal, maka kau wajib mengembalikan 100 juta dolar ku!" Al menambahkan dengan tegas.
Jihan menggelengkan kepala dengan kedua mata berkaca-kaca. Dia tahu tantangan ini sangatlah berat bahkan mustahil bisa dia lakukan, sebab dia tahu persis bahwa pria yang bernama Michael itu sangat membencinya.
"Uncle—," Jihan mencoba bicara, namun Al mengangkat tangan sebagai isyarat meminta Jihan untuk tidak membuka suara. "Ini bukan penawaran, tetapi ini adalah perintah!" ucap Al tegas.
—*—
Sehari sebelumnya…
New York, USA…
“Apa?” Jihan membelalak kedua mata, “apa maksud, Mom, ingin menjualku? Aku haruskah percaya ini?” ia menatap dengan tidak percaya pada wanita paruh baya yang merupakan ibu tirinya, Claudya.
“Itu satu-satunya jalan, Jihan. Aku terlilit hutang, dan flat tempat tinggal kita belum kita bayar sewaannya,” ujar Claudya sambil mencoba menyakinkan Jihan dengan wajah sedih.
“Tapi hutang apa yang membuatmu sampai seperti ini? Kita hanya tinggal berdua saja di kota ini, Mom. Dan selama aku bekerja, aku selalu menyisihkan setengah gajiku untukmu, untuk kebutuhanmu,” tegaskan Jihan.
“Sayang, uang segitu tidak cukup untuk kebutuhan kita. Itulah sebabnya aku terlilit hutang, dan aku juga... aku tertipu,” suara Claudya terdengar sendu.
“Tertipu? Bagaimana bisa, Mom?” Jihan kembali dibuat terkejut.
“Aku rencana akan investasi dan ternyata itu penipuan,” ujar Claudya. “Saat itu terlihat begitu menjanjikan, Jihan. Aku terpana dengan harapan-harapan palsu yang diberikan. Aku merasa sangat menyesal telah membawa kita ke dalam masalah ini. Aku tidak tahu harus bagaimana lagi.” Claudya melanjutkan dengan suara gemetar, mencerminkan kesedihan dan penyesalan yang mendalam.
Jihan terdiam, matanya mencerminkan kebingungan dan kebimbangan. Ekspresi wajahnya menggambarkan perasaan campuran antara kekecewaan, ketidakpercayaan, dan amarah yang tumbuh di dalamnya.
Terlihat jelas bahwa dia sedang berjuang untuk menyeimbangkan antara keinginan untuk percaya pada ibu tirinya dan rasa frustasi karena situasi yang sulit.
Kemudian Jihan menggeleng pelan. “Tidak. Aku tidak setuju dengan keinginanmu. Selama ini aku memang bekerja di club, tapi bukan berarti aku mau menjajakan tubuhku pada pria-pria di sana, Mom. Aku bukan wanita seperti itu!” tegas Jihan di akhir kalimat.
“Aku tahu kamu bukan gadis seperti itu.”
“Lantas kenapa Mom sampai berpikir ingin menjualku di club?!”
“Karena Mom sangat frustrasi, Jihan. Bingung bagaimana cara melunasi hutang-hutang itu,” sahut Claudya.
Terdengar desahan kasar keluar dari bibir Jihan. Perempuan berusia 27 tahun itu kembali menatap Claudya. “Berapa hutangmu?” Tanyanya.
“Cukup banyak,” jawab Claudya. “Dua puluh juta dolar,” lanjutnya. Detik itu juga membuat Jihan membulatkan kedua matanya.
Setelah mendengar bahwa ibu tirinya, Claudya, terlibat dalam hutang sebesar dua puluh juta dolar dan berencana menjualnya di club, Jihan merasa terkejut dan terpukul. Meskipun selama ini bekerja sebagai bartender di club, dia tidak pernah membayangkan bahwa ibu tirinya akan terlibat dalam masalah serius seperti itu.
Selama ini, Jihan telah bekerja keras sebagai bartender untuk mencukupi kebutuhan mereka berdua. Mereka tinggal berdua dalam sebuah rumah sederhana yang mereka sewa, dan Jihan selalu menyisihkan sebagian gajinya untuk membantu ibu tirinya.
Namun, sekarang dia merasa terpukul karena mengetahui bahwa ibu tirinya terlibat dalam masalah serius yang melibatkan hutang besar.
Jihan merasa kehilangan arah dan bingung tentang bagaimana harus menangani situasi ini. Perasaan kecewa dan penyesalan atas kesulitan yang dihadapi ibu tirinya muncul di dalam dirinya, namun di saat yang sama, dia juga merasa terbebani dengan situasi yang dihadapi.
Ekspresi wajahnya mencerminkan kebingungan dan kekhawatiran yang mendalam, karena dia merasa tidak tahu bagaimana harus menyelesaikan semua masalah ini. Bagi Jihan, yang hanya bekerja sebagai bartender di club, uang segitu sangat besar nilainya. Dan dia tidak mungkin mendapatkan dalam waktu singkat, juga dia tidak mungkin mengikuti kemauan ibu tirinya yang menurut Jihan sangatlah gila.
Semakin dipikirkan, kepala Jihan terasa semakin mau pecah. Akhirnya, dia bangkit dari duduk dan meninggalkan Claudya di sana. Jihan masuk ke dalam kamarnya yang sederhana, namun di dalamnya tersedia kamar mandi yang sempit, namun cukup untuk Jihan.
Gadis itu terus melangkah memasuki kamar mandinya. Ia melepaskan semua kain yang melekat di tubuh lelahnya, lalu berjalan menuju shower. Jihan membuka keran, membiarkan air dingin mengguyur sekujur tubuh polosnya.
"Ingin rasanya aku berpendapat bahwa selama ini kamu tidak benar-benar menyayangiku, Mom, setelah apa yang kamu usulkan tadi kepadaku. Tapi disisi lain, aku tidak bisa membantah fakta bahwa sejak kecil hingga saat ini, aku hanya memilikimu sebagai seorang ibu," Jihan membatin sembari memejamkan kedua mata, membiarkan air itu terus membasahi tubuhnya.
Ya, Jihan tidak habis pikir dengan usul yang diberikan oleh ibunya tadi. Dengan teganya, wanita paruh baya itu memintanya untuk merelakan tubuhnya dijual kepada lelaki hidung belang.
Jangankan untuk melakukannya, bahkan membayangkannya saja Jihan tidak sanggup. Tubuhnya dibeli oleh pria yang haus akan dunia malam, belum lagi kalau dia dibeli oleh lelaki yang memiliki kelainan seksual. Sungguh, Jihan tidak sanggup membayangkannya.
***
Esok harinya...
Empire Elite Club...
Saat ini jarum jam menunjukkan pukul 6 malam. Dengan penuh ketelitian, Jihan menyusun berbagai botol minuman dengan rapi di sepanjang bar, sementara dia memeriksa ketersediaan bahan-bahan yang diperlukan untuk menciptakan koktail lezat.
Dengan senyum ramah, dia menata gelas-gelas dengan indah, siap untuk menciptakan pengalaman minum yang tak terlupakan bagi setiap pelanggan yang datang.
Di tengah kesibukannya, Jihan tidak sengaja melihat ibunya, Claudya, masuk ke club dan menuju ruang kerja pemilik club.
‘Ada keperluan apa Mom datang kemari. Dan dia masuk ke ruang kerja Ma'am,’ batin jihan penuh tanda tanya dalam hatinya.
Sementara di tempat lain, Claudya duduk diatas sofa saling bersebrangan dengan seorang wanita paruh baya dengan riasan menor di wajahnya. Namanya Maurice sang pemilik club sekaligus seorang mucikari.
"Maurice," kata Claudya dengan suara halus namun berbahaya, "aku rasa kita bisa membuat kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak."
Maurice, dengan suara garau yang khas, tertawa kecil. "Claudya, aku selalu terbuka untuk bisnis, terutama jika itu melibatkan keuntungan. Apa yang kau miliki di pikiranmu kali ini?"
"Jihan, anak tiriku. Dia sudah bekerja di bar untukmu, kan? Namun, aku yakin dia bisa... menghibur dengan cara yang lebih... pribadi dan menguntungkan,” ujar Claudya.
Maurice mendesah, suara yang penuh pertimbangan. "Dia sangat menarik perhatian. Bisa jadi aset yang berharga. Tapi Claudya, kau tahu kita harus hati-hati. Apakah dia tahu apa yang akan terjadi padanya?"
Claudya tertawa sinis, suara sepihak yang menunjukkan betapa sedikitnya perasaan yang ia miliki untuk Jihan. "Tentu saja tidak, dan itulah keindahannya. Dia tidak curiga. Kita bisa membimbingnya, membentuknya, dan tidak ada yang akan merasa lebih bijak—termasuk gadis naif itu."
Maurice menghela napas, berat dan penuh pertimbangan. "Baiklah, aku bersedia. Tapi ingat, aku tidak mau ada masalah. Tidak ada sorotan media atau kecurigaan polisi."
"Kau khawatir akan hal-hal yang sepele," balas Claudya dengan nada meremehkan. "Serahkan saja padaku. Aku akan memastikan semuanya berjalan mulus."
Dari cela pintu, Jihan telah mendengar semuanya. Mendengar semua obrolan Claudya dengan pemilik club ini.
Tubuhnya gemetar, Jihan merasa dirinya tenggelam dalam ketakutan sekaligus kemarahan, namun ia tahu ia harus bertindak.
Dia tidak akan membiarkan hidupnya dirancang oleh orang lain, terutama oleh ibu tirinya yang kejam dan mucikari yang dingin seperti Maurice.
‘Aku harus pergi dari sini. Ya, aku harus pergi jauh. Ya Tuhan … tolong selamatkan aku.’ Jihan membatin ditengah langkah saat kembali menuju bar.
Bergegas Jihan membawa langkah lebar menuju belakang bar, berniat mengambil tasnya di dalam locker dan mengganti pakaian. Dia tidak akan mungkin keluar dari club ini dengan pakaian kerjanya karena itu akan menimbulkan kecurigaan di mata penjaga di luar sana.
Tidak butuh waktu lama, Jihan sudah siap. Dia keluar dari ruangan tersebut dan melangkah menjauh dari bar.
Tak berapa lama kemudian...
"Kau ingin pergi?" seorang pria bertubuh kekar dengan seragam serba hitam kini berdiri di hadapan Jihan, menghalangi langkahnya.
Jihan menengadahkan wajahnya, menatap pria itu sambil meneguk saliva dengan kasar. Dia menyadari kalau saat ini bahaya kini mengelilinginya. Meskipun telah dicegat, dengan tekad kuat, Jihan berusaha dan kembali membuka langkah hendak menjauh dari pria itu.
Dia berlari, namun naasnya, dia kalah cepat karena pria itu langsung menangkap tubuhnya.
"Lepaskan aku!" teriak Jihan setelah pria itu memanggul tubuhnya layaknya karung beras.
"Kubilang, lepaskan aku!" teriaknya lagi sambil memukul punggung pria itu dengan kepalan tangan lemahnya.
Pria itu terus melangkah menuju sebuah ruangan. Setelah di sana, dia masuk membawa Jihan lalu menghempaskan tubuh gadis itu di atas sebuah ranjang berukuran King size.
Jihan meringis merasakan kepalanya seketika pusing. Sementara pria itu bergegas keluar dari ruangan tersebut, menyisakan Jihan dengan seseorang di sana yang tidak lain adalah Maurice, sang mucikari berpengaruh di kota ini.
"Mengapa kau ingin kabur, Jihan?" Maurice berdiri dari duduknya dan membawa langkah pelan menuju ranjang mendekati Jihan yang tengah mendudukan tubuhnya di sana.
"Ma'am, apa yang akan Anda lakukan terhadap saya?"
Maurice tersenyum lalu mendaratkan bokongnya di pinggir ranjang sambil terus menatap Jihan. "Kamu adalah milikku seutuhnya karena barusan aku sudah membelimu dari ibu tirimu."
Deg!
Jihan menelan saliva; menatap Maurice tak percaya sambil menggelengkan kepala dengan gerakan pelan. Rasanya dia merasa enggan untuk percaya, tetapi dia juga sempat mendengar percakapan Claudya dengan wanita di hadapannya ini beberapa saat lalu.
"Aku tahu kamu sudah mendengar semuanya, karena aku sudah melihatmu melalui CCTV yang terpasang di depan ruanganku, Jihan."
"Ma'am, tolong jangan lakukan itu terhadap saya. Saya di sini hanya bekerja sebagai bartender. Saya tidak mau bekerja untuk hal lain, apalagi untuk hal-hal seperti itu. Saya mohon." Jihan mengharapkan belas kasih dari wanita paruh baya di hadapannya ini.
"Kamu cukup lama bekerja denganku, Jihan, dan aku suka sekali dengan hasil kerjamu selama ini. Tidak jarang pelangganku memujimu. Tidak jarang juga mereka mengatakan kalau mereka kembali kemari karena kamu dan menjadikan club ini sebagai tempat favorit mereka. Ya, itu alasannya karena kamu. Kamu yang cantik dan ramah terhadap semua pelanggan di club ini. Tapi masalahnya, Jihan, baru saja aku mengeluarkan banyak sekali uang dan itu aku berikan kepada ibu tirimu dengan imbalan kamu menjadi milikku mulai malam ini," ujar Maurice panjang lebar.
Kedua mata Jihan seketika berkaca-kaca, bahkan siap menumpahkan air mata. "Berapa yang sudah Ma’am berikan kepada ibu saya? Mungkin saya bisa ganti tanpa harus menjual tubuh saya pada klien anda."
Maurice terkekeh pelan. "Jihan, sayang, mau kamu bekerja sampai 10 tahun ke depan sebagai bartender di klub ini, pun kamu tidak akan sanggup melunasinya,” ujarnya.
Jihan terdiam, dia sudah menebak jika nilai yang diminta oleh ibu tirinya itu pasti sangat besar.
"Karena ibu tirimu menjual tubuhmu kepadaku dengan harga 10 juta dolar!"
Deg!
Seketika tubuh Jihan menegang kaku saat mendengar nominal uang yang telah diterima oleh ibu tirinya, Claudya.
‘Kamu sungguh tega, Mom. Aku menyesal karena pernah menganggapmu sebagai seorang ibu yang sangat baik di dunia ini,’ Jihan membatin pilu, namun apalah guna semua itu. Sebab, tubuhnya saat ini sudah menjadi milik Maurice. Sang mucikari yang cukup berpengaruh di kota ini.
"Jangan pernah sesekali berpikir untuk melarikan diri dari tempat ini, Jihan. Karena kalau sampai itu terjadi, aku tidak akan tinggal diam. Aku bisa bersikap lebih kejam padamu dari yang kamu pikirkan," ancam Maurice.
Jihan terdiam pasrah membiarkan air matanya meleleh di pipi. Gadis itu seakan-akan kehilangan kata-kata.
“Karena tadi aku sudah mengeluarkan uang cukup banyak, maka malam ini aku harus mendapatkan gantinya,” ucap Maurice.
"Maksudmu apa?" tanya Jihan dengan suara bergetar.
"Kamu tahu, kan kalau malam ini adalah malam pelelangan di club, dan aku akan menjadikanmu sebagai salah satu peserta dalam pelelangan itu," jawab Maurice.
Deg!
***