Bab. 23

1799 Kata
Aruna       "Ibu, tau tidak?" tanya ku tiba-tiba. Ibu pun menoleh ke arah ku.       "Kenapa Aruna?" ucap ibu sambil berjalan ke arah meja makan dan langsung saja tangan nya meraih tudung saji di atas meja dan langsung membuka nya.        "Loh? Ini makanan dari siapa?" tanya ibu menatap ke arah ku. Aku pun tersenyum dan langsung menjawab.       "Itu makanan aku beli tadi waktu pulang sekolah," Ibu pun menarik piring yang berisi makanan yang aku beli tadi ke arah nya dan meneliti makanan tersebut juga mencium aroma yang dikeluarkan dari makanan tersebut.        "Ini... Kau beli dapat uang dari mana Aruna? Ibu tak pernah memberikan uang banyak dengan kau, dan sepertinya makanan ini cukup mahal harga nya,"        "Iya, benar sekali. Ibu tak pernah memberikan uang jajan ku yang banyak. Tapi, tadi hari ini ketika upacara semua pemenang olimpiade kemarin di panggil dan diberikan hadiah, sertifikat, dan lain-lainnya. Dan hadiah itu adalah uang ibu," ucap ku menjelaskan. Ketika ibu ingin berbicara, aku pun langsung menyela nya. "Ibu tak usah khawatir, sisa uang olimpiade ku itu masih banyak kok. Jadi, aku berinisiatif untuk membelikan ibu makanan saja. Nah, sekarang ibu harus makan makanan yang aku beli. Ibu harus menghabiskan nya," ucap ku sambil bangun dari kursi yang ku duduki dan berjalan ke arah rak piring untuk mengambil sebuah piring untuk ibu. Aku pun mengambil nasi untuk ibu dan ku berikan langsung kepada ibu.        "Itu! Sekarang ibu harus makan," ucap ku lagi. Aku pun tersenyum melihat ibu yang langsung menerima piring yang berisi nasi dari ku. Ibu pun mulai memakan makanan nya itu.        "Gimana? Enak kan?" tanya ku. Ibu pun mengangguk. "Tapi Aruna, lain kali kau jangan membeli makanan-makanan mahal lagi, lebih baik uang nya kau simpan," aku pun berdecak kecil mendengar ucapan ibu. Lagipula, memang kenapa jika aku ingin menyenangkan ibu dengan membeli makanan-makanan yang sedikit mahal ini. Aku ingin melihat ibu senang. Aku ingin melihat ibu memakan makanan yang enak.         "Iya ibu, hanya untuk kali ini saja kok," ucap ku.         "Kau tak makan? Ini banyak kok dan sisain untuk ayah kau juga ya Aruna, dia juga harus mencicipi makanan yang kau beli ini," ucap ibu. Tapi, tiba-tiba saja setelah ibu bilang seperti itu. Ayah langsung muncul dari balik tembok dan berjalan ke meja makan. Kemudian, ayah pun langsung menarik kursi untuk ia duduki.         "Aruna, ambilkan piring buat ayah," ucap ayah langsung menyuruh ku. Aku pun langsung beranjak kembali menuju ke rak piring untuk mengambil piring buat ayah. Aku pun menatap ayah yang sudah menggulungkan lengan kemeja yang ia pakai ke atas sikut nya. Dan mata nya yang sudah tidak sabar sekali untuk memakan makanan yang tersedia di depan nya itu. Ayah pun tiba-tiba saja mengambil makanan yang berada di hadapan ibu. Memindahkan makanan tersebut ke hadapan ayah. Ibu pun terkejut melihat aksi ayah yang tiba-tiba seperti itu.          "Aruna! Cepat mana piring nya, kok kau malah bengong disitu," ucap ayah tiba-tiba. Aku pun langsung berjalan memberikan piring yang sudah terisi nasi ke ayah. Ayah pun langsung menarik piring yang berada di tangan ku, lalu ayah menuangkan semua lauk yang ku beli ke atas piring ayah. Ketika aku ingin ngomong, ibu dengan segera memegang lengan ku bermaksud untuk menahan ku agar aku tidak berucap apa-apa kepada ayah.         "Biarkan saja," ucap ibu tanpa mengeluarkan suara nya. Aku yang paham pun hanya bisa berdiam diri saja. Menghela napas berat. Aku melihat ayah yang makan dengan sangat lahap nya. Sampai nasi nya pun berantakan di pinggir bibir nya itu. Aku melihat ibu yang melanjutkan makan nya dengan perlahan.          "Aruna mau?" tawar ibu kepada ku. Aku pun menggeleng. Aku merasa sudah kenyang sekali melihat ayah makan. Ayah seperti tidak pernah dikasih makan saja. Ia terlihat begitu rakus sekali makan nya. Uhukk uhukk uhukk!!!          "Aruna cepat ambilkan minum, ayah kau tersedak itu," aku pun mengangguk. Tuhkan, itulah akibat nya makan tidak pelan-pelan, jadinya tersedak kan. Heran sekali aku sama ayah. Aku pun menggelengkan kepala ku pelan.         "Ini ayah," aku pun menyodorkan gelas yang sudah terisi air ke arah nya. Ayah pun langsung meminumnya dengan cepat. Kemudian, ayah mengelap mulut nya dengan lengan kemeja yang di pakai nya.         "Hmmm... Enak sekali makanan nya, siapa ini yang beli?" tanya ayah sambil menatap diri ku. Ketika aku ingin menjawab, langsung saja ibu menyela ku.         "Saya. Saya yang membeli semua makanan nya," ucap ibu. Aku pun langsung menoleh ke arah ibu. Hah? Kenapa ibu bilang ibu yang membeli ini semua?          "Oh ya? Kalau begitu kau sedang banyak duit dong?" tanya nya kepada ibu.          "Tidak, ini dari sisa tabungan saya. Sebenarnya, saya ingin membelikan nya untuk Aruna agar Aruna sekali-kali makan enak. Hanya seperti itu. Saya tidak lagi banyak duit," ucap ibu dengan berbohong. Ayah pun hanya menganggukkan kepala saja.          "Lain kali kau sering-seringlah beli makanan seperti tadi. Hmm... Ada untungnya juga saya pulang cepat, jika saya tidak pulang sekarang pasti sudah habis makanan ini, terus pasti kau akan memasakkan nugget yang ada di kulkas atau telur untuk saya. Kau mana mungkin memikirkan diri saya," ceplos ayah dengan asal dengan menyindir ibu. Padahal, kurang apa ibu mengurus ayah. Ibu selalu saja memikirkan ayah. Seperti tadi, ibu berniat akan menyisakan makanan yang aku beli untuk ayah. Tapi, pemikiran ayah terhadap ibu itu selalu saja negatif. Ibu selalu saja jelek di mata ayah.          "Tidak seperti itu ayah, ibu itu selalu memikirkan ayah. Ayah jangan suka berpikiran negatif tentang ibu," ucap ku memperingatkan. Ibu langsung menyentuh lengan ku dan menggelengkan kepala nya menyuruh aku untuk tidak ikut campur.         "Ahh sudahlah, saya ingin mandi. Hahh! Kenyang sekali rasa nya perut ini," ucap ayah sambil beranjak dari meja makan dan pergi ke kamar nya untuk membersihkan tubuh nya. Ketika ayah sudah masuk ke kamar nya dan menutup pintu kamar nya, aku pun menoleh ke arah ibu yang sekarang sedang membereskan piring-piring kotor untuk di taruh di wastafel untuk di cuci.           "Ibu," panggil ku. Ibu pun menoleh dan berdehem menjawab panggilan dari ku. "Ibu kenapa tadi malah bilang sama ayah, kalau ibu yang membeli semua nya?" Ibu pun langsung mendekati ku dan menarik kursi kosong di sebelah ku.          "Dengar ya Aruna, jika ayah kau bertanya lagi tentang siapa yang membeli ini semua, kau harus jawab kalau itu semua pakai uang ibu beli nya. Kau jangan sampai bilang ke ayah kau, kalau kau mendapat uang dari juara olimpiade kau itu," ucap ibu memperingati ku dengan suara yang sangat amat pelan. "Paham ya nak?" lanjut ibu kembali.          "Tapi... Kenapa?" Aku benar-benar sangat bingung. Niatnya, aku memang ingin memberitahukan kabar bahagia ini sama ayah. Tapi, kenapa ibu melarang?         "Ikuti saja apa kata ibu ya Aruna. Kau harus janji sama ibu. Kau jangan bilang apa-apa sama ayah kau, kalau kau baru mendapatkan uang dari hadiah olimpiade kau itu," ucap ibu dengan mata nya yang melirik ke arah pintu kamar nya. Mungkin ibu takut ayah tiba-tiba keluar dari kamar dan mendengar percakapan aku dengan ibu. Aku pun hanya mengangguk, mengiyakan ucapan dari ibu. Ibu langsung saja bangun dari tempat duduk nya dan langsung membawa piring-piring yang telah ia susun di atas meja makan ke wastafel. Aku berniat membantu ibu untuk membersihkan nya, tapi ibu menolak. Malah ia menyuruh ku untuk masuk ke dalam kamar saja. Jadi, aku pun beranjak pergi meninggalkan ibu di dapur dan berjalan menuju ke kamar ku. ---         Duma keluar dari kamar nya dan berjalan menuju ayah dan ibu nya yang sedang duduk di kursi depan tv. Kedua orang tua nya itu sedang menonton salah satu acara yang disiarkan di TV. Duma langsung saja duduk diantara ayah dan ibu nya.        "Duma astaga! Itu kursi masih banyak Duma, kok malah duduk di sini yaampun," ucap Lamtiar sambil menggeleng-gelengkan kepala nya, menatap heran ke anak nya itu. Duma pun hanya tersenyum-senyum saja menanggapi ucapan ibu nya itu.         "Sudahlah tak apa Tiar, siapatahu ia sedang kangen sama kita jadi, ia ingin deket-deket terus sama kita," ucap Jogi. Duma pun hanya menganggukkan kepala nya sambil menatap ibu nya, lalu Duma menjulurkan lidah nya sedikit seperti mengejek ibu nya. Lamtiar yang melihat pun langsung memelototi anak nya itu.          "Oh iya, aku mau cerita tau," ucap Duma memberitahu tujuan kedatangan nya. Jogi yang tadi nya sedang menonton tv, langsung saja dengan bersemangat menatap anak nya yang berada di samping nya itu. Sedangkan, Lamtiar yang sudah berpindah tempat duduk hanya menatap Duma dengan tatapan ogah-ogahan.         "Benarkah? Kau ingin menceritakan tentang apa sayang?" tanya Jogi sambil mengelus rambut halus Duma. Sebelum bercerita Duma pun mengambil cemilan yang ada di atas meja, lalu ia memakan nya sedikit.          "Jadi, tadi di sekolah aku sudah memiliki teman dong," ucap Duma dengan nada yang sedikit di sombong kan. "Benarkahh?" tanya Jogi. Duma pun mengangguk.           "Siapa memang teman kau itu? Cewe atau cowok? Anak nya baik tidak? Terus dia nakal tidak? Rumah nya dimana?" tanya Lamtiar dengan bertubi-tubi. Duma yang mendengar banyak nya pertanyaan yang langsung di lontarkan oleh ibu nya itu langsung menghela napas.           "Huh! Ibu kalau ingin bertanya satu-satu dong, aku bingung harus menjawab yang mana dulu," keluh Duma kepada ibu nya.         "Halah! Kau tinggal menjawab saja Duma, lagian pertanyaan dari ibu tak banyak juga," ucap Lamtiar tak mau mengalah dengan anak nya. Jogi yang melihat perdebatan diantara anak dan istri nya itu pun hanya menggelengkan kepala nya saja. Heran sekali dengan istri nya, tak mau mengalah sedikit saja dengan anak nya.          "Jadi, bagaimana sayang teman baru kau itu?" tanya Jogi segera agar Duma dan istri nya tidak berdebat lagi.          "Ayah tau? Ternyata teman baru ku itu adalah gadis yang menemukan gelang ku yang jatuh waktu kita berada di gereja itu tau,"          "Benarkah? Kok bisa?" tanya Lamtiar. Jogi yang bingung pun langsung bertanya.         "Yang mana sih?"         "Ada loh yang waktu kita ke gereja pas itu, nah gelang nya si Duma ini jatuh terus ditemuin Ama gadis itu. Ngomong-ngomong nama nya siapa?" ucap Lamtiar. Jogi yang tak paham pun hanya mendengarkan nya saja.         "Nama nya Aruna Bu," jawab Duma.         "Rumah nya dimana?" Duma pun menggeleng. Ia lupa menanyakan daerah mana Aruna tinggal.          "Aku lupa menanyakan nya Bu hehehe, tapi ya Bu dia itu anak nya pinter banget tau Bu. Jadi, waktu aku pertama kali mausk sekolah kan tak ada teman sebangku kan, nah ternyata Aruna itu lagi ikut olimpiade terus waktu pas pengumuman di upacara dia itu juara satu olimpiade bahasa inggris," ucap Duma dengan semangat menceritakan teman baru nya itu.         "Waw! Benar-benar anak yang cerdas," saut Jogi tiba-tiba setelah daritadi ia hanya mendengarkan percakapan istri dan anak nya itu.         "Iyaa, terus dia itu baik banget lagi sama aku, tadi aja dia nemenin aku ngambil buku paket di perpustakaan,"          "Lain kali kau ajak lah Aruna ke rumah, nanti ibu akan memasak makanan yang banyak, ibu mau kenalan lebih dekat lagi sama dia," Duma pun mengangguk menyetujui usulan dari Lamtiar.         "Iya nanti, akan aku ajak dia ke rumah, kalau dia tidak sibuk,"          "Yasudah, kau tidur sana masuk ke dalam kamar, sudah malam," Duma langsung beranjak dari tempat duduk nya pergi ke kamar nya untuk segera tidur. []
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN