Bab. 36

1915 Kata
     Suasana di lapangan sekolah SMA PELITA NUSA masih sangatlah ramai. Bahkan, pengunjung-pengunjung dari luar sekolah pun terus menerus datang, ikut meramaikan suasana perayaan ulang tahun sekolah ini. Karena, aku dan Duma sangat lelah daritadi melayani para pelanggan yang membeli di tenda bazar kelas ku. Jadi, aku dan Duma memutuskan setelah melihat satu pertunjukan bakat dari siswa-siswi, kami akan langsung pergi ke kelas untuk beristirahat sebentar sambil menunggu berkumpulnya anak-anak kelas nanti. Aku dan Duma berjalan menaiki tangga untuk ke lantai 2 menuju kelas.        "Ya ampun Arunaaaa! Rasanya aku mau pulang saja, terus rebahan di atas kasur," ucap Duma ketika sudah sampai di kelas. Koridor kelas di lantai 2 ini sangat sepi sekali, karena memang semua siswa-siswi berada di lapangan untuk melihat penampilan salah satu bintang tamu yang di undang oleh sekolahan ini.        "Oh iya, nanti kita ke bawah lagi ya," ucap Duma. Aku pun mengerutkan kening ku bingung.       "Mau ngapain? Enakan di sini. Sepi, adem lagi," ucap ku yang langsung duduk dan meluruskan kedua kaki ku.       "Ih kan kita mau liat bintang tamu nya," ucap Duma yang ikut duduk di sebelah ku.       "Kau saja sana, aku tidak berminat untuk melihat nya. Lagian di sana ramai sekali, pasti nanti berdesak-desakan melihat nya," ucap ku dan aku pun mulai memejamkan kedua mata ku.       "Ah! Kau tidak asyik!" ucap nya sambil memukul pelan lengan ku. Aku pun hanya mengendikkan bahu ku saja. Tidak peduli. ---        Aku membuka kedua mata ku. Merentangkan tangan ku ke atas. Lalu, aku melihat di kelas ini tidak ada siapa-siapa selain aku yang sedang duduk di lantai tepat di bawah papan tulis. Dan juga, pintu kelas pun tertutup. Oh iya! Aku lupa, tadi kan di sebelah ku ada Duma. Tapi, kemana ia sekarang? Aku pun merogoh ponsel ku di saku almamater sekolah ku. Kemudian, langsung mencari kontak Duma di daftar kontak ponsel ku. Setelah ketemu, aku langsung menelpon nya.        "Halo Duma," ucap ku ketika Duma menerima panggilan dari ku. Terdengar suara dari tempat Duma yang sangat berisik sekali. Aku yakin, pasti Duma sekarang berada di lapangan.        "Iya Aruna!" jawab Duma dengan suara yang sedikit keras sampai-sampai aku pun menjauhkan ponsel ku dari telinga ku.        "Kau di lapangan sekarang ya?" tanya ku kepada nya.        "Iya!! Cepatlah datang, di sini aku bersama anak-anak kelas juga, kami semua kumpul di sini," ucap Duma.         "Oh oke! Tunggu aku di sana," ucap ku. Lantas, aku langsung mematikan sambungan telepon ku dengan Duma. Aku langsung berdiri dan membersihkan rok ku sebentar karena kotor terkena debu yang berada di lantai. Lalu, aku pun melangkah ke arah pintu dan membuka pintu kelas ku. Ketika aku berjalan ingin ke tangga, tiba-tiba ada yang menepuk bahu ku pelan dari belakang. Pun aku terkejut dan langsung membalikkan badan ku. Pun aku melihat seorang cowok dengan menggunakan kaos berwarna hitam yang di tutupi oleh kemeja berwarna abu-abu. Aku menatap nya bingung. Sudah ku pastikan bahwa cowok yang berada di hadapan ku sekarang tentunya bukan siswa dari sekolah ini.        "Ada apa ya?" tanya ku kepada nya. Dia pun terlihat kebingungan.        "Eh? Maaf ternyata salah orang, kira saya kau adalah orang yang saya cari. Soalnya postur tubuh nya sama," ucap nya sambil menggaruk keningnya.         "Oh kirain ada perlu. Oke, tidak apa-apa," ucap ku. Tak lama ponsel ku pun berdering. Aku langsung melihat nama yang tertera di layar ponsel ku. Duma. Aku pun langsung berbalik, melanjutkan langkah ku untuk menuruni tangga. Tak lupa, aku mengangkat sambungan telepon dari Duma.        "Halo?" ---        "Maaf pak, ada yang bisa di bantu?" tanya Emma sambil membawa sebuah note kecil dan pena untuk mencatat pesanan-pesanan yang di pesan oleh pelanggan. 2 orang pria berjas tersebut pun langsung menolehkan kepala nya ke arah Emma yang sudah berdiri di hadapan meja yang di tempati oleh 2 orang pria berjas tersebut.        "Oh iya, saya pesan minum saja, ice frappuccino nya satu ya," ucap salah satu pria berjas tersebut.        "Saya kopi hitam saja satu," kemudian, Emma pun menuliskan semua pesanan yang di ucapkan dari kedua orang pria tersebut.        "Minum saja? Makanan nya tidak?" tanya Emma.        "Tidak, terimakasih,"         "Baiklah, pesanan akan segera di antar. Terimakasih," ucap Emma. Lalu, Emma pun langsung pergi dari hadapan kedua orang pria berjas tersebut.        "Jadi, bagaimana Jogi tentang proyek kerjasama antara kantor kau dengan kantor saya?" tanya salah satu pria berjas tersebut. ---        "Aruna! Di sini!" panggil Duma sambil melambaikan tangan nya ke arah ku. Aku pun langsung memusatkan perhatian ku peda Duma yang sudah duduk bersama dengan anak-anak kelas. Pun aku langsung menghampiri nya.        "Hey! Kok kau tidak membangunkan diri ku?" tanya ku ketika aku sudah sampai di hadapan Duma. Lalu, aku pun menarik salah satu kursi kosong dan aku taruh tepat di samping Duma.        "Kau kan tadi bilang tidak ingin ke lapangan lagi, jadi aku tinggalkan saja kau tidur di kelas," ucap Duma dengan santai.        "Dasar!" ucap ku. Lalu, aku memusatkan perhatian ku ke arah panggung yang saat ini sedang di isi oleh penampilan siswa siswi sekolahan ini. Dan aku lihat juga saat ini para pengunjung dari luar sekolah juga sepertinya sudah banyak yang pergi meninggalkan lapangan ini.        "Hey, Duma apakah bintang tamu yang di undang sudah tampil?" tanya ku kepada Duma yang sedang memainkan ponsel nya. Duma hanya mengangguk. Aku pun mengintip sedikit ke layar ponsel Duma.         "Aruna, ini siapa sih ya suka posting-posting seperti ini?" tanya Duma sambil mengarahkan layar ponsel nya tersebut ke wajah ku. Aku pun langsung mengambil ponsel nya dan melihat apa yang di tanyakan oleh Duma. Dan ternyata itu adalah postingan dari salah satu akun lambe yang suka memposting-posting tentang masalah-masalah yang di miliki oleh siswa-siswi di sekolah ini. Bahkan, mereka memposting nya tanpa pandang bulu. Baik itu orang kaya atau pun orang yang biasa-biasa saja. Semuanya mereka posting. Entahlah, aku pun tak tahu siapa admin dari akun tersebut.         "Aku pun tak tau Duma, yang jelas aku akan memberitahu dengan kau. Kalau kau ingin hidup kau di sekolah ini aman, tenang, dan tentram. Kau jangan pernah berbuat masalah," ucap ku mengingatkan.          "Tapi-" ucapan Duma pun terpotong oleh panggilan dari Deni si ketua kelas. Aku pun menoleh ke arah nya.         "Sekarang sudah jam empat sore. Kita beresin barang-barang nya dulu ya teman-teman. Setelah itu, kalian boleh pulang. Yuk sekarang biar cepat selesai," ucap Deni. Kami semua pun langsung berdiri mengikuti arahan dari Deni. ---         "Dadahh Aruna! Aku duluan ya," ucap Duma. Setelah itu, mobil yang dikemudikan oleh Jogi pun langsung berjalan meninggalkan sekolah.          "Huh! Lelah sekali rasanya," keluh Duma. Jogi pun menoleh ke arah Duma dan tersenyum. Lalu, Jogi pun mengusap pelan puncak kepala Duma.          "Sudah makan?" tanya Jogi dengan perhatian. Duma hanya menggeleng saja.         "Belum? Yakin? Terus kau melewatkan makan siang kau tadi?" tanya Jogi.         "Eh maksudnya itu ya udah makan, tapi hanya cemilan-cemilan saja, tidak makan nasi," ucap Duma membenarkan jawaban nya itu.          "Kenapa tidak makan nasi? Kau itu kan ada sakit maag, nanti kalau kenapa-napa bagaimana coba kau ini, ah!" ucap Jogi memarahi Duma. Duma hanya menundukkan kepala nya, tidak berani menatap ke arah Jogi. Karena, menurut Duma jika ayah nya itu sudah marah wajah nya itu sangat seram.         "Maaf ayah, Duma juga lupa kalau Duma belum memakan nasi, soalnya tadi di sekolah juga Duma sibuk sekali melayani para pembeli di bazar kelas Duma," uacp Duma sambil menautkan kedua telapak tangan nya. Jogi pun menghela napas nya kasar. Kemudian, Jogi pun mengubah ekspresi wajah nya itu kembali menjadi seperti biasa agar anak nya itu tidak takut ketika menatap Jogi. Bukannya apa, tapi Jogi ini untuk masalah kesehatan dirinya dan keluarganya itu paling protektif. Sangat peduli.          "Kalau begitu kita mampir cari makan dulu ya?" tawar Jogi kepada Duma yang sedang meminum air mineral.          "Sepertinya kita langsung pulang aja deh ayah, takutnya ibu di rumah sudah masak makanan, jadi lebih baik aku makan di rumah saja," ucap Duma menolak tawaran dari Jogi. Jogi pun mengangguk menyetujui ucapan dari anak semata wayangnya itu. Kemudian, Jogi pun yang tadinya ingin berhenti ke sebuah rumah makan, akhirnya melanjutkan kembali perjalanan nya menuju ke rumah nya langsung. ---          Sesampainya Jogi dan Duma di halaman rumah nya. Lamtiar pun langsung menyambut kepulangan dari suami dan anak nya itu. Duma turun dari mobil Jogi dan langsung berjalan masuk ke dalam rumah nya.          "Sudah pulang? Pasti lelah ya? Ayo masuk dan langsung mandi ya nak, ibu sudah masak makanan banyak. Kau pasti lapar kan?" tanya Lamtiar kepada Duma yang sudah berada di hadapan nya. Duma hanya mengangguk. Lalu, setelah Duma melepaskan sepatu dan kaos kaki nya, Duma langsung melanjutkan langkah nya menuju kamar nya.           "Sini tas nya saya bawakan," ucap Lamtiar ketika suami nya sudah datang setelah memarkirkan kendaraan nya. Kemudian, Jogi pun menyerahkan tas kantor nya yang ia jinjing itu. Jogi sedikit mengendurkan dasi nya yang sedikit mencekik leher nya itu.           "Sudah sana kau langsung mandi," ucap Lamtiar. "Nanti akan saya siapkan kopi hitam hangat untuk kau," lanjut Lamtiar kembali. Jogj pun langsung menuruti perintah dari istri nya itu.          "Oh iya, nanti saya ingin berbicara sesuatu," ucap Jogi sebelum melanjutkan langkah nya untuk pergi ke kamar mandi untuk segera membersihkan tubuh nya.          "Hei! Kau ingin membicarakan apa?" tanya Lamtiar, namun Jogi pun tetap melanjutkan langkah nya tak menghiraukan pertanyaan yang di lontarkan oleh istrinya itu. ---          Setelah Duma memakai pakaian nya. Duma pun melepaskan handuk yang dililitkan di rambut nya. Kemudian, Duma pun menyisir rambut nya yang panjang itu. Setelah itu, Duma langsung pergi menuju ke dapur untuk segera makan malam. Di meja makan ternyata sudah ada Jogi yang sedang mengobrol dengan Lamtiar.          "Eh Duma sudah datang, sini nak ayo duduk. Tadi, kata ayah kau, kau itu belum makan siang ya. Kalau begitu, ayo sekarang kau harus makan banyak. Ibu tidak mau kalau sampai anak kesayangan ibu ini sampai jatuh sakit," ucap Lamtiar sambil mengambil piring dan mengisikan piring tersebut dengan nasi dan berbagai lauk yang telah tersedia di atas meja makan itu. Lalu, setelah piring itu terisi, Lamtiar pun langsung memberikan nya kepada Duma. Tak lupa, Lamtiar pun menyiapkan juga makanan untuk suami nya. Setelah Lamtiar sudah mengurusi suami dan anak nya, barulah Lamtiar menyiapkan makanan nya untuk dirinya sendiri.           "Oh iya, kau ingin bicara apa tadi Jogi?" tanya Lamtiar memecah keheningan di meja makan itu. Jogi pun meminum terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaan dari istri nya.          "Ada kabar bahagia untuk kita semua," ucap Jogi semangat. Duma hanya mendengarkan nya saja tidak berniat untuk menanyakan kabar bahagia yang di maksud oleh Jogi. Jogi pun menoleh ke arah Duma yang masih melanjutkan kegiatan makan malam nya.          "Kau tak ingin bertanya kabar bahagia apakah yang di dapatkan oleh ayah, sayang?" tanya Jogi kepada Duma. Duma pun mendongak menatap ke arah ayah nya. Duma hanya menggelengkan kepala nya.          "Sudahlah, jangan ganggu Duma yang sedang makan. Cepat katakan kau ingin memberikan kabar apa kepada kami," ucap Lamtiar yang sudah sangat penasaran.           "Baiklah baiklah .... Jadi, minggu depan adalah minggu terakhir kita tinggal di sini," ucap Jogi yang akhirnya memberitahukan kabar bahagia nya.          "Hah? Kok gitu? Memang kita akan tinggal dimana?" tanya Lamtiar langsung.          "Jadi, ayah sudah menghitung uang tabungan kita di bank. Ternyata, uang tabungan kita sudah sangat cukup untuk membeli sebuah rumah di kota ini," jawab Jogi.          "Benarkah?? terus kita mau tinggal dimana?" tanya Lamtiar lagi. Jogi pun berpikir sebentar.         "Nanti kita akan cari bareng-bareng saja ya untuk rumah baru yang akan kita tempati nanti, dan mulai besok kita akan mencari calon rumah baru kita, oke?" tanya Jogi meminta persetujuan dari istri dan anak nya itu.         "Okee! Setujuu!" ucap Lamtiar.         "Duma bagaimana? Setuju tidak?" tanya Jogi.         "Iya ayah, aku ikut kalian aja," jawab Duma.         "Oke, ayo lanjutkan kembali makan malam nya," ucap Jogi dan ia pun kembali melanjutkan kegiatan makan malam nya tersebut. []
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN