Sementara di luar sana, Rendra masih menatap kamar Alisha yang tampak terang setelah gadis itu masuk.
Ucapan Alisha yang terakhir sebelum turun dari mobil masih berdengung di telinganya.
Kedua sudut bibir Rendra tertarik ke atas membentuk lengkung senyum merasa lega karena mengetahui bahwa ternyata Alisha pun merasakan hal yang sama.
Tidak berapa lama lampu di kamar Alisha pun padam, barulah Rendra menyalakan mesin mobil kemudian menginjak pedal gas menuju rumah sang kakek tersayang namun baru saja akan memasuki komplek perumahan Kakeknya, ponsel Rendra berbunyi nyaring.
“Abang di mana?” suara lembut sang mama terdengar.
“Udah dekat rumah kakek, Ma.…”
“Putar balik sayang, Kita semua ada di rumah oma Reta...Abang ke sini ya, kami tunggu .”Ucapan sang Mama terdengar aneh, bahkan suara lembut itu bergetar seperti habis menangis.
Dan apa maksud Mama Rena yang menyebutkan mereka semua menunggunya di sana?
Kami yang dimaksud mama Rena itu siapa?
Beragam pertanyaan berputar di benak Rendra namun hanya keberadaannya di sana lah yang bisa menjawab itu semua, maka dia memacu kendaraannya lebih kencang agar bisa cepat sampai di rumah oma Reta-neneknya Aura.
Banyak mobil sudah terparkir rapih di garasi rumah oma Reta yang luas dan Rendra hapal betul siapa pemilik mobil tersebut.
Senya keluarganya sedang berkumpul di sini, tapi kenapa?
Bukannya acara adat yang dilakukan sebelum pernikahan akan dimulai besok?
Ketika Rendra baru melangkahkan kaki memasuki rumah oma Reta dari pintu utama yang terbuka lebar, suara tangis pilu seorang wanita terdengar menggema di rumah megah itu.
Oma Reta sedang tidak sadarkan diri dikelilingi oleh para keluarganya sementara tante Monica-mamanya Aura sedang menangis tersedu dalam pelukan om Edward-suaminya.
Suara ambulan membuat semua yang ada di ruangan itu menoleh dan sorot mata mereka langsung tertuju pada Rendra yang berdiri mematung tanpa suara di ambang pintu.
“Abaaaang...,” panggil mama Rena seraya melangkah mendekat.
“Sini Mama sama papa mau bicara ....” Mama Rena menarik tangan si sulung untuk duduk di ruang tamu sementara om Edward dan perawat yang baru saja turun dari ambulan membawa oma Reta ke rumah sakit.
“Ada apa Pa? Ma?” Rendra yang sudah duduk di singel sofa menatap kedua orang tuanya secara bergantian.
Di sofa lainnya ada sang kakek Rony-ayah dari mama Rena, om Ricko-sahabat papanya sekaligus adik ipar dari mama Rena dan ada juga om Aras-adik bungsu mama Rena yang menatapnya dengan tatapan seolah bumi sedang dalam invasi alien dan hanya Rendra lah yang bisa menyelamatkan.
Andra berdehem sebelum membuka suaranya. “Abang...calon suami Aura pergi begitu saja dengan mantan pacarnya keluar Negri. Lelaki itu meninggalkan Aura di detik-detik hari pernikahan sedangkan persiapan acara sudah seratus persen rampung, tidak mungkin kalau pesta ini batal hanya akan membuat malu dan mencoreng nama baik om Reta dan om Edward juga tante Monica,” tutur papa Andra menjelaskan dan Rendra semakin tidak mengerti kenapa sang papa harus repot-repot menjelaskan hal ini kepadanya.
“Sebagai anak paling besar, Papa minta dengan sangat agar Abang bersedia menjadi calon suami pengganti untuk Aura menyelamatkan nama baik keluarga mereka juga demi mempererat tali persahabatan keluarga kita dengan keluarga om Edward,” sambung papa Andra dan seketika tubuh Rendra menegang.
“Aura anak yang baik dan cantik, dia juga pinter, Bang...kamu enggak akan menyesal menikah sama dia, Mau ya Bang!” Sang Mama membujuk dengan nada memohon yang sulit untuk Rendra tolak.
“Tapi Maaa....” Tapi Rendra berusaha menolak meski tak sanggup menyempurnakan kalimatnya.
“Mama mohon sayang...menikah dengan Aura, ya? Ya? Ya?”