Maura sungguh sangat tidak tahu malu, beraninya dia kembali mengaku kalau restoran tempatku bekerja adalah miliknya. Enak saja. Aku sendiri yang sudah mengabdi selama lebih dari sebelas tahun tidak mau mengaku bos, tapi dia yang pekerjaannya hanya rebahan malah mengaku dengan mudah. Dia pikir aku akan percaya? Omong kosong. Mana mungkin aku percaya, kecuali kalau dia mau menunjukkan buktinya. Ah, tapi mana mungkin dia adalah pemilik, orang ngurus rumah saja tak bisa. "Papa tuh kenapa sih ganggu Mama terus, bukannya bersyukur karena Papa digaji sama Mama." Aira tiba-tiba berkata hal yang membuatku marah. Digaji Maura dia bilang? Tanpa sadar, aku mencekik lehernya. "Ya ampun, Mas! Apa yang kamu lakukan?" Maura berteriak histeris dan berusaha untuk melepaskan tanganku dari lehernya. Namu

