Tantangan Aliong

1970 Kata
Setelah Bastian bebas dari rumah Martin, dia menjalani hari demi hari bersama Jimmy dan Meylan. Hatinya merasa sangat senang karena selain merasa tenang, dia juga dapat melihat Meylan dan Jimmy memasak berbagai macam makanan yang dijual di restoran.  Sore ini, seminggu setelah Bastian tinggal sepenuhnya di rumah Jimmy, Aliong datang mengunjungi restoran, selain untuk makan, dia datang juga karena ingin berbicara dengan Jimmy mengenai Bastian. “Ko,” panggil Aliong dengan suara keras. “Ngapain teriak-teriak?!” sahut Jimmy sambil berjalan menuju meja yang ditempati Aliong dan beberapa anak buahnya. “Tumben sepi ko?” “Ini kan udah lewat jam makan siang. Elo gimana sih?” Aliong mengedarkan pandangan di sekeliling restoran dan tidak melihat Bastian di sekitar ruangan yang dijadikan tempat makan bagi tamu. “Itu anak mana Ko?” tanya Aliong. “Di belakang, lagi bantuin Mey bebersih.” “Oh ya? Rajin juga.” “Memang rajin, dan pinter untuk anak seumuran dia.” “Bagus lah. Berarti gue nggak salah menilai tentang dia.” “Gimana masalah berkas-berkas dia Liong?” tanya Jimmy yang masih menunggu kabar tentang mendapatkan hak asuh sepenuhnya atas Bastian. “Lagi gua urus Ko, sebentar lagi dia bisa bener-bener jadi anak lo.” “Berapa banyak duit yang mesti gua siapin?” tanya Jimmy blak-blakan. “Elo nggak usah mikirin tentang uang Ko. Yang perlu elo pikirin itu biaya hidup dia sampe gede, termasuk sekolah nya. Gue cuma minta dua hal dari elo.” “Apa?” “Didik dia biar jadi anak yang bener. Kita nggak tau asal dia dari mana dan bagaimana latar kehidupannya. Tapi kita harus berhasil ajarin dia semua yang bener, biar jalan hidupnya kelak bisa lebih baik dari kita,” ujar Aliong dengan tenang. Walaupun berasal dari dunia hitam yang penuh dengan kekerasan, akan tetapi Aliong memiliki peraturan sendiri untuk kelompok kecil yang dipimpinnya. Dan Aliong juga sangat membenci orang yang menyiksa perempuan dan anak kecil, serta sangat mengutamakan kejujuran dan pendidikan. Karena sifatnya yang tegas itu, tidak mengherankan di usianya masih cukup muda dia sudah mendapatkan kepercayaan untuk memimpin wilayah di daerah tempat tinggal Jimmy dan sekitarnya. “Satu lagi?” tanya Jimmy. “Kasih gue kesempatan buat didik itu anak secara fisik, juga mengenalkan dunia yang sebenarnya pada Bastian.” “Maksud lo?” “Gua akan ajar dia ilmu bela diri supaya kelak bukan cuma bisa membela dirinya sendiri, tapi juga mampu ngelindungin elo sama Ci Mey. Bukan cuma itu aja, gua mau kelak dia bisa membela orang-orang yang lemah.” “Gua nggak masalah,” sahut Jimmy tenang. Awalnya dia mengira kalau Aliong akan membuat Bastian menjadi sama seperti Aliong. Namun, ternyata pemikirannya salah, dan Jimmy merasa sangat lega mengetahui jika adik angkatnya ini akan mengajarkan cara untuk bertahan hidup di dunia yang keras ini.  Bukan dia tidak menghargai Aliong, akan tetapi Jimmy hanya mengkhawatirkan nasib Bastian jika sampai anak itu memiliki jalan hidup seperti yang sudah ditempuh oleh Aliong. “Mana anaknya Ko, gue mau liat. Sekalian gue sama yang lain mau makan.” “Oke. Tunggu sebentar,” sahut Jimmy sambil berdiri. “Ko, kalo bisa biar nanti Bastian yang anter makanan ke sini,” pinta Aliong. “Nggak masalah.” Jimmy beranjak ke dapur untuk menyiapkan pesanan Aliong dibantu oleh Meylan dan juga Bastian. Jimmy sengaja membuat masakan kesukaan Aliong karena ingin berterima kasih dengan semua hal yang sudah dilakukan pemuda itu pada keluarganya. Setelah selesai, Jimmy meletakan makanan di atas baki. “Bas, tolong antar makanan ini ke depan, anter ke mejanya Aliong,” ujar Jimmy setelah selesai meletakkan makanan di baki. “Iya.” Bastian langsung mengerjakan perintah dan membawa baki berisi makanan ke depan menuju meja yang ditempati oleh Aliong dan Chen serta dua orang lainnya. Dengan sedikit gemetar Bastian meletakkan masakan di meja satu per satu. Tangannya semakin bergetar hebat karena tahu jika Aliong terus memperhatikannya dengan tatapan tajam. “Silakan dimakan,” ujar Bastian dengan sopan. “Gua ada perlu sama elo,” ujar Aliong sebelum Bastian kembali ke dapur. “Sama Tian?” “Hm. Besok pagi-pagi benar, sebelum matahari terbit, gua bakal dateng ke sini buat jemput lo. “Iya Ko,” sahut Bastian. Bastian tidak berani bertanya ke mana Aliong ingin membawanya pergi. Jangankan bertanya, berdiri di dekatnya saja Bastian merasa takut. Bastian melangkah menuju dapur, dan langsung menghampiri Meylan yang sedang duduk beristirahat. Dia menarik-narik ujung baju Meylan untuk mengajaknya berbicara.  “Kenapa?” tanya Meylan. “Besok Ko Aliong ngajak Tian pergi.” “Ke mana?” “Nggak tau, tapi bilangnya mau dijemput pagi-pagi.” “Kalo begitu, kamu jangan tidur terlalu larut, supaya besok bisa bangung lebih awal.” “Iya,” sahut Bastian. Sampai dengan hari ini Bastian masih bingung memanggil Jimmy dan Meylan dengan panggilan apa. Rasanya terlalu canggung tidak berbicara tanpa memakai panggilan yang sopan, akan tetapi memanggil mereka dengan panggilan ayah dan ibu pun, Bastian khawatir mereka tidak menyukainya. Bastian meninggalkan Meylan dan mulai membersihkan lantai dapur yang sedikit kotor setelah memasak. Setelah itu dia membersihkan piring dan peralatan yang lain dibantu oleh Meylan. Setelah itu Jimmy, Meylan, dan Bastian mulai menyiapkan bahan-bahan untuk saat makan malam sebelum para tamu datang. Menjelang pukul setengah delapan, tamu-tamu mulai berdatangan untuk makan malam di restoran Jimmy yang cukup terkenal karena harganya yang murah juga rasanya yang lezat.  Bastian terus bekerja membantu Jimmy dan Meylan di dapur. Jimmy tidak mengijinkan dirinya keluar untuk membawakan pesanan, karena masih khawatir ada orang yang mengenali Bastian.  Sekitar pukul sepuluh malam, restoran mulai sepi, dan Bastian mulai membersihkan meja-meja yang kotor serta menyapu lantai. “Tian, sekarang kamu makan dulu,” ujar Jimmy. “Sebentar lagi,” sahut Tian yang sedang membereskan salah satu meja. “Kamu sulit sekali kalo disuruh,” gerutu Jimmy pelan. “Maaf, tapi Tian selalu diajarin untuk menyelesaikan dulu pekerjaan, baru boleh kerjakan yang lain,” sahut Bastian yang mendengar gumaman Jimmy. Meylan yang berada tidak jauh dari mereka tertawa kecil mendengar pembicaraan Jimmy dan Bastian yang walaupun sedikit kaku tapi membawa suasana baru di tempat ini, dan semua itu membuat hatinya sangat bahagia. Selesai membereskan meja, Bastian menikmati makan malam bersama Jimmy dan Meylan di meja makan.  “Makan yang banyak, badan kamu terlalu kurus,” ujar Jimmy sambil meletakkan sepotong daging di mangkuk Bastian. “Makasih,” ujar Bastian sambil menundukkan kepalanya pada Jimmy. Bastian memakan daging pemberian Jimmy dengan perasaan senang. Sejak di sini, sedikit demi sedikit dia merasakan kenyamanan yang belum pernah dirasakan saat dirinya masih berada di rumahnya sendiri. Ayahnya terlalu kaku dan jarang berbicara dengan anak-anaknya, bahkan tidak boleh berbicara jika sedang makan, sangat berbeda dengan Jimmy dan Meylan yang selalu mengobrol dengan hangat. Selesai makan, Bastian membereskan meja dan membawanya ke dapur untuk dicuci oleh Meylan.  “Sekarang kamu mandi, terus tidur,” ujar Meylan. “Iya,” sahut Bastian. Bastian meletakkan kain yang dipakai untuk mengeringkan piring, dan berjalan ke tangga menuju lantai dua untuk mandi dan tidur seperti yang diperintahkan Meylan. *** Pukul tiga pagi, Bastian terbangun karena weker yang dipasang dan langsung membereskan tempat tidur dan melipat selimut. Setelah itu Bastian bergegas turun ke bawah untuk membuat teh sebelum dirinya bersiap. “Kenapa udah bangun?” tanya Bastian ketika melihat Meylan sedang menaruh teko di atas kompor. “Bikin sarapan dan bekal buat kamu sama Aliong,” sahut Meylan. “Tapi nanti kan cape, terus sakit,” sahut Bastian. “Ya masa kamu pergi dengan perut kosong,” sahut Meylan sambil memecahkan telur ke dalam mangkuk besar. “Itu mau bikin apa?’ tanya Bastian penuh minat. “Telur gulung. Kamu suka?” “Suka, semua masakan yang pake telur Bastian suka.” Meylan tertawa mendengar jawaban lugu yang keluar dari mulut Bastian.  “Tian, tolong masukkin daun teh ke dalam poci,” ujar Meylan yang sedang membuat telur. “Iya.” Bastian langsung melakukan apa yang diperintahkan Meylan. Dia mengambil guci kecil tempat menyimpan daun teh, dan mengambil dua jumput dan ditaruh ke dalam poci. Setelah itu, Bastian menuangkan air panas ke dalam poci.  Sementara itu Meylan terus memasak berbagai macam masakan untuk sarapan pagi dan dibawa oleh Bastian. “Tian, ini udah jam empat, mending kamu cuci muka dan sikat gigi, setelah itu ganti baju. Jangan lupa pakai jaket,” ujar Meylan. “Iya,” sahut Bastian yang langsung meninggalkan Meylan. Tidak lama kemudian, Bastian sudah turun lagi ke bawah untuk membantu Meylan. “Kamu udah siap?” tanya Meylan pada Bastian. “Udah,” sahut Bastian. “Gantengnya anak Mama,” ujar Meylan sambil memeluk Bastian dengan lembut. Bastian terpaku saat dipeluk dan mendengar Meylan menyebut dirinya mama. Ada sebuah rasa haru dan bahagia di hatinya, terasa begitu manis dan juga hangat. Perlahan, Bastian mengangkat tangannya dan membalas memeluk Meylan dengan erat.  Meylan terharu mendapat perlakuan manis dari Bastian. Hatinya yang selama ini terasa sepi karena belum memiliki anak, langsung terasa penuh saat tangan kecil Bastian melingkari pinggangnya.  “Ko!” panggil Aliong dari depan sambil mengetuk pintu. “Tuh Aliong udah datang. Kamu bukain pintu dan suruh dia masuk terus sarapan dulu. Mey mau siapin bekal buat kalian.” “Iya.” Bastian bergegas membukakan pintu untuk Aliong yang datang sendirian dengan memakai pakaian serba hitam dan juga topi yang menutupi kepalanya. “Udah siap?” tanya Aliong saat pintu sudah dibuka oleh Bastian. “Sudah, tapi kata Mey harus sarapan dulu.” “Selalu seperti itu,” gumam Aliong sambil tersenyum kecil. “Ngomong-ngomong kenapa kamu cuma panggil nama sama Ci Mey?” “Maaf, tapi Tian bingung mesti panggil apa,” sahut Bastian sedikit gugup. Perawakan Aliong yang tinggi menjulang dan pakaian serba hitam membuat Bastian merasa terintimidasi. Belum lagi tatapan matanya yang begitu dingin dan tajam saat menatap dirinya saat berjalan melewati Bastian menuju meja tengah dan duduk di sana. “Liong, makan dulu sama Tian ya,” ujar Meylan. “Kenapa mesti repot-repot sih Ci, gua jadi nggak enak,” ujar Aliong. “Udah nggak usah banyak ngomong, langsung makan terus berangkat.’ Aliong dan Bastian menikmati sarapan yang terlalu pagi, ditemani oleh Meylan. Sedangkan Jimmy masih tertidur di kamarnya. Selesai makan, Meylan mengambil kotak makan dan meletakkan nya di atas meja. “Liong, bawa ini buat makan siang,” ujar Meylan. “Iya Ci,” sahut Aliong yang merasa percuma membantah Meylan. “Ayo Tian kita berangkat.” “Tian berangkat dulu,” gumam Tian pelan. “Hati-hati,” ujar Meylan. Bastian menaiki mobil dan duduk di samping Aliong. Tanpa banyak kata, ALiong menjalankan mobil keluar dari daerah tempat tinggal Jimmy. “Kita mau ke mana?” tanya Bastian setelah mobil berjalan cukup jauh. “Liat aja nanti,” sahut Aliong datar. Aliong mengendarai mobil menuju jalan luar kota yang mengarah ke sebuah kawasan hutan yang sering dijadikan tempat liburan saat musim panas. Aliong melirik ke samping dan melihat wajah Bastian yang terlihat ceria dan bersemangat.  Sekitar pukul tujuh pagi, Aliong menghentikan mobil di tepi hutan yang dituju, dan mematikan mesin mobil. “Ayo turun,” ujar Aliong. Bastian mengikuti perintah Alion. Dia membuka sabuk pengaman dan turun dari mobil. Aliong berjalan lurus ke depan menuju pepohonan mendahului Bastian. Bastian mengikuti di belakang Aliong, berjalan secepat kakinya dapat melangkah untuk mengejar pria muda itu yang sudah cukup jauh melangkah. Aliong berhenti di tengah hutan dan menunggu hingga Bastian tiba di sisinya dengan napas tersengal-senal karena kelelahan. “Kenapa bawa Tian ke sini?” tanyanya sedikit bingung dan takut. “Kamu takut?” tanya Aliong ramah. Bastian menganggukkan kepala sebagai jawaban. “Tenang aja, gua nggak akan bikin elo celaka. Elo masih ingat omongan gue kan?” “Yang mana?” “Gue akan selalu jagain kalian semua, dan bahwa elo boleh anggap gue kakak.” “Itu Tian inget.” “Gua akan tepatin janji yang udah gua buat. Mulai sekarang gue mau ajarin elo cara buat bertahan hidup.” “Caranya?” “Bela diri.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN