Bab 2

2098 Kata
Gena, teman model Kalila baru saja mengabarkan bahwa dirinya resign, lantaran akan menikah dengan pengusaha muda dari timur tengah. Semua yang di sana tertawa karena ejekan Kenan yang menirukan gaya bicara calon suami Gena.  “Aneh ya. Kok orang timur tengah suka sama model indonesia, emang di sana sudah kehabisan stok wanita cantik?” celetuk Arra yang sedang memoles wajah Kalila dengan makeup. Kalila hanya tersenyum tipis sembari menatap pantulan wajahnya di cermin besar.  Sesungguhnya Kalila pun sudah ingin segera resign. Namun, dia terlanjur tanda tangan kontrak sebuah label, tinggal satu bulan lagi, setelah itu dia akan benar-benar berhenti dan melanjutkan kuliahnya.    Tiba-tiba saja ponsel Kalila berdering. Panggilan dari Mey harus segera diangkat, selain sebagai model kalila juga menerima endorse dan tawaran iklan, asalkan bukan main sinetron. Kalila belum tertarik terjun ke dunia akting, meski sudah banyak label menawarkan hal itu. Namun, Kalila selalu beralasan. Awalnya masuk modeling pun dia hanya coba-coba.   “Kenapa, Mey?” tanyanya langsung tanpa menyapa sepupunya itu terlebih dahulu. [La, coba deh lo buka pesan gue. Penting!]   “Oh … sorry gue nggak tahu,” ucap Kalila sembari langsung beralih membuka aplikasi pesan sementara telepon masih tersambung. “Ini apa, Mey?” tanyanya. “Halo, Mey? Entah kapan sambungan telepon itu terputus, Kalila tidak menyadarinya.     Sembari menunggu gambar terunduh. Kalila tengadah pada Arra yang sedang memoleskan lipstik soft pink ke bibirnya, tema photoshoot hari ini adalah Angel dengan riasan soft makeup.  Selesai makeup, Arra beralih menata rambut Kalila. Arra tetap fokus dengan tatanan rambut Kalila, meski keringat tergenang di dahinya, Arra selalu suka mempercantik Kalila, lantaran model satu itu tak pernah protes, mau dibuat seperti apapun Kalila tetap cantik.  Mata Kalila membola saat melihat gambar yang berhasil terunduh. Seorang pria dari belakang sedang merangkul mesra pinggul seorang wanita berambut pirang dengan kulit eksotis. Kalila memperbesar gambar tersebut. Namun, karena angle foto dari belakang tentu saja dia tidak mengenali wanita itu, begitupun dengan laki-laki yang ada di dalam gambar tersebut, selain hanya dia merasa itu mirip sekali dengan Arlon, tapi Kalila tidak ingin berburuk sangka.    “Mbak, belum ada niat buat nikah?”    Pertanyaan Arra membuatnya terkesiap, dia segera memasukkan ponselnya ke dalam tas. Menatap pantulan bayangan Arra di cermin. “Aku masih mau kerja. Rencana sih mau lanjut kuliah juga.”   “Wah, Mbak Kalila hebat ya. Mandiri, masih mau cari ilmu lagi. Pantas Mas Arlon suka,” puji Arra sembari menatap bayangan Kalila di cermin.  Kalila tersenyum tipis mendengar pujian Arra yang terlalu berlebihan.  “Mas Arlon belum ngajakin Mbak buat nikah?”   “Udah sering, Ra. Untungnya dia mau nunggu sih,” ucap Kalila dengan yakin dan tenang.  “Itu artinya mas Arlon setia.”   Kalila tergemap dengan pernyataan Arra. Jika gadis itu berpikir seperti itu, justru hati Kalila sibuk mempertanyakan kesetiaan Arlon padanya. Dia kemudian bangkit dan berbalik.     Tiba-tiba Mey tergopoh masuk ke ruang makeup. “Udah baca pesan gue belom?” tanya Mey sembari mengikuti Kalila keluar dari ruang make up.   “Belum sempet baca, baru lihat gambarnya doang, emang kenapa?”  “Nggak apa-apa. Nanti aja kalau udah selesai pemotretan, lo bisa lihat sendiri,” ucap Mey yang berjalan dibelakang Kalila. Dia takut apa yang baru saja dia kirim membuat suasana hati sepupunya itu menjadi buruk.  Kalila mengangguk patuh. Spot foto kali ini adalah outdoor, bertempat di hutan mangrove. Bertema Angel dengan gaun putih panjang, membentuk sempurna lekuk tubuhnya, sementara aksen lengan menggelembung seperti balon dengan karet kecil yang dinaikkan ke atas sampai seperempat tangannya. Sayap dengan tali transparan menempel di belakang punggung. Kalila berjalan sambil mengangkat gaun panjangnya.  Di dekat pohon besar dengan dedaunan kuning yang berserakan di tanah menjadi spot foto yang menarik. Sang fotografer berjongkok mengarahkan kamera pada Kalila.    Kenan si pengatur gaya, turun tangan dengan membuka resleting gaun Kalila dari belakang, sementara dua tangan Kalila menyilang di d**a untuk menahan agar gaunnya tidak benar-benar jatuh. Tindakan Kenan sengaja dilakukan untuk memperlihatkan bahu yang menggoda, wajah Kalila terdongak ke atas sementara matanya terpejam.  Bak model profesional Kalila bergaya dengan begitu mudah dan ringan, tanpa perlu beberapa kali take hasilnya sudah sempurna.  Arman sang Fotografer mengacungkan jempol pertanda dia suka dengan hasilnya. Dibantu Mey, Kalila kembali merapikan gaunnya yang tadi hampir terlepas gara-gara Kenan menurunkan resleting terlalu bawah.  “Jangan dulu ditarik. Turunkan lagi!” titah Kenan.  Kalila diminta untuk tidur di atas dedaunan itu, Kenan dan Mey merapikan gaunnya dan kedua sayap Kalila semakin di lebarkan. Kalila menekuk satu kakinya, sehingga gaun sedikit naik dan menampilkan betis, lutut hingga paha. Kenan menurunkan baju Kalila hingga kedua bahu dan belahan dadanya mengintip di balik gaun putihnya.  Tangan kiri Kalila ada di bahu kanan, sementara tangan kanan ada di perut dekat pinggul. Sedikit meliukkan tubuh, matanya tidak menatap kamera, menatap ke arah lain dengan sangat cantik.  Arman tersenyum saat mengambil gambar dari atas dengan menaiki tangga aluminium. Dia kembali mengacungkan jempol saat puas dengan hasilnya.  Kalila memang sangat cantik dan fotogenik, pantas majalah yang diproduksi medianya selalu laris terjual. “Kamu selalu cantik, La.” Arman berjongkok, di dekat Kalila yang sedang duduk. Dia menunjukkan hasil-hasil fotonya pada Kalila.  “Untuk gaun yang ini sepertinya sudah. Kamu ganti yang hitam, Arra sudah siapkan di ruang ganti,” ucap Kenan menginterupsi.  Kalila mengangguk. Dia tersenyum saat Arman mengulurkan tangan padanya. Dia pun segera bangkit dengan bantuan pria berambut sebahu itu.    “Jam dua kita take lagi,”  ucap Arman.  Kalila mengangguk. Dibantu Mey, dia berjalan menuju ruang make up yang dekat dengan kamar tidurnya bersama Mey.  Dari jauh Kenan menatap kepergian Kalila. Bohong jika dia tidak tergoda setiap mengatur gaya Kalila. Apalagi sesekali dia dapat menyentuh kulit mulus itu.    ***   Kalila sudah berjanji pada seseorang yang paling istimewa di hatinya untuk menghabiskan waktu selama dua hari ini. Dia sengaja mengosongkan semua jadwalnya, hanya agar bisa membayar hutang waktu pada Arlon. Sudah hampir dua minggu dia tidak bertemu dengan pria itu.    Kalila percaya Arlon selalu sabar menantinya. Foto yang dikirimkan Mey dua hari yang lalu tak bisa dia percaya begitu saja.  Kalila datang lebih pagi karena dia ingin memberikan kejutan dengan membangunkan Arlon. Dia yakin sekali di akhir pekan seperti ini, Arlon masih bergumul dengan selimut.  Kalila memang selalu berdandan cantik, meski casual, namun dia tetap modis. Tatanan rambut panjangnya dia biarkan terurai dan bergelombang.  Perlahan dia berjalan dan memperhatikan sekitar untuk memastikan bahwa Arlon memang tidak sedang berdiri di luar, atau kalau tidak kejutannya akan gagal.  Kalila membuka pintu apartemen Arlon dan mengedarkan pandangannya. Dia memang memegang kunci cadangan apartemen pria itu. Arlon yang sengaja memberinya kunci cadangan agar kekasihnya itu bisa bebas berkunjung kapan saja.  Kalila berjalan mengendap menuju kamar Arlon yang tak tertutup rapat, dia sudah tak sabar ingin membangunkan pria itu, dia juga ingin segera menunjukkan senyum cerianya. Pasti Arlon terkejut melihat kehadirannya di sini sepagi ini.  Dia mendorong pintu itu pelan sekali. Namun, tiba-tiba saja Kalila terkesiap saat melihat Arlon sedang telanjang d**a ke luar dari kamar mandi. Arlon tak kalah terkejut melihat Kalila ada di kamarnya sepagi ini.  "Kok kamu berdiri di situ?" Suara wanita itu berhasil membuat senyum ceria Kalila memudar. Bahkan, dia merasa Arlon dan Amira telah menghunjamkan ribuan pedang ke dadanya. Seketika tubuh Kalila lemas, namun sekuat tenaga dia ingin tetap bisa berdiri tegak menghadapi kenyataan pahit ini.  Air mata mulai mengalir membasahi pipi Kalila yang mulai memerah. Bibirnya bergetar menahan gejolak amarah yang siap meledak kapan saja.   "Aku bisa jelasin," ucap Arlon gugup sembari menyambar baju dalam lemari.  Dengan d**a yang semakin sesak, Kalila mendekat dan satu tamparan dia layangkan pada Amira yang hanya tertunduk menahan malu. "Kenapa lo lakukan ini, Mir?" Tangannya mencengkram rahang wanita itu. “Pengkhianat!” Kalila mengempas rahang sahabatnya itu dengan kasar.  Kalila mundur dan menjatuhkan b****g di atas kasur Arlon. Tak ada yang sanggup melihat orang yang dia sayang keluar dari kamar mandi dengan sahabatnya sendiri tanpa busana, selain handuk putih yang menutupi sebagian tubuh mereka.    Arlon berlutut dan meraih kedua tangannya. "Sayang, aku minta maaf."  Mata merah Kalila menatap Arlon penuh kecewa. Kegusaran di hatinya semakin membuncah, pikiran-pikiran buruk terus berputar di kepalanya. Kalila ingin menjerit, ingin memaki, tapi rasa syok dan kecewa membuat mulutnya terkunci.  Kalila mengacungkan telapak tangan, sekuat tenaga dia ingin menampar pria itu. Namun, Kalila merasa amarah telah melukai dirinya sendiri. Hingga tangannya hanya tertahan di udara.  Arlon terperangah, dia semakin merasa bersalah, lalu merengkuh dan mendekap tubuh Kalila dengan erat. Kalila menangis dalam pelukan pria itu. Dia melipat bibirnya, menahan agar suara tangisnya tidak semakin keras. Kalila segera menyeka air mata yang terus membasahi pipinya.  Amira berjalan sembari membawa beberapa lembar pakaiannya ke ruang tamu. Dengan cepat dia mengenakannya, setelah itu dia kembali dan meminta maaf pada Kalila yang masih dalam pelukan Arlon. Namun, Amira merasa perih saat secara terang-terangan Arlon lebih menyayangi Kalila.  Arlon menggenggam kedua pipi Kalila. “Dengar! Mau aku melakukannya dengan ribuan wanita sekalipun.” Arlon terdiam sejenak sembari mencari manik hitam Kalila. “Di hatiku tetap ada kamu. Kamu yang aku sayang selalu dan selamanya.” Jantung Amira mencelus. Lalu setiap Arlon melakukan itu dengannya, apa itu bukan cinta? Air mata kembali melintasi pipi Kalila. Tak ada kebohongan di mata Arlon. Tapi sungguh hati Kalila benar-benar perih. Arlon telah mengkhianati cintanya. Kalila menjauhkan tubuhnya dari Arlon, kemudian dengan perlahan dia bangkit. Sebagai kaum hawa, dia terluka dengan segala pemikiran Arlon akan hal itu. "Sayang.” Arlon ikut bangkit. “Sayang, aku minta maaf,” ucap Arlon memohon sembari kembali meraih tangan Kalila.  Kalila menggelengkan kepala, dia menggigit bibir untuk meredam rasa sesak di dadanya. Menarik napas dan mengangkat wajahnya ke atas.  “Semua sudah jelas,” lirihnya sembari menoleh pada Amira. “Kalian telah mengkhianatiku.”    “Aku tahu aku salah. Aku janji, aku nggak akan ulangi lagi.”    “Kamu pikir aku percaya?” desis Kalila. Dia menarik napas, hidungnya yang tersumbat membuat dadanya semakin sesak. “Kamu pikir aku mau terima pria b******k sepertimu?" desisnya lagi.   Arlon tak terima disebut seperti itu, hingga wajahnya panas, dia pun berkata, "Munafik!"   Mata merah Kalila menatapnya penuh luka. "Aku tahu pekerjaanmu murahan. Kamu tak perlu merasa suci, meski kamu masih perawan, berapa banyak laki-laki yang mengkhayalkanmu setiap waktu?!"  Jantung Kalila mencelus. Bagai ribuan benda berat datang menghunjam jantungnya berkali-kali. Perkataan Arlon telah menambah luka di hatinya. Jika Kalila membanggakan kesuciannya, justru semua pria berpikiran buruk terhadap dirinya.  "Kamu mengumbar tubuh seksimu, punggung mulusmu, lalu di mana ada pria yang berpikir bahwa model majalah dewasa adalah wanita suci?" Arlon memberi jeda. "Bahkan semua temanku iri karena mereka berpikir aku sudah memenangkanmu di atas ranjang," imbuhnya.  Kalila tercengang dengan semua yang baru saja Arlon katakan. Dia menarik napas dalam-dalam. Gusar di hati tak terelakkan lagi. Dia berjingkat, memilih pergi dari hadapan Arlon sebelum amarah kembali melukai dirinya.  "Kalau kamu mau hubungan kita bertahan sampai ke pelaminan, sebaiknya kamu habiskan satu malammu bersamaku," pekik Arlon.  Kalila menoleh, menatap pria itu dalam diam, sementara air mata kembali turun. Dia tidak menyangka Arlon tega mengatakan kalimat sekotor itu. "Kita putus!" desis Kalila, kemudian dia melenggang pergi menuju lift.  Arlon terhenyak tatkala mendapat kemarahan sehalus itu dari wanita yang telah memenuhi hari-harinya selama ini. Dia baru menyadari dibalik kecerewetan Kalila, wanita itu tak bisa marah, memang setiap ada masalah Kalila selalu mendiamkannya. Hanya saja untuk kejadian ini, luka dan kecewa yang Kalila tunjukkan ikut menggores hatinya.  Dari belakang Amira memeluk Arlon dengan erat. Meski dia sadar di hati Arlon tak pernah ada dirinya. Namun, dia yakin cepat atau lambat Kalila akan enyah dari hati pria itu. Kepahitan yang Kalila rasakan telah membuatnya hancur, hubungannya dengan Arlon hanya tinggal cerita, dan kenapa Arlon harus berkhianat? Padahal dia sudah berjanji akan menjalani hari-harinya sebagai mahasiswi juga pacar yang baik buat Arlon. Nyatanya pria memang butuh lebih dari sekedar pacar.   Kalila tidak bisa. Dia tidak ingin melakukan itu sebelum pernikahan. Tapi kenapa Amira harus hadir menawarkan apa yang selama ini Arlon inginkan?   Kalila menjerit di dalam mobilnya, berharap jeritannya bisa melegakkan. Namun, nyatanya tidak. Rasa sesak semakin membuncah ketika dia melihat Arlon sudah berdiri di depan pintu mobilnya sembari mengetuk jendela. “Aku minta maaf, kita bisa mulai semuanya dari awal,” teriak Arlon sembari terus mengetuk.   Kalila tak sudi memberi Arlon kesempatan, dengan apa yang Arlon katakan padanya, dia bersumpah akan membuat pria itu menyesal seumur hidupnya.  Sikap Kalila yang seperti itu membuat Arlon semakin merasa bersalah. Arlon menyadari kata-katanya beberapa menit yang lalu telah melecehkan Kalila.  Wanita itu tak lagi menghiraukan keberadaan Arlon, dia segera memutar roda kemudi. Sementara Arlon terus berlari saat mobil Kalila melaju meninggalkan kawasan apartemennya.   Ada banyak rencana yang ingin Kalila realisasikan dengan Arlon pagi ini. Namun, semua rencana itu runtuh dalam hitungan detik. Kalila tidak menyangka dugaan tentang pengkhianatan Arlon malam itu, terbukti dengan sebenar-benarnya.   
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN