07. Terulang?

1781 Kata
Radita menatap dirinya dari pantulan cermin dan tersenyum melihat betapa ia sangat cantik malam ini. Sebelum kepedeannya semakin meningkat, Radita memilih menyingkir dari depan cermin dan mengambil barang-barang yang perlu ia bawa dan masukkan ke dalam tas mininya. Ia memasukkan dompet, ponsel, lipstick, dan tisu, lalu keluar dari kamarnya begitu merasa siap. "Bang, kok belum siap-siap sih?" tanya Radita begitu ia turun dan melihat Hugo malah duduk santai sambil menonton televisi. "Tumben lo cantik." puji Hugo melihat betapa mempesonanya adiknya dengan gaun hitam yang melekat pada tubuhnya hingga menunjukkan bagian-bagian tertentu. Bahkan gaun Radita tidak dapat menutupi bahunya karena model gaun yang hanya menggunakan tali tipis untuk diikat di lehernya. "Tau, gue emang selalu cantik. Tapi kenapa lo belum siap-siap?" "Gue lagi diare, pulang dari luar kota kemarin gue muntah-muntah sama sakit perut, bawaannya ke kamar mandi mulu." “Kak Elisa mana?” tanyaku saat tak menemukan calon kakak iparku itu. “Itu, dia pergi jenguk temennya yang baru lahiran.” "Jadi? Gue berangkat sama siapa?" tanya Radita merasa tak enak untuk berangkat sendiri. Ia lebih baik di rumah daripada mengunjungi pesta. Inipun ia mau karena menemani Hugo, tapi kalau sendiri, ia lebih baik tidak pergi. "Sama Felix aja ya. Itu anaknya udah nongol." "Ihh bang Hugo kenapa lo nggak bilang sih. Kalo gitu kan gue juga males perginya." Kesalku terus terang. "Yaudah sih, sama Felix doang itu. Nggap apa-apa lah" "Iss" kesal Radita memilih berlalu dari Hugo dan menuju pintu keluar rumahnya. Ia segera memasuki mobil yang kini terparkir dan siap untuk ia dan Felix tumpangi menuju pesta rekan kerja HGiot Enterprise. "Pakai safety belt." ujar Felix begitu ia masuk ke kursi kemudi. Radita menatap pria itu tak suka "Kenapa lo yang di sini?" "Jadi mau lo, gue di mana?" "Kok bukan disupirin pak Edi sih" "Emang enggak. Udah gausah bawel, pake aja safety belt lo." Balas Felix tak kalah ketus. "Isss" rutuk Radita karena tadi ia memilih duduk di depan supaya bisa menghindari pria b******k di sampingnya. Sesampainya di depan gedung hotel yang cukup megah, Radita turun, Felix lalu memberikan kunci mobil kepada petugas valet yang bersiap di sana. Felix mendekati Radita meski wanita itu berusaha menghindarinya dengan jelas, kemudian menyentuh pinggang wanita itu dan merapatkan diri hingga bibirnya ia dekatkan ke telinga Radita "Jangan coba-coba minum alkohol selama di Pesta ini. Gue nggak tanggung jawab sama kejadian selanjutnya." "Iss" Radita sontak mendorong tubuh pria itu "Lo yang harusnya nggak minum alkohol supaya nggak memperkosa anak orang dengan tidak bertanggung jawab." desisnya sinis lalu berjalan cepat memasuki hotel. Felix menjilat lidahnya sambil memandang langkah Radita yang kian menjauh. Ia tersenyum kecil melihat liuk pinggang wanita itu berhasil menarik perhatiannya. Siall. Entah otaknya yang m***m atau Radita memang sangat seksi, tapi lekuk tubuh wanita itu membuat tenggorokan Felix cukup kering. Radita segera menghampiri Tn. Robert, sang pemilik pesta yang kini meresmikan putranya-Jack- sebagai pewaris perusahaannya "Selamat menikmati masa tua Mr. Robert karena kini anda harus beristirahat. Sudah waktunya putra anda yang mengendalikan semuanya." "Terimakasih Ms. Giota. Sungguh kami merasa senang atas kehadiranmu. Tapi di mana Mr. Giota saat ini?" "Ah, bang Hugo sedang tidak enak badan." "Ah, sayang sekali." "Di mana putra anda, Mr. Robert?" "Ah, dia sedang beristirahat di sana. Ada terlalu banyak tamu yang membuatnya tak terbiasa." "Baiklah, saya pamit untuk menghampirinya." "Silakan Ms. Giota." Radita melangkah menuju pria yang kini dilihatnya sedang mengurut pelipisnya karena lelah yang mendera tubuhnya "Selamat malam, Jack" sapanya dengan sedikit pelan agar tidak mengejutkan pria itu. Pria yang ia sebut Jack itu menoleh dengan mata membesar dan segera berdiri "Radita, lo---" ia kehilangan kata-kata hingga tubuhnya dengan refleks menarik Radita ke dalam pelukannya "Gue kangen." bisiknya. Radita membalas pelukan pria itu sebentar namun setelahnya ia mendorong pria itu "Nanti ada gosip nggak enak." ujarnya memperingati pria itu. "Kapan sih gosip itu enak, seenak pisang goreng." desisnya lalu mempersilakan Radita duduk. "Iya juga ya. Btw, selamat ya, gue kira lo nggak bakal dikasih tanggung jawab sebesar ini sama Om Robert. Apalagi usia lo juga terbilang masih muda banget." "Dan sekarang aja gue udah pusing, tapi karena Papa juga udah tua, jadi ya mau nggak mau, gue harus menerima posisi seberat ini." "Bagus deh, lo udah dewasa." "Lo ke sini sama siapa? Sama bang Hugo?" "Bukan. Bang Hugo lagi nggak enak badan. Gue kesini sama seseorang, lo juga nggak kenal." "Okay, terus kapan lo datang, kok nggak ngabarin?" "Udah lama, udah mau balik juga lagi." "k*****t. Lo udah ketemu sama Rifka sama Pinta?" "Sama Rifka sih udah, sama Pinta belum. Taulah, dia orang sibuk." "Tau banget," ujarnya "Eh ini, minum Dit." "Alkohol?" tanya Radita diangguki Jack. Radita hendak menggeleng karena memang ia tak begitu tertarik mengkonsumsi alkohol, tapi karena mengingat pesan Felix yang terkesan sangat mengatur, ia jadi mengabaikannya dan justru mengambil salah satu gelas dan mengisinya dengan alkohol "Sialan. Emangnya dia pikir dia siapa." desisnya pelan lalu meneguk alkohol itu. "Lo sebelum minum biasanya baca mantra." ejek Jack membuat Radita memukul lengan pria itu cukup kuat. "Gue lagi kesel sama seseorang, sumpah. Sebelum minum alkohol, gue nyumpahin tuh orang." "Asal lo inget aja kalau tubuh lo nggak sekuat itu menahan alkohol." "Gue inget, seenggaknya lima gelas gak masalah." "Nggak masalah kalau lo sama gue, kalau sama cowok lain, siap-siap lo kehilangan sesuatu yang berharga." "Udah hilang." jawab Radita kesal. Jack membulatkan matanya "Serius? Lo--? Astaga Dit, lo kok jadi nakal sih?" dengusnya tak percaya. "Lo bakal lebih nggak percaya kalau gue cerita sepenuhnya sama lo." "Kenapa?" "Gue kasih tau intinya nih," ujar Radita mendekatkan bibirnya ke telinga Jack lalu melirik kanan kiri, memastikan bahwa tidak ada orang yang bisa menguping pembicaraan mereka "Yang ngambil keperawanan gue, adiknya pacar bang Hugo." "Dit------ gila gila. Ini nggak masuk logika gue. Rifka tau?" "Tau" "Pinta?" "Gue udah bilang kan kalau gue belum ketemu sama Herpinta sama sekali." "Tenang-tenang, entar lagi dia datang." "Serius? Sama siapa?" "Sama--- tuh orangnya" tunjuk Jack dengan memajukan bibirnya ke samping kanannya. Radita langsung menggeser duduknya dari Jack sambil mengangkat kedua tangannya "Gue nggak ada apa-apa sama Jack." ujarnya berusaha menghilangkan kesalahpahaman karena tatapan Pinta yang seperti ingin membunuhnya. Herpinta langsung duduk diantara mereka hingga akhirnya Radita dengan pasrah mengalah dan berpindah posisi duduk ke sofa single "Selamat ya Jack, akhirnya kamu jadi Direktur." ujarnya memeluk pria itu. Radita mengalihkan pandangan sambil memasang wajah ilfeel melihat adegan sok mesra di sampingnya. Jack mengurai pelukan mereka lalu menatap kanan kiri "Rifka mana?" "Dia nggak jadi datang, perutnya kumat karena hari pertama." "Pin, lo nggak ada niat meluk gue gitu?" desis Radita sinis "Eh iya, lo kan baru nyampe di Indonesia ya?" ujar Pinta dengan wajah polosnya hingga Radita memukul kepala wanita itu "Sialaan. Temen macam apa lo." "Ya sorry, tapi gue bener-bener sibuk praktikum." jelas Pinta. "Sibuk praktikum atau kegenitan sama Jack?" sindirnya. "Dua-duanya." "Mulai males gue kalo lo udah berduaan. Gue keliling dulu ya, cari kenalan." "Hati-hati lo Dit." saran Jack. "Selo" Setelah kepergian Radita, Pinta mengaitkan tangannya ke lengan Jack lalu menyandarkan kepalanya ke bahu Jack "Gue liat dia." bisiknya. "Siapa? Mantan?" tanya Jack yang langsung mengerti. "Iya" "Yaudah, di sini aja supaya dia nggak macem-macem." Saran Jack dan diangguki dengan cepat oleh Pinta. "Bisa gue minta tolong?" "Apa?" "Cium gue kalau dia ada di sini." permintaan itu berhasil membuat degub jantung Jack terhenti untuk sesaat sampai akhirnya ia menarik tengkuk Pinta begitu saja lalu mengecup bibir wanita itu "Aku bahkan siap melakukan lebih dari ini, tanpa diminta." ujarnya lalu kembali mencium bibir Herpinta dan melumatnya dengan cukup kasar. *** Felix diam-diam menyusuri hotel yang cukup ramai itu sambil berusaha menemukan orang yang dicarinya. Tadi, tanpa sengaja ia seperti melihat keberadaan wanita itu di keramaian ini. Ia berusaha menepis hal itu, namun hatinya begitu yakin hingga ia terus berjalan kesana-kemari untuk bisa menemukan targetnya Saat hampir lelah dan putus asa, ia justru melihat sepasang manusia sedang b******u. Ya, itu wanita yang dicarinya. Ia tau dan kenal benar bentuk tubuh, rambut dan gaya pakaian mantannya itu. Ia tersenyum sinis kemudian menjauh dan menghampiri bar dalam hotel itu lalu meminta beberapa gelas alkohol yang diteguknya bergantian untuk melampiaskan kemarahannya. Di sisi lain, Radita melewati beberapa kerumunan sambil kepalanya menoleh ke kanan maupun ke kiri guna menemukan Felix yang sejak tadi dicarinya. Jam yang perlahan larut membuatnya ingin segera pulang dan bertemu dengan ranjangnya. Ia mengernyit saat melihat postur tubuh yang cukup ia kenali dengan setelan jas yang ia ingat betul bahwa itu adalah Felix. Dengan langkah ragu, ia menghampiri pria itu dan menyolek bahu pria itu karena dilihatnya mata pria itu terpejam dengan tubuh yang tak berdaya. "Woi" ujarnya menoel kepala Felix dengan jari telunjuknya. Felix hanya mendesis tak jelas dengan gumaman-gumaman yang membuat Radita pusing. Wanita itu berpikir sejenak lalu mengeluarkan ponselnya dari hand bag dan mencari nomor Hugo. "Apaan nelpon?" tanya pria itu begitu mengangkat panggilan. "Bang, Felix mabuk nih" "Terus?" "Jemput kek. Gue mau pulang. Pengen tidur." "Dit, gue lagi sakit. Tega banget lo sama abang lo sendiri." "Kirim pak Edi." "Lo tau kenapa gue suruh Felix yang nemenin? Karena pak Edi lagi pulang kampung. Istrinya sakit" desis Hugo "Gini aja, lo yang nyetir, atau pesen taksi atau nginep di hotel dulu." "Oh iyaya, kenapa gue nggak kepikiran pesen taksi online." "Udahlah, beres. Otak lo emang dangkal." "Terserah lo aja. Udah, gue tutup telponnya" ujar Radita lalu memutuskan sambungan telepon mereka. "Terus gue bawa nih orang gimana?" tanyanya pada diri sendiri sambil melihat Felix. Dengan usaha sekuat tenaga, ia memapah pria itu yang sialnya begitu berat "Nih orang sehari-hari makan apa sih, berat banget dosanya." Felix mengerjapkan matanya yang begitu berat lalu menoleh ke arah Radita, senyum mesumnya terbit hingga ia mendekatkan bibirnya ke wajah Radita dan mencium pipi wanita itu berkali-kali. Radita menjilat bibirnya untuk menghilangkan rasa kesalnya terlebih lagi saat bibir pria itu menjelajah lehernya. Usahanya membuahkan hasil karena begitu ia turun ternyata ada taksi yang sedang menunggu adanya penumpang di dekat hotel. Ia langsung memasukkan Felix dengan susah payah lalu ikut duduk di samping pria itu. "Sayang kita mau kemana?" tanya Felix dengan lemah. "Sialan nih orang, udah nyusahin masih aja inget kegatelan." desis Radita kesal. "Mulutnya kok gitu sih," tegur Felix lalu mengecup bibir Radita hingga wanita itu membulatkan matanya dengan nafas yang tak teratur "Kok bibir kamu manisan, sayang. Aku suka." tambah Felix lagi semakin melantur. Ia kembali menghinggapkan bibirnya di bibir Radita dan melumat bibir itu dengan kasar hingga Radita mau tak mau memejamkan matanya menikmati lumatan yang membuatnya basah itu. Supir taksi memutar posisi spion di dalam menjadi ke arah depan supaya ia tak melihat adegan tak senonoh itu lewat spionnya. "Cari hotel pak" ujar Felix dalam ketidaksadarannya dan Radita hanya diam saja mendengar permintaan Felix tersebut.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN