Lima

1033 Kata
  Hari ini Julia terbangun lebih pagi dari biasanya. Pukul 6.00 pagi waktu Los Angeles. Julia tidur tak bergerak. Dan ia benar-benar sadar tanpa obat yang diberikan dokternya. Berbeda dengan malam sebelumnya. Julia bergegas menuju kamar mandi, membasuh wajah, menyikat gigi dan berjalan ke arah lemari besar miliknya. Meraih sebuah hoodie dan celana training serta sepatu olahraganya. Julia hanya meneguk segelas air mineral pagi ini. Ia tak berniat untuk makan.  Julia yang telah siap dengan segala keperluannya untuk berolahraga segera bergegas. Usai meneguk air mineral sekali lagi dalam gelasnya. Julia segera meninggalkan apartemennya. Saat pintu tertutup dibelakangnya, Julia mendapati pintu lift yang terbuka, dan ia langsung berlari seakan tidak ingin tertinggal lift.  Mata coklat Julia terbelalak, betapa terkejutnya Julia mendapati sosok Max sepagi ini di dalam lift. Mereka bertatapan dengan keterkejutan dari keduanya. “Hi Julia,” sapa Max dengan senyuman yang menggoda sama seperti sebelumnya. Max terlihat tampan dari yang terakhir Julia bertemu dengannya. Dengan rambutnya yang sedikit acak-acakan. Pertemuan pagi ini berupakan pertemuan kedua bagi mereka, dalam keadaan sadar. “Hi Max,” balas Julia, dengan senyum yang malu-malu. Julia merasakan jantungnya berdegup kencang. Sesekali ia tertunduk, menghela nafas panjang. Hujaman tatapan mata Max kian intens tertuju pada Julia dari ujung kaki hingga kepala. “Kau akan berolahraga?” Suara berat Max memecah keheningan. Julia mengangguk dengan cepat. Dan ada rasa salah tingkah menghinggapi Julia. Dewi cinta dalam dirinya bersorak sorai.  “Aku tak menyangka akan bertemu denganmu sepagi ini di lift,” ujar Julia. Tak ada jawaban dari Max, selain pria itu hanya tersenyum. Tatapan matanya tak lepas dari Julia. Lurus dan penuh makna. Sekali lagi Max menatap Julia dari ujung kepala hingga kaki. Setiap inci yang tak akan terlewati. Sesampainya di lt. 10 apartemen milik Max. Pria itu bergerak lambat, sengaja berlama-lama di pintu lift. “Kau tidak ingin mampir ke tempatku?” Max menawarkan dengan suara seksi dan lembut yang bercampur. Bak sihir yang menerjang Julia tiba-tiba. Sesungguhnya Max merasakan miliknya mulai bereaksi mendapati Julia di dekatnya. Wajah Julia yang polos tanpa make up, aroma Julia yang tanpa parfume. “Lain waktu,” tolak Julia sopan. Julia berusaha untuk menyembunyikan getaran dalam suaranya. Max menggigit bibir bawahnya, dan tatapannya tak dapat ditampik oleh Julia. p****g Julia tiba-tiba terasa mengeras di balik bra yang dikenakannya. “Baiklah. Kau berhutang padaku, Julia. Sampai bertemu nanti. Bye,” kata Max dengan suara lembut dan mesra yang tak kalah dari sebelumnya. “Bye,” balas Julia. Untuk sepersekian detik, nafas Julia tertahan, tatapan mata Max membuat Julia lupa caranya bernafas. Max masih terus menatap Julia hingga pintu lift tertutup. Beriringan dengan lift yang menutup kembali, saat itu juga Julia menghembuskan nafas lega. Sungguh pagi ini pesona Max sangat luar biasa hingga membuat tubuh Julia bereaksi.   ***   Julia memilih untuk berlari pagi mengelilingi taman kota yang berada tak jauh dari apartemennya berada. Seorang diri Julia menembus dinginnya pagi kota Los Angeles yang tetap ramai orang lalu lalang. Dengan earphone yang terpasang di kedua telinganya, Julia menikmati olahraga sambil mendengarkan musik. Ia membutuhkan ketenangan dalam dirinya. Udara sekeliling taman terasa menyegarkan. Pohon-pohon besar yang menjulang. Hembusan angin yang menerpa wajahnya. Julia juga sempat melintasi sebuah danau dengan air mancur yang berada di tengah. Air yang bening dengan bunga-bunga yang bermekaran di sekitarnya. Suara gemericik air. Suara serangga. Dan semua tumbuhan kompak mengeluarkan oksigennya. Julia menarik nafas panjang, dan menghembuskannya perlahan. Dan Julia mengulanginya berulang kali. Julia butuh oksigen lebih banyak untuk kerja paru-parunya. Julia berhenti di tepian sungai kecil yang berada di sisi kirinya. Hanya berdiri, menutup matanya sesaat dan terdiam dalam diam. Julia mencoba untuk meresapi semua rasa yang ada di sekitarnya. Dan yang berkelebat di dalam pikirannya justru sosok Max. Wajah tampan Max melintasi kepala Julia. “Max,” desis Julia.  Bila mengingat pertemuannya beberapa menit yang lalu rasanya kerja jantung Julia seketika merambat naik. Oksigen yang dibutuhkan Julia menjadi berlipat-lipat. Julia merasakan kulitnya meremang membayangkan Max dengan rambutnya yang sedikit acak-acakan. Tatapan Julia juga sempat mendapati bagian bawah tubuh Max yang tampak menonjol terbungkus dibalik celana yang dikenakan pria itu. Tampak lebih seksi. Julia tersenyum seorang diri dan melanjutkan langkah kakinya untuk terus berlari. Julia mencoba untuk menyingkirkan bayangan Max di lift yang begitu seksi, menggoda dan tampak lezat dipandang. Hingga sesosok pria dari arah berlawanan muncul dan dengan sengaja menabrakkan dirinya dan mengagetkan Julia. “Julia.” Suara yang sangat ia kenali dari balik hoodie dan menyenggol bahu Julia dengan sengaja. “Kau...” Julia menghentikan larinya dan nyaris terjatuh. Pria itu membuka tutup kepalanya. Kelopak mata Julia seketika melebar. Tubuh Julia bereaksi dengan kemunculan Rob dihadapannya saat ini. “Sedang apa kau disini?” tanya Julia ketus. Julia melanjutkan langkah kakinya dengan berjalan. “Aku juga butuh olahraga, Julia sayang,” jawab Rob dengan nada suara yang menjengkelkan dan kerlingan sebelah matanya. Julia tersenyum masam tanpa menoleh ke arah Rob yang berjalan di sisi kanannya. “Sejak kapan kau berolahraga? Penipuan,” seloroh Julia dengan lirikan dari sudut matanya. Rob terkekeh, tanpa rasa tersinggung. Mereka berjalan beriringan. “Sejak aku mendapatkan s*x hebat dari pasangan hidupku, Julia,” sindir Rob dengan suara merendahkan dan tawa kecil yang terselip saat kalimat tersebut terucap. Julia berhenti sesaat. Menghela nafas dengan kasar namun tetap tersenyum manis. Menatap lurus Rob yang berdecak pinggang. Tersenyum miring. Ada rasa amarah yang mendesir dalam hati Julia, namun ia berusaha untuk menekan semampu yang ia bisa. Julia tidak ingin terlihat lemah dan kalah di hadapan Rob yang selalu mengungkit masalah yang sama. Otak Julia berputar cepat. “Sepertinya memang kesialan diriku harus menikah denganmu, Rob,” Julia berucap dengan suara lantang, “karena tak hanya dirimu yang memiliki kehidupan s*x hebat. Aku juga sudah mendapatkan pria yang jauh lebih hebat di atas ranjang. Yang tak pernah membiarkan wanitanya klimak belakangan, Rob,” sambung Julia panjang lebar dengan senyuman puas dan melanjutkan langkahnya. Meninggalkan Rob di belakang. Sebuah kebohongan meluncur dengan cepat dan penuh keyakinan yang terpaksa Julia ciptakan. Tidak ada cara lain untuk membungkam mulut Rob. Julia merasakan sudah lelah dengan bahasan yang sama, yang selalu mengintimidasi dirinya. Yang terpikir Julia saat mengatakan hal itu hanya wajah Max yang melintasi pikirannya. Rob menatap Julia dengan kening berkerut. Ia tampak curiga dengan ucapan Julia. “Julia, Julia!!!” panggil Rob dengan suara lantang. Julia mempercepat langkahnya, ia menoleh sekilas dan Rob sedang berlari menyusulnya. Julia bergegas mempercepat larinya. “Julia!!! Julia !!!” pekik Rob sekali lagi. Julia menaiki jalan setapak naik yang ia ingat akan mempercepat dirinya untuk sampai ke apartemennya. Rob masih mengejar Julia, dan dengan sigap Julia melintasi jalan dan berbaur dengan pejalan kaki lainnya. Meninggalkan mantan suaminya disana.   ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN