Gatot yang penasaran langsung mengetuk-ngetuk pintu rumah Dina, tetapi tidak ada sahutan dari dalam sana. Lelaki baya itu pun celingak celinguk mengamati sekitar kontrakan, memastikan benar-benar tidak ada orang di sana.
"Perasaan bener deh aku lihat Prabu masuk ke dalam rumah Dina." Gatot menoleh ke kiri dan kanan. Saat melihat ada gang kecil di pinggir kontrakan itu, ia pun memasuki gang itu dengan langkah pelan pelan.
Gatot mengendap endap seperti maling ayam sambil mengamati sekitar, takut benar-benar dikira maling oleh orang-orang sekitar.
Saat tiba di dekat jendela kamar, Gatot mendengar suara orang berbicara. Ia pun menempelkan daun telinga di dekat jendela tertutup itu.
"Mas yakin gak ada yang ngeliat kamu masuk ke sini?" tanya Dina pada seorang laki-laki yang pasti bukan suaminya.
"Yakin, sebelum aku masuk ke sini aku udah melihat lihat sekitar dan memang gak ada orang. Kamu kenapa sih? Kok kayak ketakutan begitu, santai aja Sayang."
Suara laki-laki yang didengar Gatot, benar benar sangat mirip dengan anaknya_Prabu. Ia pun semakin menempelkan telinga ke jendela kaca itu hingga menciptakan embun dari hembusan napasnya.
"Aku gak apa apa sih Mas, cuma takut aja kalau ada orang yang ngeliat kamu ke sini. Aku gak mau pacar kamu tahu kamu selingkuh sama aku. Bukannya kamu mau nikah sama dia?"
"Kamu tahu dari mana?"
"Aku denger dari suami aku... dia pernah ngomong sama Papa kamu kalau kamu mau nikahin pacar kamu itu."
Tanpa mereka berdua sadari, Gatot masih menguping dari jendela dan akhirnya dia tahu yang berada di dalam kamar bersama Dina adalah Prabu_anaknya sendiri.
"Jadi benar Prabu selingkuh dengan Dina? Nekat juga dia, kalau suami Dina tahu gimana? Dasar m***m, gak bisa lihat cewek bahenol dikit. Padahal dia punya pacar yang aduhai, masih aja kurang," gumam Gatot sambil mengepalkan tinju ke samping, agak gemas dengan kelakuan sang anak.
Gatot yang masih penasaran akan terjadi apa di dalam kamar, kembali menguping pembicaraan kedua orang itu.
"Bener kan Mas? Kamu mau nikah sama pacar kamu yang namanya Jannah itu?" tanya Dina memastikan.
"Iya, tapi gak masalah kan? Toh kamu juga punya suami. Kita sama sama punya pasangan, dan gak mungkin bisa bersatu. Kita melakukan ini kan atas suka sama suka. Sama sama doyan, nikmatin aja. Kalau di depan pasangan, baru kita berpura-pura gak kenal," jelas Prabu.
"Iya sih, Mas, tapi aku gak enak kalau sampai ketahuan. Apalagi kalau sampai suami aku tahu tentang hubungan kita ini. Aku takut dia ngamuk dan menceraikan aku. Aku gak mau pisah sama dia, karena kita udah menikah cukup lama dan selama ini dia baik sama aku."
"Terus kamu mau gimana? Kamu mau mengakhiri hubungan kita ini?" tanya Prabu. "Memang kamu udah punya uang setiap bulan buat bayar kontrakan rumah ini? Bukannya uang yang dikasih suami kamu selalu kurang? Lagian hubungan kita ini kan saling menguntungkan."
"Kalau soal uang kontrakan, aku udah punya uang lebih kok. Suami aku udah pindah kerjaan dan gajinya sekarang lebih dari cukup, jadi menurut aku... sebaiknya kita sudahi saja hubungan kita ini demi kebaikan kita berdua Mas."
Prabu terdiam. Sementara di luar kamar, Gatot masih terus menguping meskipun kakinya sudah terasa keram kesemutan.
"Maaf ya Mas, aku harus mengatakan ini demi kebaikan hubungan kita dengan pasangan kita masing-masing."
Prabu membuang napas kasar. "Ya udah kalau memang mau kamu begitu. Mau gimana lagi? Padahal kalau kamu masih mau sama aku, aku bakal ngasih kamu uang jajan setiap bulan. Meskipun kamu gak mau nerima uang untuk bayar kontrakan lagi."
"Bukannya nolak sih Mas, tapi aku sama suami aku udah mau progam anak. Jadi aku gak pake KB lagi sekarang. Kita sudah sepakat mau punya anak secepatnya."
"Terus gimana ini? Aku udah terlanjur masuk ke kamar dengan bersusah-payah dan aku udah ngac eng. Kamu harus tanggung jawab," kata Prabu sambil menunjuk pisang tanduk yang sudah menonjol di balik celananya.
"Yah, gimana ya Mas? Aku gak bisa melayani kamu... aku takut aku malah hamil anak kamu, soalnya aku udah gak KB lagi."
Prabu menatap Dina. "Aku buang di luar aja. Udah tanggung banget Sayang. Aku udah kepengen dari tadi. Aku udah gak tahan pengen secepatnya ngaduk kamu. Bisa ya?"
Dina menoleh kiri dan kanan, kemudian menatap jam dinding. Baru jam sebelas siang, biasanya suaminya pulang jam lima sore.
"Gimana? Aku kasih uang lima ratus ribu deh buat kamu." Prabu mendekati Dina, kemudian membawa wanita itu ke ranjang. "Sebentar aja, aku keluarin di luar. Janji."
Dina menelan ludah keras, berpikir sambil terus menatap wajah Prabu yang merah seperti udang rebus.
"Please, aku udah pengen banget dari tadi. Kamu udah bikin aku sang e. Kamu harus tanggung jawab, Sayang." Prabu terus memohon dan mengeluarkan jurus rayuan mautnya.
Sementara Dina tampak ragu melayani Prabu. Dalam hati merasa sangat bersalah pada suaminya yang sangat baik dan juga setia.
Alasan dia selingkuh karena mencari uang tambahan untuk membantu suaminya membayar uang sewa rumah, namun sekarang suaminya sudah mendapatkan gaji yang cukup.
"Ayolah Dina... Mas udah kebelat banget, udah diujung. Setelah Mas selesai ganti oli, Mas janji kita gak akan pernah ketemu lagi. Dan Mas janji Mas akan melupakan semuanya dan menganggap kalau kita gak pernah punya hubungan apapun. Mas juga janji bakal keluarin di luar, gak akan ada yang masuk ke dalam sana. Please."
Dina menghela napas panjang. Pandang matanya beralih pada jendela kamar. Ia langsung membulatkan kedua mata lebar saat melihat bayangan di luar sana.
"Kenapa?" tanya Prabu kaget melihat wajah Dina langsung pucat seperti melihat hantu. Ia menoleh ke belakang, melihat sesuatu yang ditatap oleh Dina. "Kamu ngeliat apaan?"
Dina menunjuk ke arah jendela, "Ssttt! Kamu lihat, seperti ada bayangan orang di luar. Siapa ya Mas? Apa suamiku sudah pulang?"
Kini bukan hanya Dina yang panik, Prabu pun panik, takut dicincang oleh suami Dina. Akan tetapi, kalau memang itu suami Dina, sudah dipastikan lelaki itu tidak akan mengintip saja.
"Siapa Mas? Aku takut. Lebih baik sekarang kamu keluar dari sini! Cepat Mas!" usir Dina.
Prabu mengangguk. Ia bergegas keluar dari kamar Dina dan ke luar rumah. Setelah Prabu keluar, Dina langsung menutup pintu dan menguncinya.
Sementara di teras, Prabu buru-buru memasang sepatu yang tadi dilepas dan dibawa masuk ke dalam rumah.
Saat sedang memasang sepatu di teras rumah Dina, tiba-tiba ia dihampiri oleh seorang lelaki paruh baya yang berdiri di depannya.
Bayangan lelaki itu menutupi separuh tubuh Prabu yang tengah duduk dan perlahan mengangkat kepalanya ke atas.
"Papa.... " Prabu terkejut melihat keberadaan ayahnya ... yang berarti ... menyaksikan kelakuan bejatnya barusan.