PART. 3

741 Kata
Adam tiba di rumah orang tuanya. Ia duduk di hadapan mereka. Adrian, dan Devita sudah siap mendengar cerita Adam. "Begini Abi, Ami ...." Adam menarik nafasnya sesaat. "Tadi siang, setelah makan siang dengan Dara, Bang Arka, Hanna, dan ibunya. Aku ke luar dari parkiran rumah makan itu. Baru ke luar gerbang, tiba-tiba ada yang berteriak di dekat telingaku, aku terkejut, dan berakibat menabrak mobil di depanku." "Siapa yang berteriak?" "Seorang gadis." "Kenapa dia ada di mobilmu?" "Jangan disela, Cintaku. Biar dia selesaikan dulu ceritanya." Adrian mengusap lengan Devita. "Maafkan, Ami. Teruskan, Dam." "Ya, Ami." Adam menarik nafas sebentar. "Gadis itu namanya Adis Arinda Kamila. Dia sembunyi di dalam mobilku, karena ingin dilabrak Tante Yola. Tante Yola itu kebetulan yang mobilnya aku tabrak." "Yola teman Fey?" "Iya, Ami. Gadis itu memohon agar aku membantunya." "Membantu apa?" "Pura-pura jadi calon suaminya. Agar Tante Yola percaya, kalau dia tidak menggoda suami Tante Yola. Sungguh, aku tidak tahu kalau di dalam mobil Tante Yola, ada Tante Fey, Ami." "Lalu?" "Ya begitu, entah Tante Yola percaya atau tidak kalau gadis itu calon istriku. Tapi, Tante Fey tampak percaya sekali." "Kamu kenal dengan gadis itu?" "Tidak, Ami." "Kenapa kamu mau membantunya?" "Dia mengingatkan aku pada Fia." "Fia? Kok Fia? Memangnya umur gadis itu berapa?" "Sembilan belas tahun, tapi dia imut sekali. Tadinya aku pikir usianya baru dua belas." "Orangnya bagaimana? Apa anak jalanan?" "Tidak, dia mengaku pada Tante Yola sudah kaya dari lahir. Aku percaya, yang dipakainya barang bermerk semua. Ya, meski mungkin saja itu hasil dari memoroti Om-Om." "Kenapa kamu berpikir begitu, Adam?" Adrian menatap tajam putranya, ia tidak suka putranya berprasangka buruk pada orang. "Maaf, Abi." "Ya sudah, semuanya sudah jelas. Jadi tidak ada calon istri asli. Itu hanya sandiwara saja. Amimu sudah bahagia, tapi ngomel terus, karena merasa orang lain lebih tahu daripada dirinya." "Wajarkan aku marah, Abang. Masa orang lain lebih tahu daripada orang tuanya." "Iya, Cintaku. Ke kamar yuk, aku mengantuk." "Sebentar lagi Ashar, Abang." "Ya temani aku rebahan, Cintaku." "Ya sudah. Kami ke kamar dulu ya, Adam." "Iya, Ami." *** Orang tua Adam sudah melupakan urusan Adis. Meski masih tetap kerap menanyakan tentang calon istri yang kapan akan Adam bawa ke hadapan mereka. Adam sendiri juga tidak berminat untuk menagih hutang perbaikan mobil Yola, dan mobilnya pada Adis. Dan, Adam lupa kalau KTP Adis masih terselip di dalam salah satu kantong tas yang sering ia bawa kemana-mana. Tapi, berita tentang calon istri Adam yang dibawa Fey sudah tersebar. Sehingga banyak teman, dan kerabat jauh yang menanyakan hal itu pada Adrian, Devita, Arka, juga Dara. Seperti malam ini. Disaat mereka akan makan malam bersama Zul, dan Zulfa. Juga ada Arka, dan Dara, beserta anak kembar mereka. Dara yang sudah mendengar berita tentang calon istri Adam dari pertanyaan yang dilontarkan Hanna siang tadi, begitu tiba langsung menemui Adam. "Bang Adam benar sudah punya calon istri?" "Kata siapa?" "Hanna." "Hanna dapat berita dari mana?" "Dari teman Mamahnya." Devita mendekat. "Ternyata berita itu sudah tersebar kemana-mana. Pasti Fey, yang menyebarkannya. Karena cuma dia, dan temannya yang tahu soal ini, Adam." Adam menggaruk kepalanya, ia tidak menyangka, kalau akan berkembang seperti ini sandiwara yang ia buat bersama Adis. "Ini, tadi Hanna mengirim foto gadis yang dia sebut calon istri Abang." Dara memperlihatkan foto seorang gadis di layar ponselnya. Devita, mengambil ponsel dari tangan Dara. "Benar dia, Adam?" "Iya, Ami." "Siapa namanya?" Devita menatap wajah Adam. Ia lupa nama gadis itu yang pernah disebutkan Adam. "Adis Arinda Kamila." "Cie ... hapal sekali namanya, Bang Adam. Tinggal ditambah, saya terima nikahnya, maharnya, dan binti saja," goda Arka sambil menepuk bahu Adam. "Cantik, imut, seperti istriku. Meski istriku lebih cantik." Arka memeluk bahu Dara. Dara tersenyum mendengar pujian suaminya. "Aku tidak kenal dia, Bang Arka." Adam menatap Arka. Adam menceritakan sekilas tentang pertemuannya dengan Adis. "Tapi, berita ini sudah menyebar, Bang. Bagaimana ini, Bunda?" "Nanti saja dipikirkan, ayo makan dulu." Adrian datang bersama Zul. Adrian baru saja memperlihatkan alat pancing yang baru ia beli pada Zul. Mereka memang sering menghabiskan waktu memancing bersama. "Ayo, Sayang makan dulu." Zulfa yang membantu menyiapkan makan di atas meja, memanggil kedua cicitnya, Arif, dan Fia, anak-anak Arka yang sedang asik menonton televisi. "Ya Uyut," keduanya menuju meja makan. Zulfa melayani makan Zul. Devita melayani Adrian. Dara melayani Arka. "Om Adam siapa yang mengambilkan makanan? Nggak ada ya, Om. Makanya cepat nikah, Om." Goda Arif. "Eeh anak kecil sudah tahu nikah." Adam melotot ke arah keponakannya. Arif hanya tertawa saja. BERSAMBUNG
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN