Pancake

1871 Kata
Lelaki berbadan besar itu mengajak Ben ke sebuah café berjarak lima menit jalan kaki dari taman itu. Cafenya bernuansa kekayuan, dengan jendela besar-besar berdesain modern. Keduanya memilih duduk mengelilingi meja bulat kecil di sudut ruang dan memesan pancake. “Ada beberapa bagian yang meragukan dalam laporan polisi menurutku jika ditelusuri lebih lanjut,” kata Ross sambil mengunyah pancakenya. “Namun, aku ingin bertanya tentang alasanmu dulu. Kenapa menurutmu Jacqueline tidak bersalah? Kenapa menurutmu tidak mungkin Jacqueline merencanakan pembunuhan anaknya?” Untuk kesekian kali Ben bergidik. “Tidak mungkin.” “Ya, memang tidak mungkin bagimu, tapi kau harus memberi alasan yang tepat dan logis,” kata Ross. “Jackie… adalah orang dengan simpati yang besar,” kata Ben lagi. “Siapapun, walau memiliki simpati dan nurani, dapat terpancing bila dalam tekanan hidup. Nah, bagaimana?” Ben menatap piringnya yang masih terisi setengah pancake, tepekur sejenak untuk mencerna perkataan Ross. “Selama hidupnya, Jackie memang tidak pernah merasakan masalah sebesar ini. Jackie hidup cukup bahagia, setidaknya begitu selama aku mengenalnya. Dari kemampuannya menangani tekanan pekerjaan, saya juga tidak pernah melihatnya terbawa amarah.” “Pada saat itu, Jacqueline tertekan dari berbagai sisi. Bukan cuma pekerjaan saja.” Ben terdiam lagi sebelum kembali berkomentar. “Begini. Jika tekanan yang Anda maksud adalah keuangan, maka itu kurang tepat. Meskipun seluruh aset atas nama Roger, tetap saja Jackie punya setengah dari tabungan bersamanya dengan Roger –cukup untuk membiayai kebutuhannya dan anaknya, minimal sampai dia memasuki dunia kerja lagi.” Ben menambahkan, “Jackie juga amat cerdas dan masih muda. Juga dunia yang dikuasainya, dunia teknologi, sedang naik daun. Dia tidak akan membutuhkan waktu lama sampai mendapatkan pekerjaan lagi. Tidak mungkin dia jadi seputus asa itu karena alasan finansial. Katakanlah jika memang hal terburuk yang terjadi, Jackie bisa tinggal bersama orangtuanya di kota sebelah. Benar-benar tidak ada alasan untuknya melakukan pembunuhan.” Ross membenarkan. “Masuk akal.” “Jackie juga pernah bercerita padaku saat kehamilannya, bahwa ia sedang mengerjakan proyek kecil-kecilan. Jika ia memang tak mendapat kerjaan pun, dia bisa melanjutkan proyek itu dan menjualnya pada perusahaan pengembang aplikasi.” “Jadi, sembilan puluh persen dipastikan penyebabnya bukan finansial,” Ross menyimpulkan. “Yang bisa kita pikirkan sekarang adalah faktor lain yang membuatnya bertindak seperti itu.” “Tapi Jackie bukan pembunuh, Sir!” “Aku tahu, aku tahu,” sahut Ross menenangkan. “Tapi untuk membuktikan bahwa dia bukan pelaku, kita harus melihat dari semua sisi agar argumen itu terbantahkan. Jika bukan karena keuangan, apa mungkin ia terguncang karena kepergian Roger?” Ben menyeringai pesimis. “Tidak mungkin. Jackie-lah melayangkan gugatan cerai pada Roger.” “Kau tahu apa penyebabnya?” “Sayangnya aku tidak… Oh, aku baru ingat sesuatu!” Tiba-tiba Ben menepuk jidatnya. “Sir, Jackie memberikanku catatan terakhirnya, mungkin kita bisa mengetahuinya dari sana!” Ross memutar memorinya ke belakang, lalu teringat di hari eksekusi ketika Rita, sipir wanita itu, membisikinya tentang permintaan Jackie. Permintaan untuk memberikan catatannya pada seseorang. Rupanya ‘seseorang’ itu adalah Ben. “Dia mempercayakan catatan itu padamu. Bukan padaku. Ingat itu.” “Aku yakin Jackie tidak akan marah bila aku berbagi catatannya dengan Anda, Sir. Ini semua kita lakukan untuknya, bukan? Aku bisa membawakannya di pertemuan kita berikut.” “Hmm… Baiklah,” Inspektur Ross setuju. “Tolong bawakan di pertemuan akhir pekan selanjutnya.” Ben jadi bersemangat. “Sir, kalau boleh, aku ingin bertanya. Mengapa Anda begitu tertarik untuk membantu mengusut ulang kasus Jackie?” Ross berpikir sejenak sebelum menjawab. “Sebagiannya mungkin karena aku bersimpati dengan Jacqueline, karena merasa ada hal-hal yang harus diketahui lebih jauh tentang kasusnya. Sebagiannya lagi… mungkin karena ingin membuatku merasa lebih baik, karena aku tidak dapat berbuat apa-apa saat putriku meninggal dunia.” *** “Dalam jangka pendek, setiap perusahaan dibatasi oleh sejumlah input tetap yang menyebabkan pengurangan keuntungan (diminishing return) dari input variabel (variable input) dan membatasi kapasitas produksinya. Saat sebuah perusahaan mendekat kapasitas tersebut, maka menjadi semakin mahal untuk menghasilkan tingkat output yang lebih tinggi secara berturut-turut. Biaya marjinal pada akhirnya meningkat seiring dengan peningkatan output dalam jangka pendek,” Jackie membaca kata per kata dalam buku teks kuliahnya itu dengan kening terlipat. Matanya berpindah-pindah secara berulang pada paragraf yang sama tersebut. Walaupun Jackie terbilang cukup cepat dalam menyerap ilmu –dia sudah memasuki Bab 8 dari buku ekonomi mikro yang baru ia pelajari dua hari lalu –tetap saja terlalu banyak informasi yang masuk ke kepalanya dalam kurun beberapa hari terakhir. Jackie menghembuskan napas, sementara Anna Ruskin yang duduk menemaninya menuangkan air ke gelas. Suaminya, Tom, tengah mengantarkan Mr. Branson dan Mr. Gaudin ke luar pekarangan rumah sakit menuju mobil mereka. Keduanya baru bertemu dengan Jackie–yang secara fisik merupakan Leona Seymour, keturunan Seymour tempat mereka bekerja— untuk pertama kalinya sejak kecelakaan itu. Tom menjelaskan situasi pada mereka dan mereka baru saja memperkenalkan diri sekaligus memberikan gambaran pekerjaan mereka selama ini. Satu hal yang dapat Jackie nilai dalam sepintas pertemuan itu adalah: keduanya adalah orang-orang terpercaya yang berhubungan baik dengan keluarga Seymour sejak dari dua generasi sebelumnya. Ternyata ada hubungan profesional turun-temurun yang seperti itu. “Minum dulu, Nona. Istirahat dulu,” Anna menyodorkan gelas. “Tunggu, tunggu,” tukas Jackie, “Aku lupa apa itu variable input.” Jackie membalik buku ke beberapa halaman sebelumnya, menggerak-gerakkan bibir membaca beberapa definisi, lantas kerutan keningnya mulai terurai. Tangannya kanannya lalu menjulur ke arah gelas dari Anna, dengan sedikit merintih dan mengernyit, namun Anna lebih sigap. “Biar saya bantu Nona minum, ya? Tolong jangan keras kepala ya? Tulang Nona yang retak dan patah itu harus segera pulih, jadi jangan memaksakan diri bergerak.” “Oh!” seru Jackie usai menelan minumannya. “Apa Tom masih belum kembali usai mengantar Mr. Branson dan Mr. Gaudin? Apa aku bisa minta tolong agar mereka dipanggilkan kembali?” Anna menyengir geli. “Maaf, Nona. Saya rasa mereka mungkin sudah naik mobil mereka dan hendak menuju perjalanan pulang sekarang. Sudah sepuluh menit yang lalu, ‘kan?” “Betul juga,” sahut Jackie mengerucutkan bibir. “Andai saja aku sudah membaca bagian paragraf ini sebelum kedatangan mereka. Setidaknya aku bisa meminta Mr. Branson seperti apa penjelasan simpel dan contohnya.” Anna manggut-manggut. “Beliau berdua cukup sibuk, Nona, sama sibuknya dengan Nona sebelum kecelakaan ini terjadi. Agak sulit sebenarnya meminta Mr. Branson datang ke rumah sakit untuk membantu menjelaskan hal-hal seperti ini. Ah, lebih tepatnya, saya dan Tom merasa agak sungkan meminta mereka,” jelas Anna. “Tapi Nona tidak usah khawatir. Akan ada masanya nanti mereka harus datang menerangkan seluk-beluk perusahaan kepada Nona saat Nona sudah siap. Dan melakukan itu dari nol butuh waktu lama, jadi Nona nanti akan sering-sering bertemu mereka lagi pada waktunya. “Untuk sekarang, saya yakin Nona bisa memahami pelajaran ini tanpa bantuan mereka. Saat ini Nona hanya lelah, cuma itu. Jadi Nona istirahat saja, ya?” Jackie akhirnya setuju dengan usulan itu, membiarkan Anna mengambil buku dari pangkuannya. Mendadak, terdengar kehebohan dari luar kamar VIP Jackie. Kedua wanita dalam ruangan itu lantas menoleh ke arah pintu. “Si…apa?” tanya Anna ragu-ragu. Dari luar terdengar lagi suara cukup keras. “Hah? Kenapa kau tidak memberitahuku kalau kamar Leona sudah bisa dikunjungi? Kau berkali-kali bilang bahwa Leona masih belum sadar! Untung saja aku terpikir untuk datang ke rumah sakit, tepat saat kau mengantar pengacara keluarga itu!” Jackie memasang telinganya baik-baik. Suara itu terdengar cukup familier. Siapa? “Tapi memang benar, Mr. Wright!” ujar sebuah suara tua. Jackie mengenalinya sebagai suara Tom. “Mr. Branson dan Mr. Gaudin memang baru berkunjung hari ini! Kemaren dan hari-hari sebelumnya Nona hanya fokus pemulihan saja!” “Aaah, kau bohong! Aku tidak percaya denganmu!” bentak suara pertama tadi. Tanpa aba-aba, pintu kamar Jackie langsung membuka. Seorang pria mendadak menerobos masuk dengan seikat bunga Gerbera daisy di tangan, di belakangnya Tom menyusul. “Leona sayang!” kata pria itu berjalan mendekati sembari merentangkan tangannya dengan wajah gembira. Dalam sekejap Jackie mematung, telapak tangannya berkeringat dingin. Dia tahu benar siapa itu. Roger Wright, mantan suaminya. Roger terus mendekat dan berusaha mengecup kening Jackie. “Leon—!” “KAU!!! Mata Jackie membelalak marah, suaranya melenguh keras penuh tenaga yang muncul tiba-tiba. Tangannya siap menangkis. “APA YANG KAU LAKUKAN DI SINI??” Tiga orang yang ada di dalam kamar itu –Anna, Tom, dan Roger –terdiam dengan reaksi tak terduga Jackie (atau Leona, menurut mereka). Mereka memandang Jackie penuh kebingungan. Wanita itu cepat menyadari kesilapannya, menghempaskan tubuh ke kasur, lalu menarik selimut menutupi hingga kepala. “Suruh dia pergi!” pinta Jackie. Roger yang masih tertegun, tiba-tiba ditarik Tom. “Maaf, Mr. Wright. Ini permintaan Nona Leona.” “Baiklah,” ujarnya lesu. “Aku taruh bunganya di sini, ya?” Roger mau saja dituntun keluar oleh Tom. Dia tidak punya alasan bertahan jika kunjungan sudah ditolak si pasien. Tom juga tidak perlu repot-repot menahan kemarahan Roger seperti tadi. Sekembalinya ke ruangan, Tom meminta istrinya menaruh bunga oranye meriah yang dibawa Roger tadi ke dalam vas. “Nona,” Tom langsung mengkonfrontasi, “Apa itu tadi? Apa… Nona sudah mulai ingat sesuatu?” Jackie meluruskan duduknya dengan berhati-hati tanpa sepatah katapun. “Nona tadi berteriak ‘Kau!’ pada Mr. Roger Wright. Apa Nona ingat dengannya?” Gawat, batin Jackie. Wanita itu lalu menggeleng dengan wajah seakan ketakutan. “Orang tadi seperti seorang penjahat,” kilahnya. “Tiba-tiba saja mendekatiku begitu. Apa dia memang penjahat?” Anna menghela napas penuh perhatian. “Dia sama sekali bukan orang jahat, Nona. Dia adalah kekasih Nona, sekitar lima bulan ini. Nona tidak ingat? Nona selalu berkata bahwa dia begitu tampan.” Jackie tidak berkomentar. Tanpa bertanya pada Anna pun, sebenarnya Jackie sudah mengetahui soal hubungan Roger dengan Leona sebab gadis itu sudah menceritakan semuanya dengan rinci padanya ketika mereka berada di ambang hidup dan mati. “Terlihat biasa saja bagiku,” geleng Jackie. “Tom, Anna. Aku baru saja bertemu dua orang baru pagi ini –pengacara keluarga dan tangan kanan perusahaan Seymour. Rasanya aku sudah cukup letih. Jadi aku tidak ingin bertemu orang baru lagi untuk saat ini.” Perlahan, Tom dan Anna mengangguk paham. Setelah hening sesaat, Tom buka suara. “Saya mengerti. Pasti melelahkan bagi Nona untuk beramah-tamah dengan orang yang tidak Nona kenal dalam waktu singkat.” “Dan juga Nona beberapa hari bekerja keras belajar,” dukung Anna. “Percayalah, Nona, kami tidak akan mengizinkan kedatangan baru lagi sampai Nona siap. Nona bisa bertemu lagi dengan Mr. Wright dan orang lainnya saat Nona sudah siap,” janji Tom. Jackie tersenyum dan berterimakasih. Sembari menatap loteng kamar, pikiran-pikiran berpacu dalam kepalanya. Pria kurang ajar itu harus dibalas secepat dan serapi mungkin. Aku harus segera menyiapkan strategi, tekad Jackie. Aku pinjam otakmu dulu ya, Leona? *** Tawa itu terdengar samar namun perlahan makin keras. Makin keras, makin kencang. Suara anak-anak. Atau lebih tepatnya, suara dua orang anak. Tawa itu yang awalnya terdengar ceria, semakin lama semakin bising. Semakin ribut dan meresahkan. Tawa itu seakan berdering keras secara menakutkan, menembus tengkorak Roger. Roger berteriak, tapi teriakannya tenggelam oleh tawa itu yang kini telah bersemayam di dalam otaknya. Memakan otaknya sedikit demi sedikit… “Aaah!” teriak Roger. Napasnya sesak. Rupanya ia hanya bermimpi. Tidak ada seorang pun anak di apartemen Peak Sunset itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN