Ben masih duduk melamun di flat-nya malam itu, berpikir-pikir. Dia berselonjor di kursi di belakang meja kerjanya. Jika informasi nenek tua itu benar tentang gadis muda bermobil mewah, besar kemungkinan perkataannya soal kehidupan Jackie sejak mengontrak di situ juga benar.
Kala wawancara itu, sebenarnya warga sekitar tidak banyak memberikan informasi, baik ketika ditanyai soal apa yang terjadi di hari itu maupun soal bagaimana sikap Jackie pada warga sekitar. Jawaban mereka standar, dan pendapat mereka soal Jackie dan asisten rumah tangganya cukup baik. Mereka pun ragu apakah mereka pernah melihat Roger atau tidak. Namun wanita tua tetangga sebelah itu punya pendapat agak berbeda.
“Tentu saja aku lebih tahu daripada yang lain, karena aku tinggal tepat di sebelah mereka, ‘kan? Wanita yang mengontrak itu memang baik, meski dia selalu terlihat keletihan karena menanggung banyak beban, dan dia cukup ramah pada kami. Tapi asisten rumah tangga itu hanya di rumah sepanjang hari, jarang sekali ia keluar. Aku kurang suka padanya, wajahnya seperti bukan wanita baik-baik. Aku pernah sekali melihat suami wanita itu dan si asisten berbicara di pekarangan rumah.”
“Benarkah?” tanya Ross, “Apa yang mereka bahas –apa Anda ingat?”
Wanita itu menggeleng. “Telingaku memang masih cukup tajam, tapi mereka berbisik-bisik. Ah, mereka terlalu akrab. Kurasa penilaianku pada si asisten itu buruk karena melihat mereka saat itu. Asisten itu nyaman sekali bicara dengan suami majikannya,” wanita tua itu mencibir.
“Apa Anda tahu berapa kali Roger pernah ke kontrakan ini?”
“Aku cuma pernah melihatnya sekali –tepat ketika aku mendapatinya ngobrol dengan asisten itu. Tapi aku tak tahu pasti, mungkin saja dia mengunjungi tempat ini lebih dari sekali. Memang sudah sepatutnya, dia ‘kan ayah dari anak-anak malang itu.”
Roger lalu teringat pada catatan Jackie dan mengeluarkannya dari laci meja kerja. Beberapa halaman awal yang berisi permulaan sejak lamaran Roger hingga mereka memiliki anak, itu sudah ia lihat –waktu itu ia membutuhkan satu jam membacanya, karena saat itu ia masih amat berduka sehingga sulit untuk menguatkan diri melihat tulisan kecintaannya itu. Catatan Jackie berlanjut dengan sebab perceraian Jackie yang waktu itu segera ia bahas dengan Sir Ross.
Rasanya kini, penting untuk lanjut membacanya, setelah ia tak lagi diganggu pekerjaan atau tak diselimuti duka.
…hingga kini, aku tidak pernah mengetahui siapa Leona ini sebenarnya. Pernah satu kali aku mengirimi pesan setelah mengajukan gugatan, namun tak ada respon balik darinya. Aku pun mulai tak peduli lagi pada wanita itu, toh, aku juga dalam proses perceraian dengan Roger. Mau dia akan bersama Roger atau tidak, itu bukan urusanku lagi.
Seperti yang pernah kutulis di atas, sebenarnya aku kadang merasa ada bagian dari diri Roger yang ganjil. Diri Roger yang kukenal adalah seorang gentleman, lembut, pekerja keras, dan peduli padaku seutuhnya. Tapi ada beberapa momen yang membuatku meragukannya sejenak.
Pertama, saat kami pergi makan-makan. Kami sering pergi ke restoran atau café bersama. Roger memesan makanan selalu dengan sopan, namun bila ia menemukan ada yang tidak ia sukai, ia akan komplen dengan begitu kasar. Misalkan ketika minumannya terlalu manis, atau lupa ditambahkan es batu, ia akan memprotes seperti preman memprotes –kasar, penuh u*****n. Dia seakan berubah jadi monster untuk sekian detik sebelum kembali melembut seperti biasa.
Kedua, ketika Roger mengajakku ke apartemennya untuk menonton bersama dan makan malam. Aku ingat waktu itu menaruh beberapa barangku di sofa ketika kami nonton, seperti tas dan jaket. Tasku berisi kotak yang didalamnya ada empat flashdisk terkait pekerjaan dan proyek kecil-kecilanku. Aku benar-benar ingat soal ini. Esoknya, saat kami di kantor, Roger mengembalikan tasku yang tertinggal. Saat aku memeriksa isinya, semuanya komplit kecuali satu flashdisk-ku hilang. Menurut Roger, ia tidak mengetahui apapun soal flashdisk karena ia hanya menyimpan tas itu, bukan memeriksanya. Namun anehnya, aku menemukan flashdisk itu kembali berbulan-bulan kemudian ketika kami sudah menikah. Saat itu aku membantu Roger membereskan pindahannya ke rumah baru kami, dan aku menemukan flashdisk yang hilang itu di antara barang-barang yang akan dikemasi. Aku ingat betul bahwa sejak kunjungan ke apartemen itu, aku tidak melakukan kunjungan lain lagi selain membantu mengemasi barang ini. Saat itu aku tidak berprasangka apapun, hanya mengira bahwa memoriku yang selalu dipuji banyak orang sebagai memori yang kuat dan tajam, tiba-tiba teledor untuk berfungsi saat itu.
Ketiga, berkaitan denga rutinitas kami saat itu. Setelah Robbie dan Rossie berusia enam bulan, kami sering mengajak mereka berjalan-jalan ke luar, baik ke taman atau café ramah balita. Aku ingat betul bahwa saat di rumah, Roger selalu menolak mengurusi Robbie dan Rossie, lantas mengalihkan semuanya pada Louisa. Namun begitu kami mengajak si kembar keluar, Roger tiba-tiba saja ingin menyuapi mereka, bermain cilukba dengan mereka, dan membantuku mendorong kereta mereka. Ia terlihat begitu bersosialisasi dengan banyak orang dan membanggakan anak-anak kami. Saat itu aku hanya menduga bahwa mungkin saat aku memintanya menjaga si kembar di rumah, Roger sedang keletihan akibat pekerjaan. Namun setelah kupikir-pikir, tindakannya hanya karena ia ingin dipuji sebagai ayah yang bertanggung jawab dan mencintai anak-anaknya di depan publik. Satu hal yang cukup bisa kulihat adalah saat di café dan di restoran, ia begitu sering didekati –atau mendekati orang-orang yang terlihat berpenampilan bagus. Kadang ia mengajak bercakap wanita-wanita cantik yang suka anak-anak, membuat mereka takjub dengan dirinya. Sesuatu yang kukira awalnya hanya sifat Roger yang suka ngobrol dengan siapapun. Aku menepis dugaan bahwa ia mengobrol hanya dengan orang-orang tertentu itu.
Begitu kami sampai di rumah lagi, rengekan si kembar begitu mengganggu baginya. Oh, iya, Roger sesekali memang pernah bermain dengan si kembar ketika mereka tengah ditemani Louisa –saat itu aku berpikir bahwa mungkin Roger tak ingin Louisa mengira ia ayah yang kurang perhatian pada anak-anaknya. Siapapun tahu, asisten rumah tangga adalah orang yang paling mengetahui rahasia kehidupan majikan—kukira Roger mempertimbangkan itu.
Selain itu, juga ada satu lagi hal yang membuatku benar-benar membencinya, namun karena aku sudah berniat menceritakan semuanya sesuai kronologi dan hal ini terjadi setelah perceraian, maka aku akan menundanya dulu.
Cerita ini akan kulanjutkan pada proses persidangan terlebih dahulu.
***
Ketika Tom bertukar giliran dengan istrinya, Anna, untuk menunggui Jackie malam itu, Jackie masih menulis. Begitu selesai, ia lalu menyimpan kertas itu di bawah bantal sementara pena ia taruh di meja samping ranjang.
“Nona, saya bisa menyimpan kertas-kertas itu untuk Nona supaya kertasnya tidak rusak,” Anna menawarkan.
“Tidak apa-apa,” sahut Jackie, “Aku lebih suka kertas ini ada di sini supaya aku lebih mudah menjangkaunya tanpa perlu mengganggumu. Nah, aku mau tidur dulu, Ann.”
Anna pun membantu menyelimuti Jackie, dan setelah saling bertukar selamat malam, Anna ikut beristirahat di tempat tidur kecil khusus pengunjung bagi kamar VIP.
Saat berbaring dan menengadah memandang loteng, Jackie jadi teringat pada perkataan Roger.
“Perusahaanmu, Seymour Construction¸ memercayakan pembuatan software. kau pernah datang saat di revisi ketiga, bersama dengan kepala IT Seymour Construction. Saat kau pamit pulang dan kembali ke mobilmu, ban mobilmu ternyata kempes. Kepala IT sudah lebih dulu pergi, jadi aku membantumu mengganti ban. Lalu kita bertemu lagi beberapa kali di perusahaanmu.”
Jackie memejamkan mata. Rasanya ia pernah membahas ini dengan Leona di ambang kematian dahulu, dan Leona memang pernah membahas pertemuannya dengan Roger, tapi ia tak yakin apa cerita Leona sama dengan jawaban Roger. Ia mulai lupa.
Lagipula apa iya cuma begitu? Rasanya Leona pernah mengatakan hal lain, dan sesuatu yang lebih panjang.
***
Di luar bar, pria bertubuh besar itu melepaskan tangan Emma, ekspresi sangarnya berubah menjadi cemas dan lembut.
“Apa saya menarik Anda terlalu keras? Maaf?” ujarnya dengan nada tidak enak.
“Malahan sangat bagus. Sangat meyakinkan. Aku puas dengan hasil kerjamu,” kata Emma. Gadis itu mengeluarkan seamplop uang dari tasnya dan menyerahkan amplop itu pada lelaki itu, yang menerimanya dengan penuh terima kasih. Lelaki itu pun pamit dan berlalu.
“Hah, ternyata memang mudah,” gumam Emma seraya merapatkan jaket velvetnya ke tubuh. Ketika ia berjalan ke pinggir jalan untuk melihat taksi kosong yang lewat, ponselnya berdering.
“Halo?” sapa Emma.
“Bagaimana?”
“Memang benar, ternyata si Roger itu mudah sekali didekati.”
“Apa kubilang, asalkan ada yang cantik, dia akan bersemangat. Dia lemah sekali dengan wanita, apalagi dengan uang. Kau harus terus mendekatinya hingga ia menjadikanmu kekasih. Setelah itu jalanmu akan jadi lancar.”
“Baik.”
“Itu juga untuk kebaikanmu. Setidaknya dengan adanya Roger, kau bisa berusaha memenuhi kebutuhan hidupmu, kau bisa sisihkan uangnya sebagian untuk mencapai impianmu, seperti buka usaha.”
Emma mengangguk semangat. “Tapi, apa kau benar-benar yakin kalau aku punya kesempatan?”
“Iyaa, jangan khawatir,” suara itu menenangkan, “Seymour memang cantik, tapi kau juga, kan, dan kau lebih luwes. Dia akan bersungguh-sungguh denganmu. Jika Roger masih berniat untuk bertahan dengan Seymour –yang kuyakini akan ia lakukan 100% –maka kau tak akan kekurangan uang.”