Catatan Jackie

1296 Kata
Sesampainya di flat, Ben segera mengambil catatan Jackie yang tersimpan rapi di laci meja kerjanya. Walaupun catatan itu sudah ia miliki selama dua minggu, Ben selalu menunda-nunda membacanya. Kenapa? Tak lain karena rasa cintanya pada Jackie, ditambah duka kepergian Jackie yang belum hilang. Setiap kali melihat tulisan rapi itu, air matanya seakan merebak tak tertahankan. Kali ini rasa dukanya sudah pudar, berganti dengan tekad mencari tahu kehidupan wanita itu. Ben membolak-balik catatan berjumlah empat puluh halaman lebih itu, memperhatikan bahwa rupanya catatan itu disusun berdasarkan kronologi, persis sejak Roger melamar Jackie hingga beberapa menit sebelum eksekusinya. Ben memabca sekilas per halaman, hingga ia menemukan bagian yang memuat tentang keputusan Jackie untuk bercerai dari Roger. Maret 2025 Sejak dulu, aku ini memang bodoh. Sejak dulu, aku ini memang bodoh. Aku terbiasa hidup bersama orangtua angkat yang memiliki tangki kasih sayang yang penuh, yang seutuhnya dicurahkan padaku, satu-satunya anak mereka. Aku tidak mengenal kehidupan yang keras maupun percintaan yang menyakitkan karena kecukupan kasih sayang yang kudapat. Berita-berita yang berseliweran di media massa tentang kasus rumah tangga juga tiada henti-hentinya, tapi aku tidak pernah mengambil pelajaran. Sebenarnya aku sudah merasakan bahwa Roger beberapa kali bersikap dingin padaku. Namun saat itu aku hanya mengira itu karena stres pekerjaan karena kami harus mempersiapkan biaya persalinan dan kebutuhan bayi dua kali lipat biasanya. Aku merasakan kehangatan Roger saat kelahiran si kembar. Namun rasa hangat itu tak bertahan lama. Ia kembali dingin sebagaimana saat masa kehamilan. Namun aku masih berprasangka baik. Tanda-tanda awal sudah kurasakan, yang akan kutuangkan di bagian selanjutnya nanti. Namun penyebab mutlak kami bercerai adalah ketika di awal Maret, di suatu malam, aku sedang mengganti popok Rossie. Roger sedang mandi sepulang kantor, kebetulan ia bisa pulang lebih awal saat itu. Ponselnya yang ada di tempat tidur berdering menandakan notifikasi pesan, lalu aku pun mengabarinya. “Tidak apa-apa. Jackie. Buka saja,” teriak Roger dari kamar mandi diselingi bunyi air dari shower. Aku mengambil ponsel itu, dan seperti yang sudah aku jelaskan sebelumnya, aku tahu kunci sandi ponselnya. Satu hal lagi yang perlu aku beritahu adalah, sejak kehamilan, aku tidak pernah lagi membuka-buka ponsel Roger karena ia sering pulang larut malam saat aku sudah tidur dan bangun pagi sebelum aku terbangun. Jadi ketika aku mengecek ponselnya di waktu itu, aku tidak punya prasangka apapun. Rupanya sebuah chat dari anggota timnya. Juga ada percakapan di grup kantor. Dalam hati, aku diam-diam merindukan suasana kerja dan timku sendiri. Aku iseng menggulirkan layar ke bawah mengecek chat lain, dan saat itulah jantungku serasa berhenti berdetak. Ada pesan dari seorang wanita, bunyinya: Baiklah, Rogie sayang. Aku terkesiap. Siapa wanita ini? Sebelum amarahku makin menaik, aku menyalin nomor itu ke ponselku terlebih dulu. Aku terus menggulirkan percakapan ke atas, dan semakin aku membacanya, semakin aku mengetahui kenyataan yang menyakitkan. Roger telah selingkuh dengan seorang wanita bernama Leona, dan hubungan mereka sudah berlangsung selama dua minggu ini. Hatiku dibakar api kecemburuan. Siapa Leona sialan itu? Aku tidak mengenal seorang pun rekan kantor bernama Leona. Apakah dia klien tim Roger? Dan panggilannya ‘Rogie’ pada Roger –sejak kapan dia memanggil Roger seperti itu? Sejak kapan ia punya hak memanggil Roger dengan panggilan yang sama dengan yang ia gunakan? Namun aku bukanlah orang yang cemburu buta. Dari percakapan mereka, aku bisa menyimpulkan: bahwa Roger-lah yang pertama kali menggoda wanita itu. Pintu kamar mandi terbuka, menampakkan Roger dengan wajar tanpa rasa bersalah karena apapun. Aku langsung mendamprat Roger karena interaksinya dengan Leona. Aku mempertanyakan siapa Leona, tapi Roger berkilah bahwa dia cuma kenalan. Roger meminta maaf padaku dengan penyesalan amat sangat, sambil berlutut di depanku. Sebenarnya, hati kecilku ingin memaafkan Roger, terlebih setelah hubungan yang kami jalani beberapa tahun terakhir ini. Roger selalu sangat baik, menyayangiku, bersikap gentleman, tidak pernah membiarkanku kelelahan bahkan hingga saat menikah sekarang. Namun bayangan percakapan penuh panggilan sayang yang dimulai oleh Roger itu masih mengendap di kepalaku, membuat suatu bagian dari hatiku membencinya. Apa kekuranganku sebagai istri hingga ia berselingkuh begitu? Terlebih ini ia lakukan ketika bayi kembar kami belum genap berusia setahun. Aku cukup memahami bahwa orangtua akan memiliki perubahan hormone pasca kelahiran anaknya. Tak hanya pada ibu, namun seorang ayah akan mengalami hal sama yang menyebabkan dia akan lebih ‘kebapakan’ dan terikat lebih kuat dengan anaknya. Aku tidak tahu keadaan itu bertahan berapa lama setelah kelahiran anak, tapi nampaknya bagi Roger keberadaan si kembar tak mampu mengalihkannya dari pesona wanita lain. Malam itu juga, aku menggugat cerai Roger dan meminta pengurusan surat perceraian kami sesegera mungkin. Hingga bagian ini, Ben menghembuskan napas. Jadi perselingkuhanlah sebabnya. Jackie yang malang. Sisa catatan untuk kejadian selama bulan Maret 2025 itu dilanjutkan dengan penjelasan Jackie mengenai proses persidangan. Ben melanjutkan membaca, namun paragraf-paragraf berikutnya terlalu menyakitkan untuk dibaca. Berkali-kali Ben membelalakkan mata dan kembali mundur pada kalimat sebelumnya, penuh rasa tak percaya. Tangan Ben merogoh tasnya, mengeluarkan ponsel dan mencari nomor Sir Ross. Setelah dua nada panggilan, teleponnya diangkat. “Halo?” “Ya, halo, Sir. Saya sudah membaca sedikit catatan Jackie. Bagaimana dengan pertemuan besok, apa Sir sudah menentukan jam dan tempatnya?” tanya Ben menggebu-gebu. “Aku rasa Anda harus segera membaca yang telah k****a juga.” Terdengar helaan singkat simpatik dari Ross. “Maaf, Ben, sepertinya untuk besok kita harus membatalkan pertemuan. Ada hal penting yang harus kulakukan –tenang, ini masih ada kaitannya dengan kasus Jacqueline,” Ross menambahkan penjelasannya buru-buru sebelum Ben salah paham. “Aku sedang mengumpulkan tambahan bukti penting untuk memperkuat dugaan yang kusampaikan tadi.” Ben menyahut paham. Setelah saling bertukar salam, Ben mematikan panggilan. Sementara itu, Inspektur Ross baru saja akan menyimpan ponselnya kembali ke saku ketika ia mendengar deruman mobil mendekat. Mobil itu berhenti di depan teras, tempat Ross kini berdiri. “Selamat sore, Sir!” sapa seorang berseragam yang turun dari kursi depan penumpang. Dua penumpang lain ikut turun, seragam yang dikenakan juga sama. “Jones,” sapa Ross dengan semangat. “Maaf mengganggumu di akhir pekan begini.” “Tidak mengapa. Lagipula saya sudah berjanji pada Anda, Sir. Oh iya, saya juga membawa dua orang bawahan saya supaya pekerjaan kita lebih mudah,” ujar Jones yang lanjut memperkenalkan keduanya pada Inspektur Senior itu. “Apa kau sudah memastikan pada mereka bahwa ini bantuan cuma-cuma?” tanya Ross, setengah berguyon, setengah serius. “Aku bisa mentraktir kalian makan sesudah ini, tapi aku tidak dapat membayar jasa kalian seperti gaji lembur.” “Tidak perlu cemas, Sir,” kata Jones tersenyum geli. “Keduanya juga sama penasarannya seperti saya dan Anda tentang kasus ini. Jadi mereka memutuskan untuk ikut juga.” “Banyak terimakasih,” kata Ross. “Untunglah aku sempat meminta kunci pada Bagian Pengarsipan Kasus jauh-jauh hari, sehingga kita bisa mengakses TKP ini kembali,” katanya seraya menunjukkan kunci yang dimaksud. Lelaki berbadan besar itu lalu berjalan memimpin dan membuka kunci pintu depan, memperlihatkan kontrakan yang kosong. Pemilik kontrakan sebenarnya bisa saja menyewakannya kembali, namun dia sepertinya juga pesimis soal itu, sehingga membiarkan kondisi kontrakan sebagaimana adanya, masih dengan kapur garis tubuh. Dia juga belum meminta kembali kunci pada polisi karena alasan yang sama. “Jadi, apa yang harus kami lakukan, Sir?” tanya Jones begitu keempat pria itu memasuki bangunan. “Aku minta tolong pada kalian untuk memeriksa sidik jari di seluruh kontrakan ini. Utamakan di dapur dan kamar anak dulu. Kedua tempat itu harus disisir dengan teliti, setiap senti. Untuk bagian rumah lainnya cukup pada area yang penting saja. Misalnya pada ruang tamu, cukup periksa sidik jari pada sofa dan meja, seperti itulah.” “Baik.” “Kira-kira, kapan aku bisa mendapatkan laporan hasilnya?” Jones mengelus dagu seraya berpikir. “Kami tentu harus memprioritaskan pekerjaan kantor dulu, Sir, jadi tidak bisa langsung cepat. Kemungkinan kami bisa memberi Anda laporannya di hari Rabu. Apa tidak masalah?” “Sangat boleh,” sahut Ross senang. “Terimakasih atas bantuan kalian.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN