2

1208 Kata
Flashback on Plak "Ampun tante....ampun...." pinta Shani penuh pilu. "Pergi kamu dari rumah saya! Buat apalagi kamu datang ke rumah saya? Saya tidak sudi lagi menampung kamu di rumah ini." Mirna mendorong tubuh mantan menantunya itu dari rumah sang anak. "Saya hanya ingin bertemu Nea tante, sebentar saja. Saya hanya ingin bertemu dengan anak saya." Mirna tertawa kencang. "Anak kamu bilang? Siapa yang kamu maksud dengan anak huh?" "Tante saya mohon, izinkan saya bertemu Nea. Saya ibunya ...." Mirna menatap tajam Shani lalu mencengkeram wajah mantan menantunya itu. "Tunjukan kalau kamu itu memang ibunya, buktikan! Jangan hanya bisa bicara saja kamu." Shani menghapus air matanya dengan tergesa - gesa. "Saya akan lakukan apapun tante, asal pertemukan saya dengan Nea. Nea sedang sakit, dia butuh saya untuk berada di sampingnya." Mirna tersenyum miring. "Apa kamu yakin mau melakukan apa saja demi anak kamu?" Shani mengangguk lemah. Ia memegang perutnya yang sedikit membuncit ketika mengetahui  pandangan Mirna mengarah pada perutnya. "Gugurkan anak kamu dan sumbangkan sumsum tulang kamu untuk Nea, maka saya akan izinkan kamu bertemu dengan cucu saya!" Flashback off *** "Bunda...bunda...." teriak Lingga saat melihat bundanya sedang membersihkan beberapa makam. Ya, salah satu perkerjaan Shani selain menjadi buruh cuci dan memulung adalah menjadi pembersih makam di komplek pemakaman tak jauh dari kontrakannya berada. "Loh Lingga dari mana nak? Kok bajunya kotor gini sayang?" tanya Shani heran. Tangannya terulur mengusap wajah sang anak yang dipenuhi lumpur. Pakaian kumal yang dipakai Lingga bahkan sudah basah kuyup. Lingga tertawa lebar. "Lihat Lingga bawa apa bunda?" ucap Lingga riang sambil menunjukkan kantong plastik berwarna hitam tepat di hadapan Shani. "Loh, ini apa Ngga? Kenapa gerak - gerak gini?" tanya Shani sembari menerima kantong plastik berwarna hitam itu. Lingga kembali tertawa khas anak kecil. "Buka dong Bunda, ini buat Bunda dari Lingga." ucapnya malu - malu. "Buat Bunda?" ulang Shani. Lingga mengangguk mantap. "Buka dong Bunda..." Shani tersenyum lalu mengajak sang anak untuk duduk di tepian salah satu makam yang baru Shani bersihkan. Tangannya yang berubah kasar membuka kantung plastik itu secara perlahan. Kedua mata Shani berkaca - kaca kala melihat isi dari kantung plastik tersebut. Shani mengalihkan pandangannya bergantian dari kantung plastik ke arah sang anak. "Ini?" Bibir Shani bergetar. Air mata jelas sudah terkumpul di pelupuk matanya. Lingga tersenyum lebar. "Ini ikan lele buat Bunda dari Lingga." "Lingga dapat dari mana? Lingga beli pakai uang apa?" tanya Shani kelu. Lingga tertawa kecil. "Bukan beli bunda..." "Terus?" "Tadi kan Lingga ikut Pakde Syarif nangkepin lele buat jualan, trus tadinya mau dibayar pakai uang, tapi Lingga enggak mau. Lingga minta ikan lelenya aja tiga buat bunda." ceritanya santai diiringin cekikikan. "Gantian kan waktu itu bunda kasih ikan bunda buat Lingga makan, sekarang gantian Lingga yang kasih ikan buat bunda, biar bunda sehat. Kata Deo, kalau banyak makan ikan badan jadi sehat." Grep Shani sudah tak sanggup menahan diri untuk tak mendekap sang anak. Ia memeluk Lingga dengan kencang sambil terus mengecupi kepala sang anak. "Makasih sayang, makasih. Maafin Bunda belum bisa bahagiain Lingga ya nak, maafin Bunda." Lingga tersenyum dan membalas pelukan Shani tak kalah erat. "Lingga bahagia kok sama Bunda, tapi mungkin Lingga lebih bahagia ya Bun kalau kita ketemu ayah." *** "Shani Putri Nadila, saya ceraikan kamu. Mulai hari ini, kamu bukanlah istri saya lagi." "Shani!" teriak Delta menggema dalam tidurnya. Selalu seperti itu, entah sudah berapa ribu malam yang Delta habiskan dengan memimpikan sang mantan istri. Bugh "Bang ih, berisik banget sih!" teriak seseorang yang baru saja membuka pintu kamar Delta. Ia bahkan tak segan - segan melemparkan sebuah guling ke arah kepala Delta. "Awww..." pekik Delta merasakan pening di kepalanya yang bertambah akibat ulah brutal sang adik. "Diska...ngapain kamu tiba - tiba disini? Ke Bali sama siapa kamu?" Diska yang notabennya adalah adik kandung Delta berdecak dan memutar bola matanya malas. Ia berjalan membuka tirai - tirai di kamar abangnya. "Dis, abang tanya...kapan kamu datang? Kenapa enggak kabarin abang?" Lagi - lagi Diska berdecak. Lalu berjalan dan duduk di atas ranjang Delta. "Abang buat Diska kesel banget sih bang. Sadar enggak?" Delta hanya menggelengkan kepalanya dengan polos yang jelas membuat sang adik geram sendiri. "Abang nih, tahu adiknya mau nikah kenapa enggak pulang - pulang sih? Harus banget gitu Diska yang nyamperin abang ke Bali gini biar abang mau pulang ke Jakarta?" Delta hanya tersenyum kecut sambil mengacak rambut sang adik. "Abang kerja dek." Diska tertawa remeh. "Kerja yang abang maksud itu kerja buat menyembuhkan hati abang?" "Bang, please...mau sampai kapan abang lari dan bersembunyi? Lima tahun Bang, lima tahun!" desah Diska frustasi. "Siapa yang lari sih Dis?" Delta membuka selimutnya dan mensejajarkan duduknya dengan Diska di tepian ranjang. "Bang, aku tahu abang pasti paham apa yang aku maksud kan?" Delta tersenyum hambar lalu mengusap rambut adiknya lembut. "Calon pengantin kok boleh pergi - pergi sih sama Bunda? Nanti dimarahin loh." "Bang..." "Naik apa dari bandara? Kok enggak minta abang jemput?" Delta coba mengalihkan pembicaraan. Diska menarik napasnya  lelah. "Sama calon istrimu, Kak Icha." Elusan tangan Delta pada kepala Diska berhenti. Mendengar nama Icha disebut oleh sang adik membuatnya teringat peristiwa tempo hari. "Icha disini?" Tanya Delta kelu. Diska mengangguk tipis. "Lagi bikin sarapan buat kita di dap-" Belum sempat Diska menyelesaikan ucapannya, Delta sudah lebih dulu berlalu pergi meninggalkannya. Diska hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat kelakuan sang abang. Jujur ia bukannya tak tahu apa yang dipendam oleh hati Delta, hanya saja melihat posisi Icha juga membuat rasa empatinya sebagai perempuan terluka. "Kamu harus ambil keputusan secepatnya Bang, berhenti atau tetap berjalan." *** Grep "Masak apa Cha?" tanya Delta begitu tenang sambil membelitkan tangannya di perut Icha. Jika pada kondisi normal, Icha akan dengan senang hati menerima perlakuan Delta tersebut bahkan ia tak akan segan membalas pelukan Delta tak kalah erat. Namun kejadian tempo hari masih membuatnya terluka. "Lepas, aku lagi masak." Icha melepas tangan Delta dari tubuhnya. Delta mengembuskan napasnya saat melihat sikap dingin Icha. Jauh dari sikap Icha sehari - harinya. "Sarapannya udah siap, kamu sama Diska bisa sarapan sekarang." kata Icha dingin sambil melepas apron dari tubuhnya. Perempuan cantik berdarah Jawa - Minang itu merapikan kemeja kerjanya sebelum melewati Delta yang sedari tadi menatapnya dengan tatapan yang sulut diartikan. "Aku pamit dulu, salam buat Diska." Icha berlalu meninggalkan Delta bahkan tanpa menoleh sedikitpun. "Cha..."Delta mencekal lengan Icha sebelum gadis itu benar - benar pergi dari hadapannya. "Nikah sama aku Cha..." Deg Jamtung Icha sempat berhenti sesaat sebelum akhirnya ia berdetak lima kali lebih cepat dari biasanya. Telinganya serasa tuli untuk mendengar suara lain selain kata - kata yang keluar dari bibir sang kekasih. "Menikahlah dengan aku Cha, jadi istri dan ibu dari anak - anakku." "Jangan bercanda Deltafa!" sentak Icha sambil menarik tangannya dengan kencang. Dadanya naik turun menahan gemuruh di dalam benaknya terlebih saat ia memutar tubuhnya dan menatap dalam sang kekasih. Delta mengembuskan napasnya dan bergerak maju mendekati sang kekasih."Cha, aku enggak bercanda. Aku serius ngajak kamu nikah." "Dokter Delta!" "Aku akan menemui kedua orangtua kamu setelah Diska menikah." "Aku tahu aku banyak melukai kamu, jadi izinkan aku menghapus luka di hatimu dengan apa yang memang sudah seharusnya aku lakukan kan?" Delta kemudian meraih tangan Icha dan digenggamnya dengan erat. Satu tangannya yang lain membelai wajah cantik Icha. "Menikahlah denganku ...." ucap Delta lirih. "Shania Putri Nadila." lanjutnya dalam hati. "Zafika Azalea." ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN