*** WARNING: RATE 21 PLUS ***
BIJAKLAH DALAM MEMBACA!
SEMUA INI HANYALAH IMAJINASI DAN KARANGAN AUTHOR.
YANG J E L E K DAN BURUK, JANGAN DITIRU!
MOHON MAAF ATAS KETIDAKNYAMANANNYA!
----------------------------------------------
“Kenapa? Kamu kepikiran perkataan Ken barusan?” tanya Arkan tak nyaman, kini sudah duduk di sebelah Casilda di atas ranjang pasien, sibuk makan keripik kentang bersama-sama sambil menonton TV.
Casilda meliriknya dengan mulut dimajukan cemberut. “Awalnya aku tidak mengerti dengan ucapan dokter Ken saat itu, tapi setelah memikirkannya baik-baik, pernikahan kita berdua benar-benar tidak masuk akal dan pasti akan sangat menyakiti Lisa. Bukankah kamu sangat mencintainya? Aku tidak mau keluargaku sampai menderita seperti model wanita itu. Tidak bisakah kamu balas dendam dengan cara lain kepadaku? Bukankah ini hanya masalah antara kita berdua?”
Arkan tertegun kaget dalam diam melihat wajah memelas istrinya. Apakah dia masih saja menganggap pernikahan mereka hanyalah sebuah lelucon semata?
“Kenapa kamu keras kepala? Aku bilang kita tidak akan pernah bercerai sampai mati! Masalah Lisa tidak perlu kamu pikirkan! Itu bukan urusanmu!”
“Tentu saja itu urusanku! Kamu pikir enak, ya, diduakan? Kalau kamu sudah sakit hati gara-gara ditolak dan dipermalukan olehku, perasaan Lisa jauh lebih buruk daripada itu!”
Nadi di pelipis Arkan berdenyut kencang, wajahnya memuram kelam. “Wanita, kamu tahu apa soal patah hati?”
“Kenapa? Kamu pikir hanya kamu yang tahu seperti apa sakitnya patah hati? Kamu jangan merasa paling menderita di dunia ini, Arkan sang Top Star!! Kamu terlalu egois, makanya kamu kurang peduli dengan orang-orang di sekitarmu! Kamu hanya fokus dengan lukamu sendiri! Tidak memikirkan orang lain! Ingin disayang, tapi tidak mau memahami keadaan orang lain? Tidakkah itu sangat egois?!”
Ketika Casilda mengatakan itu dengan wajah serius, matanya berkaca-kaca dan bibirnya gemetaran.
Arkan seketika ingat kejadian di gudang parkiran studio saat itu. Jadi, apakah dia dulu pernah patah hati? Gara-gara pacarnya, kah? Casilda bahkan tidak mau membahasnya dan malah berpura-pura lupa dengan nama pria itu. Apakah dia dikhianati olehnya? Kenapa Casilda begitu peduli kepada Lisa? Bukankah dia seharusnya cemburu karena wanita itu adalah tunangannya?
“Siapa pria itu?” tanya Arkan tiba-tiba, dingin dan tampak menggelap kelam. Raut wajahnya tidak enak dipandang. Kali ini dia bertekad mengetahui nama mantan pacar dari istrinya.
Casilda membeku kaget mendengar pertanyaan aneh dari sang suami.
“A-apa maksudmu?”
“Jangan pura-pura. Siapa nama pria itu? Apa yang dia lakukan kepadamu?”
Wajah Arkan semakin menggelap kelam dan begitu menakutkan.
“A-apa yang kamu katakan? Aku sama sekali tidak mengerti, tuh?” bantah Casilda dengan senyum kikuk di wajahnya.
Arkan segera meraih dagunya yang hendak menghindari tatapannya, mencubitnya dan menatapnya serius.
“Kamu belum pernah menceritakan kisah cintamu selama ini. Aku sebagai suamimu berhak tahu, bukan? Kamu jangan pura-pura lagi lupa dengan nama mantan pacarmu. Siapa dia?” ancam Arkan dengan wajah sangat dingin.
Casilda keringat gelisah melihatnya yang tiba-tiba saja bisa mengendus sesuatu yang tidak beres. Dia benar-benar tidak menyerah! Casilda pikir, Arkan tidak akan pernah membahas mantan pacarnya lagi. Tidak tahunya dia malah semakin penasaran.
Sorot mata Arkan bahkan sangat mengerikan bagaikan ada api dingin di kedua bola matanya yang gelap tanpa dasar, seolah-seolah bisa membekukan seluruh tulang-tulang sang wanita.
“Apa-apaan, sih, kamu?! Aku tidak tahu apa yang kamu bicarakan!”
“Jangan pura-pura bodoh. Kamu tahu apa yang aku maksud. Siapa pria yang kamu benci selain aku? Apakah dia adalah mantan pacarmu? Jangan coba-coba berbohong kepadaku. Sadar atau tidak, kamu sudah pernah mengungkitnya di depanku selama ini!”
Casilda tiba-tiba terkekeh bodoh dan pura-pura ceria, keringat dingin semakin banyak. “Aku tidak ingat, tuh. Mungkin kamu salah ingat, suamiku sayang.”
Arkan tidak termakan dengan tipuannya, malah semakin jelek saja ekspresinya.
“Kamu pilih metodeku, atau kamu yang menceritakannya sendiri sekarang juga? Siapa pria yang kamu sukai itu? Apa yang dia lakukan kepadamu sampai kamu sangat membencinya?!”
Ujung kalimat Arkan meraung tinggi sehingga terkesan sedang membentak Casilda tepat di depan wajahnya.
Raut wajah sang aktor meringis kelam, dan mulai marah melihat Casilda masih juga enggan menceritakan hal yang sebenarnya.
Sesaat, Casilda terdiam. Sorot matanya tiba-tiba memudar.
“Untuk apa kamu mengetahuinya? Apakah hanya ingin menjadikannya sebagai lelucon? Kalau aku bilang sudah lupa, ya, sudah lupa. Jangan membahas masa lalu terus. Bukankah itu tidak akan ada habisnya? Lihatlah dirimu sendiri, kamu membuat semua orang menjadi rumit.”
Ekspresi Arkan melunak ketika melihat sorot mata Casilda tampak sangat terluka sebelum dia akhirnya menurunkan pandangannya dalam diam.
“Apakah dia alasan kenapa kamu menolakku juga?” tanyanya dingin.
Casilda tidak menaikkan pandangan menjawabnya. “Aku bilang, aku tidak ingat tentang dirimu sama sekali. Tapi, jika aku menolak pernyataan cinta dari semua pria selama ini, tentu saja karena aku telah memiliki seseorang yang aku sukai. Bukankah itu adalah hal yang normal bagi siapa pun juga di dunia ini?”
“Lalu, ke mana pria itu saat kamu dan keluargamu mengalami krisis? Kenapa dia malah berpisah denganmu?”
“Kamu terlalu banyak tanya. Apa gunanya bertanya hal yang sudah lewat? Itu juga tidak ada pengaruhnya dalam pernikahan kita dan aksi balas dendammu, kan?”
Mata keduanya saling tatap, seolah-olah keduanya sedang menyelami hati masing-masing untuk mencari tahu apa yang sebenarnya lawan bicaranya pikirkan.
Tidak berapa lama kemudian, sudut bibir Arkan tertarik jahat dan licik, dagu Casilda dinaikkan sedikit, berkata sombong sangat percaya diri. “Jika kalian dulunya sempat pacaran, tapi pada akhirnya putus, bukankah itu artinya dia tidak mencintaimu dengan tulus? Gendut, kamu beruntung bertemu denganku. Kalau tidak, kapan kamu bisa menikah dengan tubuh seperti babi ini, hah? Aku adalah pria paling tampan dan berbakat di negeri ini. Sudah seharusnya kamu terus melayaniku setiap hari sampai puas. Paham?”
Casilda menyipitkan mata dengan amarah tertahan di wajahnya, memakinya kesal. “Apa katamu? Siapa pula yang menyuruhmu menikahi seekor babi jelek? Aku tidak pernah minta, tuh! Kamu saja yang kegenitan mau menyentuh babi yang tidak menarik! Dasar playboy kelainan!”
“KAMU!”
Arkan sudah ingin meledak mendengar ucapannya yang penuh keluhan, tapi dia tiba-tiba saja tersenyum sangat sombong. “Aku tidak pernah bilang kalau kamu itu adalah babi jelek. Ingat, ya, kamu sendiri yang duluan mengatakannya, bukan aku.”
Casilda tertegun marah. Pupilnya mengecil syok!
“A-apa?! Kamu jangan bohong! Kamu pasti pernah mengejekku seperti itu!” balas Casilda keras kepala, seketika linglung mencoba mengingat-ingat apakah suaminya pernah mengejeknya demikian. Tapi, dia sama sekali tidak ingat sama sekali.
Arkan menghindari tatapan penuh protesnya, memajukan mulut dengan ekspresi santai. “Tidak ingat, tuh. Aku yakin tidak pernah menyebutmu sebagai babi jelek.”
“Pernah! Pasti pernah!”
Arkan menoleh ke arahnya, mengerutkan kening marah. “Tidak! Aku bilang tidak pernah!”
“Dasar kamu playboy pikun! Otak 1 ons!” maki Casilda kesal, kedua tangan mengepal erat di atas selimut, melotot melihatnya yang masih saja sangat sombong dan percaya diri.
“Kamu ini! Kalau aku bilang tidak pernah, ya, tidak pernah! Memangnya kamu sebegitu inginnya menjadi babi jelek, ya?!” bentaknya marah.
Casilda diam hingga tertegun, lalu menundukkan kepala lesu. “Lupakan saja.”
Arkan menaikkan dagunya, berkata dengan nada membujuk pelan yang sangat magnetis dan seksi. “Kenapa kamu tidak mau membahas mantan pacarmu itu? Kamu pikir aku akan lupa dengan kejadian di gudang parkiran saat itu? Atau di acara pesta topeng itu? Atau bagaimana reaksimu saat membahas pria itu? Ingatanku sangat bagus, Ratu Casilda Wijaya. Kamu pikir bagaimana aku bisa mendapatkan gelar dokter muda sebagai lulusan terbaik di angkatanku?”
Casilda berusaha melepaskan cubitan di dagunya, memuram tidak bersemangat.
“Bukankah kamu seharusnya bisa mengerti tanpa perlu aku jelaskan sama sekali? Setiap orang di dunia ini memiliki luka yang tidak ingin mereka korek kembali. Bagimu, luka itu adalah aku, bukan? Tapi, kamu memilih untuk tetap bertahan, dan malah ingin balas dendam. Tidak seperti sebagian orang di dunia ini, mereka lebih memilih untuk melepaskan dan melupakan. Contohnya adalah aku.”
“Jadi itu benar? Orang yang sangat kamu benci itu adalah mantan pacarmu? Apakah aku mengenalnya?”
Casilda terdiam menatap selimut di pangkuannya, masih dengan dagu yang dicubit oleh sang suami.
“Apakah itu penting? Kamu mengenalnya atau tidak, lantas kenapa? Apa yang akan kamu lakukan jika tahu siapa pria itu? Aku sendiri juga tidak mau mengingatnya lagi, apalagi berhubungan dengannya. Aku tidak seperti dirimu yang ingin balas dendam dan malah menghancurkan semua orang.
Aku tidak mau hal itu sampai terjadi. Dulu, aku memang adalah anak perempuan yang selalu membuat orang takut dan gentar, tapi tidak pernah terpikirkan untuk melakukan hal keji kepada orang lain. Aku bahkan tidak pernah menyuruh seseorang menjilati lantai toilet seperti pengakuan wanita di pesta topeng itu. Kalian semua sangat jahat! Bodoh sekali mempercayai ucapannya! Memangnya dia tidak bisa berbohong dan playing victim? Memangnya dia itu adalah wanita tanpa dosa? Aku mengakui kalau aku memang sempat berbuat jahat, tapi tentu saja tahu batasan!”
Air mata Casilda tiba-tiba berjatuhan bagaikan mutiara putus, teringat kembali betapa rendah dan memalukan dirinya yang harus menjilati lantai di antara ratusan tamu yang hadir saat itu. Dihukum atas dosa yang tidak pernah dilakukannya, sungguh adalah hal yang sangat menyakitkan hatinya.
“Aku tidak pernah melakukan hal sekejam itu kepada orang lain selama ini. Kenapa mereka begitu membenciku? Kenapa mereka begitu dendam kepadaku? Kenapa mereka semua merasa adalah korban dan tidak bersalah sama sekali? Kenapa harus menyudutkanku sebagai pihak yang harus disalahkan terus hanya karena keinginan mereka tidak terwujud? Memangnya aku ini apa, sih? Aku juga manusia! Punya perasaan dan bisa merasakan sakit!”
Arkan mengerutkan kening tak nyaman melihatnya yang terus tergugu kecil. Terlihat sangat menyakitkan dan menyedihkan.
Casilda memang sudah pernah membahas mengenai hukuman menjilati lantai itu kepadanya, tapi dia belum sempat menyelidiki kebenarannya karena terlalu sibuk. Melihatnya sekarang yang menangis seperti itu, hatinya juga ikut-ikutan teriris. Ini jauh lebih sakit berkali-kali lipat daripada saat melihatnya dihina di hadapan ratusan tamu di mansionnya.
Arkan memeluknya dengan lembut, menarik kepala Casilda agar menempel ke sisinya, lalu membujuknya selembut mungkin menggunakan suara seksinya yang rendah memikat. “Apakah itu benar? Kalau kamu memang tidak pernah menyuruhnya menjilati lantai toilet, aku pasti akan memberikan keadilan untukmu. Jangan khawatir. Menyakitimu, berarti menyakitiku. Paham?”
Casilda yang tergugu mendongak menatapnya kesal. “Untuk apa? Kamu memang pandai memanipulasi orang! Apa kamu pikir sangat menyenangkan merusak mental seseorang, setelah itu menyenangkannya seperti ini? Kamu benar-benar pria jahat! Aku benci! Sangat benci! Kenapa kamu harus menjadi suamiku segala? Matamu buta, ya? Atau otakmu benar-benar 1 ons saja?”
Arkan tidak nyaman melihatnya yang menangis tersedu-sedu dan menatapnya dengan penuh tuduhan. Jadi, satu-satunya hal yang bisa dilakukannya adalah segera menciumnya dengan lembut penuh kasih sayang.
“Hentikan! Apa yang kamu lakukan?! Aku tidak mau dicium olehmu!” ronta Casilda marah dan sangat kesal.
“Aku mencintaimu, Casilda. Aku minta maaf atas apa yang telah terjadi sebelumnya. Aku janji akan menebusnya dengan caraku,” bisik Arkan setengah menggeram sambil menciumnya liar dengan mata terpejam erat. Pelukannya di tubuh sang istri semakin erat dan erat. Perlahan-lahan menggesernya agar bisa memeluk Casilda lebih nyaman dan baik.
Casilda masih meronta, tapi mulai luluh begitu tangan besar Arkan masuk ke balik selimut dan mulai membelai lembah pribadi memambukkan di antara kedua kakinya.
“Tidak mau!” protes Casilda terisak kesal, marah karena merasa dirinya hanya bisa dibujuk dengan hal-hal panas seperti ini. Memangnya dia ini perempuan murahan? Tidak punya nilai dan harga diri meski sangat rendah dan memalukan?
“Patuh...” titah Arkan dengan suara seksinya yang menggodanya, menggigit-gigit kecil bibirnya dan mulai melakukan dansa lembut di bawah sana.
Dari laporan kesehatan Casilda, Arkan tahu kalau istrinya sudah selesai dengan datang bulannya 2 hari lalu. Jadi, tentu saja dia bisa mengambil keuntungan dengan situasi saat ini.
“Tidak! Jangan begitu!” pekik Casilda tertahan begitu jari tengah Arkan menembusinya hingga membuatnya keringat dingin dan gugup. Bibirnya segera mendapat lumatan sekali lagi, membungkam protesnya yang ingin sekali lagi diperdengarkan kepada sang suami.
“Casilda, jangan membuatku marah. Bukankah kamu tidak mau rugi? Nikmati saja semua sentuhan dan layanan dariku. Atau kamu lebih suka aku membahas mantan pacarmu itu?”
Mendengar ancaman Arkan, tubuh Casilda seketika melunak dan patuh dengan segala sentuhan sang suami.
Di sisi lain, Arkan yang sedang menciumnya dengan mata terpejam, mengerutkan kening begitu menyadari kalau posisi mantan pacar Casilda di hatinya sepertinya lebih dalam daripada yang diduganya selama ini.
Kemarahan dan kecemburuan berputar di dalam diri Arkan membuat ciuman dan sentuhannya semakin panas dan liar.
Casilda terengah-engah dan wajahnya memanas hebat.
“Arkan! Cukup! Arkan! Aku sesak napas!” protes Casilda yang mulai sesak napas di antara ciuman brutal dan kenikmatan yang menderanya di bawah sana.
“Casilda, kamu hanya milikku. Paham? Ingat itu baik-baik di tulang dan darahmu!” geram Arkan posesif. Sangat galak, sangat berkuasa. Tanpa peringatan, dia langsung mendorong tubuh sang wanita ke bantal, mulai menindihnya dengan segala keinginan pria dewasa yang menggebu-gebu dan tak terkendali.