Bab 175 Kemarahan Arkan dan Tangisan Casilda

2058 Kata
#Warning rate 21 + Mohon maaf atas ketidaknyamanannya. …………… Mendekati tengah malam, Casilda sama sekali tidak bisa tidur. Karena pertengkaran di telepon sebelumnya, dia memutuskan untuk tidak kembali ke mansion sang suami. Itu bukanlah rumah, melainkan penjara untuknya. Untuk apa dia tinggal di sana jika hanya bisa menderita? Maka dari itu, selain tidak ingin kembali, dia juga punya alasan lain agar Ethan tidak curiga kepadanya. Kemarahan dan sikap memberontak wanita itu, bukan hanya karena tidak suka dengan ide Arkan yang ingin menyuruhnya meminum obat pencegah kehamilan setiap kali selesai berhubungan, tapi juga gara-gara melihat foto Arkan yang sedang berciuman dengan seorang model wanita di lokasi pemotretan. Apa pekerjaannya membutuhkan adegan ciuman segala? Dasar pria berengsek! Belum juga reda sakit hati dan kekecewaannya terhadap Arkan, tapi dia harus melihat berita yang mengatakan suaminya sedang bermesraan dengan wanita lain di Bandung. Ternyata, sekali playboy, selamanya adalah playboy! “Pria kurang ajar. Beraninya dia mengaku sebagai seorang suami, tapi kerjanya hanya bisa bermain wanita di luar sana? Dasar pria menjijikkan. Aku pasti sudah gila terpesona olehnya,” geram Casilda dengan suara rendah setengah terisak di atas kasur. Dia baring dalam posisi miring sembari melihat foto suaminya sedang mencium wanita lain dalam pose panas yang seksi. Ternyata benar, Arkan sama sekali tidak mencintainya. Dia hanya terobsesi dan memiliki sifat posesif semata-mata hanya karena balas dendam, dan juga karena telah menjadi miliknya yang dianggap sebagai benda pertukaran semata. Sungguh kasihan Lisa yang dianggungkan oleh satu negeri sebagai pasangan nasional bersamanya. Entah siapa yang lebih sial, Casilda atau Lisa? Yang jelas mereka berdua sama-sama terjebak dengan iblis tidak punya hati bernama Arkan! “Semoga saja kamu kecelakaan dan mati mengenaskan,” maki Casilda lirih, meringis kesal dengan kecemburuan menusuk hatinya. Tidak benar-benar ingin mengatakannya, tapi mulutnya seperti tidak bisa direm mengatakan hal buruk untuk sang suami. Di rumah tua itu, Casilda hanya sendirian, karena anggota keluarga yang lain masih berada di rumah sakit untuk persiapan berangkat ke Amerika. Selama hampir satu jam, Casilda hanya bisa meratapi nasibnya sambil terisak diam-diam di kamarnya. Ponselnya bahkan dimatikan usai memblokir nomor Arkan dari daftar telepon. Seharusnya dia tidak hanya memblokir nomornya, tapi juga dari hidupnya. Masalahnya, bagaimana melakukannya sementara dia terjebak dalam pernikahan penuh dendam itu? *** Lewat tengah malam, Casilda yang tertidur pulas dan kelelahan, seketika terbangun kaget dalam posisi duduk begitu mendengar benda dibanting dari luar. “Oh, ya, ampun! Apakah ada gempa bumi?” racaunya tidak jelas, berdiri dengan masih tidak stabil dan mencoba meraih acak kacamata di atas meja. Tidak ada benda-benda yang jatuh di lantai di sekitarnya, pertanda hal ribut tadi bukanlah gempa bumi. Lantas apa? Dengan hati deg-degan dan juga diliputi kebingungan, Casilda menerjang gorden yang menutupi pintu kamar. “Ratu. Casilda. Wijaya,” geram Arkan dengan wajah suram dan gelap, bersandar kelelahan di pintu, napas berat terengah-engah. “A-Arkan?!” seru Casilda kaget, tubuhnya menegang dingin melihat ekspresi dan sorot mata gelap dari sang suami. Mata wanita ini dengan cepat melirik ke arah luar, dan tidak menemukan siapa pun selain aktor arogan itu. Ke mana Garvin? Bukankah dia seharusnya bersamanya? “Kenapa kamu ada di sini? Bukankah baru pulang besok malam?” tanya Casilda dengan napas tertahan kuat, menatap ngeri melihat pria itu berjalan dengan langkah-langkah berat ke arahnya. Arkan tertawa gila putus asa, langsung mendorong Casilda ke dinding dan mencekik lehernya penuh kemarahan. Dinding triplek itu seolah akan roboh oleh kekuatannya! “Istri kurang ajar! Berani sekali bermain di belakangku! Kamu menipuku setelah aku memberimu kepercayaan? Kamu pikir aku sebodoh itu, hah?!” desis Arkan marah, melotot hebat dengan kilasan cepat beberapa adegan mesra antara Casilda dan Ethan dari rekaman CCTV menembusi otaknya. Sebenarnya, jika saja Arkan bisa berpikir jernih, maka rekaman itu bisa dinilai tidak ada hal yang berlebihan selain berpegangan tangan di tangga, tapi mungkin karena hatinya sudah terlampau semakin posesif dan pencemburu, sedikit apa pun gerakan dari keduanya, maka akan terlihat menjadi hal yang berlebihan dan kurang ajar. Casilda kesakitan mencoba menarik tangan Arkan dari lehernya, keringat dingin dan sangat panik. Tapi percuma saja, kekuatannya luar biasa. Setiap kali ada hal yang membuatnya marah, pria itu pasti ingin membunuhnya! Benar-benar pria sialan! “Sudah berapa lama kamu bersamanya, hah? Kapan kamu berani mempermainkanku seperti ini? Apakah sejak kamu berhasil kabur saat itu?” desak Arkan tidak sabar, mendekatkan wajahnya, mulai menggigit posesif bibir pucat Casilda. Mata sang wanita mulai berputar dan wajahnya memanas tak nyaman. Jeritan kesakitan keluar dari bibirnya, berusaha membantahnya: “Kamu yang selingkuh, ba... ji... ngan....” Sayangnya, tidak ada suara apa pun dari bibir wanita itu, malah membuat Arkan semakin marah dan marah ketika bisa membaca gerakan bibirnya. Wajah Arkan memuram semakin kelam, langsung teringat dengan adegan dirinya dan Jenny yang sengaja bermesraan di depannya agar membuatnya marah. “Kamu ingin balas dendam kepadaku? Apa semua ini gara-gara Jenny? BEGITU?!” geram Arkan emosi, meraung di akhir kalimat. Tanpa perasaan, dia menghempaskan kasar tubuh Casilda ke lantai. Wanita berdaster dengan kacamata bulat itu terbatuk hebat memegangi lehernya. Sekujur tubuhnya melemas dingin, dan merasakan bahaya datang begitu Arkan mulai menutup pintu utama dengan terburu-buru. “A-Arkan... kamu sudah gila?” ujar Casilda serak, setengah mati mengatakannya. Kepanikan naik di hatinya melihat Arkan mulai membuka ikat pinggangnya dengan tatapan penuh nafsu. “Tidak! Aku tidak mau melakukannya! Kamu tidak bisa seperti ini kepadaku!” pekik Casilda histeris, kepalanya pusing dengan semua hal yang menimpanya hanya dalam semalam. “Berisik! Masih berani menolakku setelah kamu disentuh oleh pria lain? Wanita sialan!” raungnya murka, segera merobek pakaian Casilda dan membuatnya meronta ketakutan. Arkan menahan kuat kedua tangan Casilda di atas kepalanya, melempar kacamata bulatnya sembarangan hingga hilang entah ke mana. “Lepas! Lepaskan aku! BAJINGAAAN!!!” jerit Casilda marah disertai air mata yang mulai luluh dari kedua pipinya yang dingin. Arkan tidak mendengarkan, dia mencium bibirnya ganas seperti orang kesurupan yang kehilangan arah, melumat dan menghisapnya rakus seolah-olah akan mencabik dagingnya lepas. “Aku berselingkuh? Memangnya kenapa? Kamu pikir siapa dirimu yang melarangku untuk melakukan semua kesenangan itu? Jangan berpikir kalau kita telah menikah, maka kamu bisa hidup dengan normal seperti yang lain? Kamu mimpi, Casilda!” Casilda menjerit dan meronta ketika Arkan mulai menjajah tubuhnya inci demi inci. Sentuhan tangannya bagaikan bara api panas yang menggoda, tapi juga menyiksa batinnya dengan sensasi yang rumit. Dengan ganas dan liarnya, Arkan mulai melakukan gerakan menggoda di bawah sana, kasar dan penuh tenaga. Detik berikutnya, dia bersiap untuk menyentak masuk usai mengubah ritmenya dengan gesekan lembut yang sangat nakal dan jahat. “Masih tidak mau memohon kepadaku untuk melakukannya? Apakah kamu sudah tidur dengan presdir dingin kesukaan barumu itu, um? Dia memberikanmu lebih banyak uang daripada diriku? Aku sudah bilang kepadamu, jika butuh uang, maka jual saja tubuhmu kepadaku! Apakah hal seperti itu sangat sulit untuk dilakukan?!” geram Arkan liar, matanya gelap dan gelap dengan penuh kebencian. Kecemburuan yang meluap-luap dari aura tubuhnya seolah akan menelan Casilda hidup-hidup. Akal sehat sang aktor perlahan menghilang. Dia tidak habis pikir wanita di bawahnya dengan mudah mempermainkannya dengan begitu keji. “Lepaskan aku! Kamu gila! Tidak masuk akal! Aku tidak pernah selingkuh! Aku tidak mengerti apa yang kamu katakan!” bantah Casilda marah, tergugu menyedihkan dengan bibir bengkak dan wajah sembab oleh air mata. Matanya membesar marah membalas tatapan pria di atas tubuhnya. Dagu Casilda dicubit kejam, dinaikkan dengan sangat kasar. “Tidak pernah selingkuh?! Lantas apa maksudmu pergi bersama presdir sialan itu selama seharian ini, hah? Kamu pikir dirimu suci, Ratu Casilda Wijaya?! Kamu benar-benar wanita munafik! Aku salah menilaimu! Beraninya berpegangan tangan dengan pria lain dan makan malam romantis bersamanya, sementara aku sibuk bekerja keras untukmu! Wanita sialan tidak tahu diuntung!” “DASAR BERENGSEK! AKU TIDAK SEPERTI YANG KAMU KATAKAN!” Casilda seketika meraih sebelah lengan Arkan yang menahan tangannya di atas kepala, dan menggigitnya buas hingga Arkan meraung marah kesakitan. “KURANG AJAR!” bentak Arkan panik, cepat-cepat menarik tangannya dan melihat bekas gigitan Casilda sangat dalam hingga mengeluarkan sedikit darah. Wanita dengan pakaian robek itu tidak berhenti begitu saja, dia kembali berteriak marah dengan ketidakadilan yang menimpanya. “DASAR IBLIS! KAMU PANTAS MENDAPATKANNYA! BERLAKU SOK ROMANTIS, BERPURA-PURA BERJANJI AKAN BERKENCAN DENGANKU, LALU MALAH MENCIUM WANITA LAIN DI LUAR SANA DENGAN DALIH PEKERJAAN! KAMU TAHU AKU SEDANG KESAKITAN DI RUMAH, TAPI MALAH KEMBALI BERSELINGKUH?! SEKARANG, KAMU BERBALIK MENUDUHKU SEBAGAI PIHAK YANG CURANG?! JUGA MENYURUHKU MINUM OBAT PENGGUGUR KANDUNGAN TANPA MEMIKIRKAN PENDAPATKU! KAMU SUNGGUH AKTOR YANG HEBAT, ARKAN QUINN EZRA YAMAZAKI! AKU BENAR-BENAR MEMBENCIMU HINGGA KE LANGIT! AKU JIJIK DISENTUH OLEHMU! LEPASKAN AKU SEKARANG JUGAAA! KYAAA!!! AKU TIDAK MAU DEKAT-DEKAT DENGAN IBLIS BODOH SEPERTIMU!!!” Casilda menjerit marah dengan mata terpejam erat, meronta hebat seolah-olah sedang diterkam oleh hewan buas. Kedua tangan bergerak-gerak sembarangan di udara hendak mengusir Arkan dari atas tubuhnya. Semua isi hatinya diluapkan begitu saja ketika Arkan berniat menamparnya dengan penuh emosi dan gelap mata. Untungnya, kalimat penuh air mata itu sukses menghentikan gerakan tangan sang aktor di udara, membuatnya tertegun linglung melihat wajah terluka dan kecewa dari wanita di bawahnya. Casilda tergugu parah dengan ekspresi putus asa, sesekali memukul-mukul lemah sang suami dan bergumam tidak jelas. Dia memalingkan wajah jijik, tidak mau menatapnya sama sekali. Arkan yang kaget mendengar apa yang baru saja dilontarkan oleh sang istri, tampak salah tingkah dan serba salah. Mata mengerjap linglung tanpa tahu harus berbuat apa. Bagaimana Casilda bisa tahu kejadian itu? Bukankah dia sudah memerintahkan semua orang untuk tutup mulut? Mengabaikan isak tangis Casilda yang semakin menjadi-jadi, Arkan tergesa-gesa dalam keadaan panik meraih ponsel miliknya yang jatuh di lantai di sebelahnya. Ketika dia melihat 3 besar trending topic di internet, wajahnya langsung dijatuhi oleh kegelapan. Napasnya menjadi dingin, dan hatinya tenggelam hebat. Rasa bersalah seketika menampar hatinya bertubi-tubi. Siapa yang berani memotretnya tanpa izin seperti ini? Apa yang ditampilkan di foto itu tidak benar sama sekali! Seseorang telah menjebaknya dengan sengaja! Model wanita sialan itu yang melakukannya terlebih dahulu di saat mereka sedang berpose untuk melakukan pemotretan selanjutnya! Dia bahkan tidak membalasnya sama sekali! Semua pose di foto itu hanyalah kebetulan semata! Kalimat demi kalimat, status demi status dari akun pemasaran dibaca cepat olehnya dengan hawa panas semakin membumbung naik di dadanya. Apa yang beredar di internet tentang dirinya adalah sebuah fitnah yang keji! Dia tidak pernah mencium wanita itu! Gara-gara keberanian lawan mainnya itu yang mengambil kesempatan dalam kesempitan, Arkan meledak marah di lokasi pemotretan, dan hampir saja berhenti di tengah jalan. Jika tidak teringat dengan Casilda dan janjinya untuk berkencan romantis, dia tidak akan mau bersabar dan menahan diri. Tidak peduli meski model wanita itu akhirnya dipecat dari agensinya dan digantikan dengan model wanita lain. “Casilda... aku...” gumam Arkan tidak berdaya, kedua bahunya melorot lesu melihat wanita yang sedang menangis sembari menutupi wajahnya menggunakan kedua tangan. “Pergi! Aku tidak mau melihatmu! Kamu memang berengsek! Tukang bohong! Tukang selingkuh! Iblis! Semua yang ada di dalam dan luar dirimu hanyalah kepalsuan semata! Kamu sangat kejam! Tidak punya perasaan!” Arkan perlahan mencoba meraih kedua tangannya, dan melihat raut wajahnya dengan saksama. Sayangnya, Casilda terus menghindar. “Itu semua tidak benar... aku tidak mencium wanita itu, Casilda. Semuanya hanyalah salah paham semata,” terang Arkan dengan suara lembut membujuk. Casilda menggertakkan gigi, menatapnya dengan mata merah yang basah. “Salah paham? Salah paham dari mananya? Aku yang hanya menemani investor penting makan bersama dan menyenangkannya demi karirmu dan Julian, malah kamu anggap selingkuh? Tapi, kamu yang berciuman dengan wanita lain, hanya salah paham? Kamu pikir otakku sebodoh itu sampai bisa ditipu terus olehmu?!” jerit Casilda emosi, karena Arkan kini mulai menindih tubuhnya lagi, kali ini sedikit mesra dan sangat menggoda. “Casilda, lihat aku!” pinta Arkan putus asa, menangkup kedua pipi sang istri dan saling tatap dengannya. “Aku dijebak saat itu. Kamu jangan berpikir buruk, ya? Aku janji akan membuktikannya kalau semuanya hanya salah paham semata.” Casilda diam dengan bibir gemetar yang digigit kesal. Melihatnya tiba-tiba patuh dan terdiam, Arkan segera mencium bibirnya lembut. Pelan dan pelan, lalu ciuman itu berubah cukup dalam dan panas. “Baiklah. Aku tidak akan marah lagi. Kalau kamu bilang tidak selingkuh dengan pria sialan itu, aku akan mencoba mendengarkanmu sekarang.” Suara Casilda serak dan terdengar menyakitkan. “Untuk apa? Kamu suami yang tidak punya otak! Semuanya hanya bisa dihadapi dengan emosi dan kekerasan! Aku benci dirimu berjuta-juta kali! KAMU BAJINGAAAN!!!” Arkan meradang begitu menyadari salah satu alasan Casilda menolaknya, dengan cepat dia menciumnya lagi, penuh nafsu dan kerinduan yang menggebu-gebu di hatinya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN