Jatuh Cinta

649 Kata
Aro yang sudah biasa terluka, berjalan tenang dan beraturan ke arah ruang kesehatan. Di sana, ada seorang dokter yang memang bekerja sepanjang waktu untuk tuan Jack. Dia adalah salah seorang pria yang frustasi dan lebih memilih menutup diri untuk dunia luar dan menjadi b***k bodoh seorang penjahat keji. Marlon, ia selalu berada bersama tuan Jack dan Aro di mana pun mereka berada. Bagi Marlon, tuan Jack adalah tempat untuknya meminta apa pun demi bisa melupakan nasib buruk dan bersenang-senang. Tidak tanggung-tanggung, terkadang Marlon meminjam uang dalam jumlah besar (di atas 500 juta) hanya untuk bahagia dalam waktu satu hari saja. "Marlon," sapa Aro sambil memperlihatkan tangannya yang sudah berlubang dan dilumuri darah segar. "Bisa bantu saya?" "Ya ampun. Ada serangan? Bagaimana bisa? Tuan bilang kita aman." Aro langsung menarik laci lemari, di bawah meja kerja dan mengambil pistol laras pendek. Aro diam tanda menjawab. Iya, itulah dirinya. Sangat berbeda sekali jika dibandingkan dengan ketika ia berada bersama Bianca. Bahkan jika perlu, ia lah yang akan berceloteh sepanjang waktu. "Aro, jawab dong?! Buat cemas aja." Marlon langsung ke arah lemari kaca dan mengambil granat untuk berjaga-jaga. "Tidak ada. Simpan itu!" perintah Aro sambil menunjuk Marlon. "Tapi kondisi tangan kamu buruk sekali. Seperti habis bertarung, Aro. Saya tahu persis, kamu tidak lemah. Tapi bagaimana bisa terluka seperti itu?" "Ini hanya luka kecil. Perban saja!" "Gila kamu. Ini hanya luka kecil, perban saja!" Marlon mengulangi perkataan Aro dengan wajah kesal dan mengejek. "Coba lihat! Ini bahkan mengenai tulang besar. Jika tidak dikerjakan secara tepat dan benar, tanganmu ini akan busuk, lalu diamputasi dan ... ." Aro menghentikan celotehan Marlon dan menyumpal mulutnya dengan kain kasa basah yang berada di atas meja. Di sana, juga terdapat alkohol dan gunting khusus. Kemudian Aro menatap tajam dan dingin, tanpa terlihat sakit sedikit pun. Marlon membuka sempalan mulutnya. "Sebenarnya, terbuat dari apa kamu?" tanyanya yang berpikir, jika ia jadi Aro, pastinya sudah pingsan atau meraung histeris gara-gara luka seberat itu. Tapi Aro terus saja bungkam. Kemudian, Marlon mulai mengobati rekan yang masih menatapnya tajam dan kaku. Setelah 40 menit menjahit luka Aro, "Sudah selesai," kata Marlon sembari menghapus peluh yang berada di dahinya dengan tangan kanan yang dilapisi sarung plastik tebal. "Apa kamu masih tidak ingin jujur kepada saya?" "Apa pentingnya?" "Kaku, tentu saja penting. Jangan-jangan ada musuh dalam selimut." "Tidak ada, tenang saja! Kamu berada di dalam perlindungan saya." "Saya ingin jawaban!" Marlon mulai ngotot karena penasaran. "Nyonya muda, ingin mengakhiri hidupnya." "Apa? Apa tuan besar tahu? Dan apa yang ia lakukan, serta apa hubungannya dengan kamu, hingga kamu seperti ini?" "Saya menahannya dan semua ini terjadi begitu saja." Marlon memajukan wajah dan menatap Aro dalam-dalam. Ia juga memicingkan kedua mata demi mengetahui kebenaran mengenai firasatnya. "Apa?" tanya Aro dengan tatapan kejam. "Kenapa kamu begitu perduli? Bukankan dia bukan wanita pertama yang ingin bunuh diri setelah bersama tuan besar?" "Saya tidak tahu." Aro berdiri sambil mengepal kedua tangannya. "Dengar! Kamu harus rajin membersihkan dan mengganti perbannya! Datanglah kemari setiap hari!" "Baiklah." Aro berdiri dan meninggalkan Marlon, tanpa mengucapkan terima kasih. "Aro!" panggil Marlon cukup keras dan Aro menghentikan langkahnya, tanpa menatap Marlon. "Jangan sampai jatuh cinta! Rasa itu bisa membunuhmu. Saya sudah merasakannya dan lihatlah sekarang! Saya menjadi laki-laki bodoh yang tidak berguna." Tanpa menjawab ataupun menoleh, Aro kembali melangkah dan meninggalkan ruangan Marlon. Sepanjang kakinya bergerak, Aro mulai berpikir keras. Apakah Marlon benar? Apakah ia tengah jatuh cinta? Apa itu cinta? Dan kenapa? Aro semakin pusing dengan hal yang tidak pernah terpikirkan olehnya sejak dulu. 'Agh, saya adalah senjata pembunuh milik tuan Jack. Tidak mungkin itu terjadi.' Kata Aro tanpa suara, sambil membuang pikiran yang tidak mungkin baginya tersebut. Bagaimana mungkin senjata bisa memiliki rasa? Aro melupakan bahwa ia sebenarnya adalah manusia. Semua itu akibat tuan Jack yang selalu memperlakukan Arogan seperti benda mati. Bersambung. Jangan lupa tab love dan tinggalkan komentar ya. Maaf untuk typo dan kekurangan. Makasih.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN