"Apa... apa kita melakukan sesuatu semalam?" Tanya Hill dengan ragu-ragu.
'Oh God! Seumur hidupku aku tak pernah melihat pria dengan keadaan hampir telanjang seperti ini! s**t! Mataku sudah tidak suci lagi!' umpat Hill dalam hatinya. Pipinya memerah ketika sadar dengan keadaan nya yang juga hampir sama dengan pria itu.
"Melakukan sesuatu? Sesuatu seperti apa yang kau maksud hm?" goda William dengan menaik turunkan alisnya.
"Eng, itu... maksudku, mengapa kau tidak memakai baju, dan aku-" "hanya memakai pakaian dalammu hm?" Will memotong ucapan Hill, membuat gadis itu bungkam.
"Eumm, aku harus menjawab seperti apa hm?" Hill benar-benar kehilangan suaranya. Sial, pria ini begitu mendominasi. Kemana perginya sifat sempurnanya yang selalu membuatnya terlindungi dari hal memalukan ?
"Haha, okay beauty, kurasa cukup untuk menggodamu pagi ini. Aku benar-benar merasa lemah melihat semburat merah yang terlukis di pipimu ini." Saut Will kemudian memberikan sebuah kecupan pada pipi Hillary dengan gemas. Hillary terkejut, Oh God! Bahkan tak pernah ada seorang lelakipun yang berani menciumnya selama ini. Hillary berani bertaruh bahwa siapapun lelaki yang hampir menciumnya akan berakhir dengan tamparan dipipinya, tapi lelaki ini? s**t! Dia terlalu dominant untuk Hillary hindari.
"Don't think too much love, kita sama sekali tak melakukan hubungan itu" jelas William dengan kedua jari tangannya yang seolah memberi kode tentang hubungan yang ia maksud dengan tanda kutip.
"So?"
"So, I only sleep in this bed with you. Nothing else happened."
"Kau yakin?"
"Ya, of course. Eum, sebenarnya kita hampir melakukan itu. Tapi, oh God! Kau tau? Kau justru memuntahiku ketika kau sudah membuatku berada di titik tertinggi gairahku HillGwaine." Cerocos William dengan wajah frustasinya mengingat apa yang terjadi padanya semalam. Sebenarnya ia bisa saja menyewa jalang untuk memuaskan hasratnya, namun setelah ia dapat melihat Hillary dihadapannya secara langsung, ia tidak akan bisa melampiaskan hasratnya selain pada gadis itu. Tidak. HillGwaine-nya terlalu indah untuk disamakan dengan jalang diluar sana. Ia tak mungkin bisa berkhayal sedang bercinta dengan Hillary saat ia memuaskan diri dengan jalangnya, tidak sama sekali. Pertemuan pertamanya dengan Hillary semalam adalah hal yang membuat dunianya terjungkir tak beraturan.
"Sorry, where is my dress? Bisakah kau berikan dress ku semalam padaku?" Tanya Hillary dengan hati-hati.
"Why? Kau ingin menggunakan dress mu hm? Kau tau? Dress mu sangat kotor akibat ulah mu yang muntah sembarangan semalam."
"I'm sorry for that. Aku benar-benar tak bermaksud memuntahimu mu."
"It's okay sayang, eum sejujurnya kau lebih cantik jika seperti itu saja, atau sama sekali tak memakai apapun untuk menutupi tubuhmu."
"What?!" Will tergelak puas melihat mata Hillary yang membulat sempurna karena perkataannya.
"Haha, just kidding dear. Aku akan meminjami mu bajuku yang ada di sana. Semua bajuku ada disana, tapi aku tidak memiliki baju wanita kau mengerti? Jadi kau bisa memilih sendiri apa yang ingin kau kenakan, dan aku akan keluar dari kamar ini. Kau bisa menemuiku didapur yang ada dibawah okay? Kau tak perlu sungkan padaku." Ucap Will kemudian beranjak dari duduknya, meninggalkan Hillary di ruangan itu setelah memberikan sebuah kecupan didahi Hillary yang membuat gadis itu terkejut untuk kesekian kalinya. Pria yang penuh kejutan.
-
"Sudah selesai dengan kegiatan mandi pagimu cantik?" William mengedipkan sebelah matanya, menggoda Hillary yang baru saja turun dengan menggunakan sweater milik William yang nampak terlalu besar ditubuhnya, hingga membuat sweater itu menjulur hingga hampir setengah pahanya.
'Oh God! She's so sexy!' teriak batin Will melihat Hillary. Hillary memang hanya menggunakan sweater William sebagai bajunya, tanpa bawahan. Perlu digaris bawahi, tanpa bawahan! Hingga membuat William meneguk ludahnya kasar ketika menatap paha Hillary yang terpampang begitu indah di matanya.
"Kurasa aku harus pulang sekarang. I think that I made my parents feel worry because me." Ucap Hillary membuat kening William berkerut. Kemudian menatap gadis itu dari atas hingga kebawah, dan itu semakin membuat Hillary tak nyaman.
"Kau yakin? Kau ingin pulang dengan keadaan seperti ini karena kau takut jika orang tuamu khawatir padamu? Ahh, kurasa kau justru membuat mereka semakin khawatir padamu karena kau pulang hanya dengan menggunakan sweater kebesaran milik seorang pria." Okay, Hillary mulai merutuki kebodohannya. Jika ia benar-benar lupa kemudian pulang hanya dengan keadaan dan pakaiannya yang seperti ini, ia berani bertaruh bahwa mommy nya akan menjerit cemas dan menanyainya berbagai macam pertanyaan konyol padanya.
"Duduklah, dan aku akan membuatkanmu sarapan terlebih dulu. Aku yang akan mengantarkanmu pulang, dan sebelum itu kita perlu membeli baju untukmu. Aku tak ingin orang tuamu berfikiran bahwa aku telah memperkosa putrinya, meski itu hampir terjadi." Kekeh William, dan cukup berpengaruh pada wajah Hillary yang memerah. Hei, bukankah yang William katakan itu terlalu vulgar?
"Eum... bolehkah aku membantumu?" Hillary berjalan mendekat kearah William yang berdiri di dekat kompor dengan kedua tangannya yang memotong paprika dengan begitu cekatan.
"Sebenarnya aku tak suka jika kau ikut repot membuat sarapan, tapi it's okay, kurasa tak masalah membiarkanmu membantuku." Ucap William kemudian menyerahkan pisau dan daging untuk Hillary potong, tak lupa William kembali mengecup dengan gemas pipi Hillary membuat gadis itu menatapnya horror.
"Hei, bisakah kau tidak bertindak seperti itu?" protes Hillary yang hanya dibalas dengan tatapan menggoda dari William.
"Seperti itu? Seperti apa?" Tanya William dan menatap Hillary intens. Oh God! Gadis itu mulai tak tahan dengan tingkah William. Ia selalu kehabisan kata-kata jika berhadapan dengan William.
"Kau menciumku tuan asing!"
"Itu bukan mencium nona sexy, itu mengecup! Dan aku bukan tuan asing, namaku William."
"Lalu apa bedanya mencium dan mengecup ha? Dan ingat, aku juga bukan nona sexy! Namaku.." "HillGwaine. Aku tau siapa nama mu sayang, kau tak perlu memberitau diriku." Okay, pria asing dan misterius ini mengetahui namanya? Darimana? Apa semalam saat ia mabuk ia tanpa sengaja menyebutkan namanya? Tapi HillGwaine? Hey, tidak ada satu orang pun yang memanggilnya HillGwaine!
"Tentu saja itu memiliki pengertian yang berbeda sayang, haruskah aku menjelaskan definisi nya padamu?" tanpa Hillary duga, William mengacak gemas rambutnya, kemudian terkekeh ketika melihat Hillary melayangkan tatapan protesnya.
"Jika aku mencium mu, itu memerlukan waktu yang tidak sebentar. Dan jika aku mengecupmu, itu memerlukan waktu yang 'mungkin' sedikit sebentar" William tergelak mendengar ucapan yang keluar dari bibirnya. Benar-benar bukan sisi dari dirinya dihadapan orang lain.
"Cihh, memangnya ada definisi semacam itu?" tukas Hillary dengan tangannya yang sibuk memotong daging yang akan menjadi menu sarapan mereka.
"Aku sudah membuktikannya padamu semalam, dan pagi tadi sayang." "WHAT?!" pekik Hillary terkejut, hingga reflek tangannya hampir teriris pisau jika saja William tak menarik jari Hillary menjauh dari mata pisau.
"Uhh... kau sangat ceroboh sayang." William menatap tajam Hillary. Ia tidak suka jika melihat Hillary terluka, entahlah. Hanya itu yang ada dalam benaknya ketika melihat jari Hillary hampir saja terkena mata pisau.
"Wait, kau menciumku? Apa maksudmu?"