“Oke, jadi kamu sudah tahu, kan, apa yang harus kamu lakukan? Jangan lakukan apapun selain yang tadi aku sebutkan,” kata Rose.
“Baik, Nyonya.”
“Oke. Kamu bisa mulai sekarang,” titah wanita itu pada Meysa.
Meysa mengangguk. Wanita itu lantas masuk ke ruangan bayi di mana anak laki-laki Rose dan Damian berada. Saat itu, Damian masih memperhatikannya dengan saksama. Meysa tidak berubah sama sekali sejak terakhir kali mereka bertemu.
Keduanya kemudian melihat bagaimana Meysa mendekati Bastian. Bocah kecil itu tampak antusias ketika Meysa mulai menyusuinya. Mungkin karena usianya baru satu bulan, jadi bayi itu tidak sadar jika yang menyusuinya adalah wanita yang berbeda.
Meysa memejam sesaat ketika merasakan kembali ASI-nya kembali mengalir deras. Sejak kematian sang putra, cairan itu benar-benar tak bisa berhenti. Kadang Meysa sampai kesulitan menghentikannya karena memang seharusnya ia masih menyusui seorang bayi. Nahas, nasib malang menimpa anak semata wayangnya. Dan kini, malah anak mantan kekasihnya yang harus ia susui.
“Lihat, Dam. Bastian sepertinya nyaman-nyaman saja dengan Meysa. Aku suka dia. Dia bersih dan rapi. Apalagi Bang Jo yang merekomendasikannya. Jadi, aku enggak perlu cemas,” jelas Rose.
Damian masih belum menyahut. Pikiran gilanya malah menyambangi masa lalu ketika ia dan Meysa masih menjadi sepasang kekasih. Gila saja jika kisah masa lalu mereka terungkap gara-gara Meysa bekerja di sini untuk menyusui Bastian. Hidup Damian pasti akan hancur.
“Kamu enggak mau menyelidiki latar belakangnya lebih jauh. Sayang, ini bayi kita. Dan kamu menyerahkannya begitu saja kepada orang asing. Apa ini enggak bahaya?” kata Damian.
“Bang Jo yang jamin semuanya baik-baik aja, Damian. Bang Jo enggak mungkin menjerumuskan keponakan kesayangan pada hal-hal yang buruk. Sudahlah, jangan berdiri di sini saja. Sana pergi ke kantor. Kamu, kan, harus kerja,” tutur Rose kemudian.
Damian membuang napasnya dengan kasar. Sejujurnya, ia tidak cemas dengan keadaan Bastian. Ia hanya mencemaskan mulut Meysa. Siapa yang tahu jika wanita itu akan bertindak jauh dan membuka semua dosa Damian kepadanya. Atau sebenarnya, memang itu yang ingin wanita itu lakukan.
Damian akhirnya meninggalkan kediamannya untuk pergi ke kantor. Sementara Rose memilih kembali ke kamar. Saat itu, Meysa menyudahi acara menyusuinya dan mengintip pada jendela kaca kamar bayi itu. Senyumnya yang getir terbit ketika melihat Damian melesat dengan mobilnya meninggalkan rumah mewah ini. Meysa menunduk, lalu menatap bayi berusia satu bulan dalam gendongannya dengan nyalang.
“Demi kamu dan Mamamu, Damian meninggalkanku dan bayiku. Jadi, kita lihat. Apa yang bisa aku lakukan untuk membalas perbuatan Papamu itu,” katanya lirih.
***
Sesampainya di kantor, Damian membuang tubuhnya ke kursi kerjanya dengan kasar. Jemarinya terulur demi mengurut keningnya yang terasa nyeri. Pagi ini, sosok yang pernah ada dalam hatinya muncul tanpa permisi. Damian tak tahu apakah ini baik atau tidak. Nyatanya, ia tetap harus waspada jikalau tiba-tiba Meysa akan membongkar masa lalu mereka kepada Rose.
Tak lama, Jo datang. Pria itu melambai pada sang adik ipar dan langsung masuk ke ruangannya. Saat itu, Damian bergegas untuk menyusulnya. Ia harus dengar sendiri dari kakak iparnya, di mana ia bertemu dengan Meysa hingga yakin untuk menjadikannya ibu s**u untuk Bastian.
“Bang.”
“Eh, Dam, ada apa?” tanya Jo.
Pria itu masih melepas jasnya ketika kemudian Damian bertanya mengenai mantan kekasihnya.
“Abang ketemu Meysa di mana? Kok, Abang bisa yakin kalau dia baik. Abang baru kenal, kan, sama dia?”
Jo sedikit banyak paham dengan berondongan pertanyaan dari adik iparnya. Tentu saja, sebagai orang tua Bastian, Damian akan cemas jika sang putra ada di tangan orang yang salah. Jadi, ia akan menjelaskannya pelan-pelan.
“Sebulan lalu, Abang enggak sengaja nabrak dia sama anaknya. Abang kenal dari sana. Dia wanita baik, Dam. Emm … dia ramah dan yang jelas dia sedang butuh bantuan finansial,” jelas Jo.
“Bang, ini keponakan Abang. Jangan langsung menilai baik orang kalau hanya kenal sebentar. Siapa yang tahu dia punya rencana buruk,” kata Damian meyakinkan sang kakak ipar.
Ya, rencana buruk maksudnya adalah mengenai apa yang Damian lakukan pada Meysa di masa lalu.
“Abang tahu. Abang sudah pastikan semuanya. Kamu tenang aja. Abang yang jamin kalau dia tidak punya niat buruk sama sekali atau pun niat jahat,” jelas Jo.
Damian membuang napasnya dengan kasar. Percuma juga ia mendebat sang kakak ipar. Jo bukan orang biasa yang bisa berteman begitu saja dengan orang sembarangan. Namun, kenapa harus Meysa yang ia temui.
“Sudahlah. Percaya aja sama dia. Dia biasa mengurus bayi. Jadi, pasti Bastian merasa nyaman,” imbuh Jo seraya menepuk bahu Damian pelan.
Pria itu pun akhirnya mengangguk lemah. Tidak ada gunanya berbicara dengan Jo juga. Sepertinya, Meysa memang sudah berhasil mengambil hati pria di depannya ini hingga Jo begitu percaya. Jadi, satu-satunya hal yang harus ia lakukan adalah mengancam Meysa agar tidak membuka semua mengenai hubungan keduanya di masa lalu. Ya, hanya itu satu-satunya cara.
***
“Nyonya ada di mana? Apa dia sedang tidur?”
Damian baru saja pulang ketika ART rumah itu membukakan pintu. si mbak langsung dihujani pertanyaan mengenai Rose oleh pria itu setelahnya.
“Nyonya ada di kamarnya, Tuan. Sedang berendam di air panas. Katanya tadi tidak mau diganggu karena mau menikmati waktunya,” jelas Murni.
“Ok.”
Damian langsung naik. Alih-alih masuk ke kamar, ia malah membelokkan langkahnya menuju ke kamar Bastian. Meysa pasti ada di sana karena Rose tidak akan membiarkan wanita itu melakukan pekerjaan lain. Tanpa permisi, Damian menekan kenop dan langsung masuk ke ruangan itu. Meysa yang sedang menyusui Bastian terkejut ketika mantan pacarnya itu masuk tanpa permisi. Terlebih menatapnya dengan nyalang.
“Apa tidak bisa mengetuk pintu dulu sebelum masuk?” kata wanita itu.
“Kenapa? Ini rumahku. Aku bebas melakukan apapun,” sahut pria itu.
Kendatipun merasa sangat kesal, tapi Meysa mencoba menahannya. Wanita itu membuang napasnya dengan kasar dan menunggu apa yang akan Damian lakukan di sana. Saat itu, sejujurnya fokus Damian teralihkan dengan apa yang dikerjakan Meysa saat ini. Cukup lama ia menahan diri karena Rose masih belum mau disentuh, membuat sesuatu yang ada dalam diri pria itu bangkit tanpa peringatan. Namun, ini bukan saatnya menuruti hasrat. Damian kemudian membuang pandangannya ke jendela dan mulai membuka suara.
“Untuk apa kamu ada di sini, Meysa? Kamu mau menghancurkan hidupku?” tanya Damian penuh penekanan.
“Aku bekerja. Hanya itu saja.”
“Enggak usah bohong. Aku tahu kamu membenciku setengah mati. Tapi semuanya sudah berlalu, kan? Jadi, jangan coba-coba membukanya kembali,” jelas Damian seraya menoleh.
Pria itu mendekati Meysa yang masih menyusui sang putra, lalu mengulurkan tangannya demi menyentuh dagu wanita itu. Lantas, menariknya ke atas agar Meysa bisa mendongak untuk menatapnya.
“Lebih baik kamu berhenti dari pekerjaan ini. Karena aku tidak akan membiarkanmu menghancurkan hidupku,” bisiknya.
Meysa menelan ludah dengan kasar. Andai ia tidak bisa menahan diri, pasti sudah ia ludahi wajah tampan Damian yang sudah mempermainkannya. Namun, ia cukup tenang sebelum akhirnya pintu terbuka dari luar.
“Damian, apa yang kamu lakukan Di sini?” ucap Rose yang kaget melihat suaminya berada di ruangan itu bersama Meysa dan Bastian.