##
Aku masuk ke lift begitu pintunya terbuka. Masih dengan atribut kantor, dan pastinya wajahku sudah menampilkan kelelahan yang...tak bisa diungkapkan. Lengket badanku.
Harusnya aku tak kemari, aku sangat lelah. Tapi Mommy tetap menyuruhku datang, katanya agar aku langsung yang mengkonfirmasi tentang tamu-tamu yang bakal diundang diacara kami nanti.
Ah, sudahlah. Toh aku tak mau berdebat dengan ibu yang melahirkanku susah payah itu. Jasanya terlalu besar. Tentu saja.
Aku tiba di depan pintu apartemen mewah yang sedianya beberapa minggu lagi akan kutempati dengan suamiku eh, calon suamiku.
Kubuka dengan password.
Klik. Pintu pun terbuka. Aku diam. Kuteguk salivaku. Apa ini? Tas, jas, dasi, berceceran sepanjang koridor menuju ruang tamu, dapur, dan....
Pemandangan panas. Full naked! Wow! Kuambil ponselku, kurekam kegiatan gila didepan mataku. Bukti, bukti. Aku perlu bukti. Yeah!
Setelah itu aku menghampiri mereka dan melepas semua pakaianku, hanya menyisakan dalaman. Kurenggut laki-laki yang tengah menumbuk disana. Kujambak rambutnya hingga mendongak. Kulumat habis bibir penuh bisa itu. Yang bisanya hanya ngobral janji manis, ngegombal tiada henti.
Erangan dan engahan terdengar dari mulut berbisa, calon suamiku, Bram.
"Kau menikmatinya, babe?" sengaja kubuat suaraku seerotis mungkin.
Wajah Bram memerah menahan hasrat yang membuncah ingin segera disalurkan. Kusentuh wajahnya dengan gerakan sensual.
"C'mon babe," kujilat dan kumainkan nipplenya. Aku menyeringai mendengar dia melenguh kenikmatan.
Kulirik jalang dibawah kungkungan Bram yang terengah disana. Kulayangkan smirk evil andalanku.
"Kau bermain hebat, b***h! Puaskan dia, c'mon." seruku.
"Faster....fasterrrrhhh...."
"Just kissing you, Bram...."
Aku hanya mencium, melumat bibirnya yang memang sempat
membuatku gila kemaren-kemaren. Tangan Bram mulai bergerilya tapi kutepis.
"Aku yang pegang kendali, Jerk!" selaku.
"Do you want threesome? Hm?"
"Brammmhhhh...." si jalang melenguh lagi.
Aku turun dari pangkuan mereka, mengambil sesuatu dari tasku.
DOR! DOR!
"AAAKKKHHH....!!!"
Aku tersadar begitu mendengar erangan m***m itu. Aku tersenyum.
"Hai, Bram... Kayaknya jalang itu nikmat sekali ya? Oke, lanjutkan saja. Maaf, aku ganggu." kataku.
Bram melotot mendapatiku.
"Gie...ini, ini nggak -" Bram spontan melepas tautan ditubuhnya.
"Gie,, ini nggik kiyik ying kimi biyingkin. Dii kigirihin. Iki hinyi mimbinti. Itu pasti alasanmu, Bramasta." potongku.
Aku mendengus.
"Gie, beberapa minggu lagi kita...--"
Suaranya sudah tak kudengar lagi, karena aku telah keluar dari sana. Ampun deh!
Kupijit pelipisku. Kepalaku mulai pening. Andai ide gila yang tadi melintas dibenakku terealisasi...
Aku terkekeh. Pasti seru! Hehehe....
Asli, yang benar saja, kenapa juga harus repot ngotorin tanganku dengan menembaknya?
Seorang pemuda yang tersisa didalam lift memandangku sekilas yang mungkin ramalannya diriku kayak orang gila, yang senyum-senyum sendiri dan aku tak peduli.
"Maaf, Anda sakit?" tanyanya.
Aku tak menggubrisnya. Menatap lurus ke pintu lift.
"Anda sangat pucat. Dan, tangan Anda bergetar. Apa Anda phobia?"
Aku masih diam. Cerewet sekali cowo ini. Kepalaku tambah pusing dengar suaranya.
Ting!
Pintu lift terbuka, lalu aku keluar. Kutata langkahku yang mulai sempoyongan. Sungguh aku tak mau terlihat menyedihkan! Aku tak semenyedihkan itu loh...
"Apa Anda mabuk?"
Kuputar bola mataku. Kupikir anak itu tak mengekorku. Ternyata....
Aku berbalik, menatapnya.
"Terima kasih untuk bertanya dan peduli. " ujarku.
Lalu aku pergi ke basement. Aku masuk ke dalam Lamborghini-ku. Saat menstater....
Tok. Tok. Tok.
"Apa?!" hardikku kesal, saat kubuka jendelanya.
"Maaf, bahaya kalo Anda menyetir dalam keadaan mabuk." katanya.
Aku mencebiknya,"Yaa... Paling juga mati. Bye..."
Aku langsung tancap gas. Meninggalkan anak muda itu yang mungkin terbengong-bengong.
>>>>
"Gie.... Masa iya sih mesti dibatalin? Kenapa? Undangan besok loh mau dikirim dari percetakan. Trus...-" Mommy tampak panik setelah bewaraku di ruang keluarga.
"Trus...makanan udah dipesan, catering, gedung.... Wealahhh!!"
"Ribet amat sih Mom. Tinggal cancel, kenapa? Makanan, catering...hibahin atau sodaqohin aja ke pantiku, panti yang lain atau bagiin ke abang-abang becak diujung komplek sana. Mereka pasti seneng nggak kepalang." sahutku.
"Iya, 'nak Gie... Ono opo? Ndak bisa asal dibatalkan toh? Gimana sih mbakyu?" calon mertuaku melirikku.
"Maaf, Bu, Mom.... Tapi emang harus dibatalin. Aku nggak mau barang bekas!" sergahku.
"Loh? Barang bekas gimana, nduk?"
"Tanya aja sama putra Ibu yang katanya ganteng, sholeh dan baik hati juga setia itu. Bram! Ngomong dong! Kayak ayam penyakitan aja, diem mulu!" tukasku sambil menoleh ke arah cowok yang terpekur diam.
"Gie! Wis toh?!" tenggat Mommy karena aku keterlaluan.
"Anu Bu...eumh....aku-"
"Anu, anu.... Mmhh...mmhh.... Ngomong kayak lagi ena-ena aja lo! Pokoknya Bu, Mom, Pap, aku batalin pernikahan ini. Mau nggak mau, setuju nggak setuju. Oke?" selaku.
"Apa alasannya Gie?" Papi udah melotot aja.
"Aku terlalu malu bilangnya, Pap." sahutku.
"Malu? Kenapa? Ayo bilang!" Mommy nuntut.
Bram menatapku memelas. Aku menggeleng.
"Mom, aku disuruh ngobrolin soal tamu undangan sama Bram di apartemen kan? Aku anak berbakti, aku nurut, aku datang kesana walau aku lagi nggak enak badan." kuhirup udara sekitar yang mulai pengap.
"Tapi...yang ada disana, calon suamiku, Bramasta Adi Nugroho, sedang ena-ena entah sama siapa. Apa itu pacarnya, atau jalang nemu dijalan. Entahlah." lanjutku.
Semua terdiam.
"Fitnah itu!" seru camer gatot-ku.
"Fitnah? Oke, nih...iki buktine, Bu...." kuputar rekaman memalukan penuh aib itu.
"Ewh...!" Mommy menutup mulutnya jijik.
"Bram! Apa-apaan kamu, hah? Bikin malu keluarga ningrat kita saja!" sembur sang Ibu ningrat.
Aku menyeringai.
"Maaf...." kata itu terluncur dari bibir Bram. Matanya berkaca-kaca.
"Nggak apa-apa. Aku seneng kebobrokanmu terbongkar sebelum aku nikahin kamu. Kalo ketauannya nanti seudah nikah, rugi bandar dong aku." cetusku sarkas.
"Pap, Mom...jelas kan? Udah ya, aku pamit dulu. Toh nggak ada yang perlu diklarifikasi lagi," ujarku bersiap hengkang dari sana.
"Gie, maafin aku. Aku janji nggak bakal-" kejar Bram, meraih tanganku.
"Sstttt....shut up! Aku benci pengkhianatan. Andai itu adalah masa lalumu, aku mungkin nggak akan peduli. Tapi, saat ini kita berdua ada dalam waktu yang sama, pengkhianatan itu ada dimasa sekarang. Maaf," tatapku angkuh.
Kualihkan pandanganku pada sang Ibu ningrat, mengangguk padanya tanda memohon diri. Dan akupun berlalu.
"Kalian udah nyampe, Jo?" tanyaku, begitu panggilanku tersambung.
"Udah dong, tinggal nunggu lo." sahut Jovanka dari sebrang.
"Oke...aku udah cap cus ya.."
Aku masuk ke mobil favoritku. Lamborghini merahku. Sayangnya jalanan di Jakarta nggak bisa seenaknya kupake buat jalan nih mobil. Mesti, kudu ati-ati. Bisa-bisa aku mesti hengkang dari Jakarta. Pindah ke LA aja gitu? Lenteng Agung? Hahaha....
Tak lama aku sudah sampai ditempat tujuanku. Club. Yeah! Aku nglubbing, cuy! Tapi aku tak pernah menyentuh barang-barang haram disana. Tak percaya ya? That's impossible!
Begitu tiba aku disambut dua temanku. Aku tak punya banyak teman. Yang bersisa dan masih bertahan denganku cuma mereka berdua, Jovanka dan Yuki.
Mereka merangkulku.
"So, what happened now?" tanya Yuki.
Musik berdentum tak karuan. Cukup hingar-bingar dan memekakan telinga buat yang tak biasa.
Aku cuma tersenyum, tak menanggapi tanya Yuki.
"Soda," Jovanka mengulurkan gelas berisi soda.
"Hm, thanks. Kita main kemana gitu....mau nggak? Mumet nih," kataku.
"Kemana? Itali? Amrik? Yunani?" tawar Yuki.
"Ke negara lo aja, Ki." sela Jovanka.
"Eh, ke negara oppa-oppa aja. Mau nggak?" usul Yuki.
"Handsome. I like that. Ok." jawabku.
"Waaa....serius, Gie?" -Jovanka
"Why not? Aku nggak terlalu suka cowo kebule-bulean gitu. Levelku Asia, oriental gitu. Ck, masih nggak hapal lo Jo." sungutku.
"Okeee....! Seoul!! We'll coming!!!"
###
Hi, readers! My Roman, adalah satu dari sekian work aku. So, happy reading.....
Kayak biasa ya guys, kalian bisa dong vote, bukan cuma baca doang. Trus... Udah itu dikomenlah tiap part-nya. Jadi, kalo ada ganjelan, kritikan, rasa gak suka kalian ke story aku, kalian bisa langsung cuap-cuap disitu. Oke?
I'm waiting.
So,
Gomaweo & Saranghae...
tbc