Malam Pengantin yang Tertunda

950 Kata
Dua hari sejak Tika dibawa pulang ke kampungnya dan dua hari juga Dika belum menghubungi atau berkunjung ke warung baso Nuri. Ia sedang ada tugas seminar di Bandung, sehingga masih fokus pada pekerjaannya. Hari ini ia sudah kembali ke Jakarta dan tempat yang langsung dituju adalah warung baso Nuri. Mobil yang ia kemudikan melaju pelan sampai mendekati warung. Matanya memicing untuk memastikan keberadaan Nuri, tetapi ia tidak melihat Nuri sedang sibuk di depan gerobak baso. "Nurinya mana, Mbak?" tanya Dika pada karyawan yang sedang menuangkan kuah ke dalam mangkuk. "Bu Nuri udah pulang ke rumah suaminya. Tadi di sini dari pagi sampai jam dua siang." Bahu pria itu melemah. Berarti ucapan mamanya waktu itu benar. Nuri benar rujuk dengan Dika. "Sejak kapan?" tanyanya lagi. "Sejak hari ini, Pak. Jadi mulai hari ini sampai seterusnya, Bu Nuri di warung baso hanya dari pagi sampai jam dua siang. Sebentar, saya tinggal antar pesanan ini." Karyawan Nuri yang bernama Winda itu meninggalkan Dika yang tergugu di tempatnya. "Mau pesan baso apa cuma ingin bertemu Bu Nuri?" tanya wanita itu setelah ia kembali dari mengantarkan pesanan. "Baso urat satu ya. Jangan pakai mi. Baso dan sayuran aja. Terus, antar ke mobil ya. Saya duduk di sana." Dika menunjuk mobilnya. "Iya, Pak, minumnya es teh manis atau yang lain?" "Es jeruk aja." Dika pun berjalan masuk ke dalam mobil. Pria itu mengeluarkan ponsel dari saku celananya, lalu ia mengirimkan pesan pada mamanya. Assalamu'alaikum, Ma, Nuri beneran sudah rujuk dengan Daniel. Dika ke warungnya dan Nuri sudah pulang ke rumah suaminya. Send *** Sementara itu, Nuri baru saja sampai di rumah. Sejak semalam ia sudah tinggal di rumah Daniel. Rumah lama yang pernah juga ia tinggali. Hanya saja, mama dan tante dari Daniel sudah tidak ada di sana, sehingga ia lebih tenang dan nyaman di rumah suaminya. Anak sambungnya sedang ada kegiatan dari komunitas homeschooling. Ya, anak sambung Nuri yang duduk di bangku kelas IX tidak mengikuti sekolah pada umumnya, tetapi homeschooling. Kring! Kring! Nuri menoleh ke arah meja rias. Ponselmya berdering nyaring. Ternyata karyawan basonya yang meneleponnya. "Halo, assalamu'alaikum." "Wa'alaykumussalam, Bu Nuri. Saya mau informasikan bahwa dagangan udah habis Bu." "Oh, ya, alhamdulillah. Mungkin karena saya gak bikin banyak. Ya sudah, besok jadwalnya libur kan?" "Iya, Bu." "Yang penjualan hari ini kamu antar saja ke rumah saya ya." "Baik, Bu. Oh, iya, tadi Pak Dika kemari." "Oh iya, sama siapa dan mau apa?" "Nyariin Ibu, tapi saya bilang Ibu pulang ke rumah suami. Terus Pak Dika cemberut, tapi tetap makan baso di mobilnya. Pak Dika juga pesan sepuluh bungkus baso jumbo untuk dibawa." "Oh, gitu, ya sudah makasih informasinya." Sambungan pun terputus. Nuri tersenyum tipis saat mengingat Dika. Kenapa pria itu secara begitu gencar mendekatinya? Padahal jelas-jelas masih ada suaminya? Apakah Dika memang berniat untuk menjadi pebinor? Suara mobil masuk ke pekarangan rumah, membuat wanita itu melihat siapa yang datang dari jendela. Ia benar-benar tidak siap jika harus mertuanya yang datang berkunjung dengan segala drama angkuhnya. Rupanya sang Suami yang turun dari mobil dengan mbawa buket bunga mawar yang besar. Nuri tersenyum dalam hati dan merasa senang dengan hubungannya dengan Daniel. Karena baginya, cukup satu kali gagal menikah, jangan sampai kedua kali. Jika masih bisa diselamatkan, kenapa tidak? "Assalamu'alaikum," sapa Daniel dengan senyuman manisnya, begitu Nuri membukakan pintu rumah. Pria itu menyerahkan buket bunga mawar itu pada Nuri. "Ya Allah, terima kasih banyak, Mas. Bunganya cantik sekali. Eh, sampai lupa jawab salam. Wa'alaykumussalam, tumben sudah pulang, Mas? Ga lembur?" cecar Nuri sambil mencium punggung tangan suaminya. "Iya, mau cepat-cepat kelonan sama istri." Jawaban Daniel membuat Nuri terkejut. "Kelonan?" Daniel sudah menarik tangan Nuri untuk naik ke kamar mereka. Daniel menutup pintu kamar, lalu menguncinya. Nuri paham apa yang akan dilakukan suaminya, tetapi jika ingin jujur, perasaan takut itu masih ada. Daniel membuka bajunya, lalu melepas gesper. Nuri mengerjap beberapa kali menatap tubuh seksi suaminya. Sangat proporsional dan memiliki roti sobek. Beda dengan mantan suaminya Dika yang hanya ada one pack dan sedikit maju ke depan. Nuri menggelengkan kepala saat sosok Dika muncul di kepalanya. "Mas, apa gak mandi dulu saja? Mas habis dari luar," kata Nuri mencoba mengulur waktu, tetapi sepertinya sia-sia, karena Daniel menggeleng. Bahkan pria itu sudah memasukkan tangannya di balik baju kaus yang dipakai Nuri. Wanita itu menahan napas, antara geli dan sedikit risih. Tentu saja risih, karena kesalahan Daniel masih terus membekas di hatinya. Tangan Daniel merembet naik ke atas. Lalu mengusap pelan d**a sang Istri dengan sangat hati-hati. Bibirnya menyambar bibir Nuri dengan begitu rakus. Seakan-akan ia begitu merindukan wanita itu. "M-mas, s-saya masih takut," cicit Nuri sambil terus menelan ludah. Bohong kalau ia tidak tersulut gairah saat suaminya terus menyentuh bagian sensitifnya, tetapi rasa takutnya lebih mendominasi. Daniel menggeleng. "Saya janji tidak akan sakit, Sayang. Percaya sama saya ya." Begitu selesai menenangkan istrinya, Daniel sudah berhasil mengangkat ke atas baju kaus Nuri. "d**a kamu tidak terlalu besar, tapi aku suka." Daniel sudah menikmati d**a sang Istri sama rakusnya seperti mencicipi bibir Nuri. "Mas, saya beneran takut," kata Nuri lagi saat keduanya sudah berbaring tanpa busana di atas ranjang. "Nuri, ini tidak akan sakit." Daniel pun mulai melakukan apa yang sudah lama ia tahan terhadap istrinya. "Aaargh! Tidak, sakit!" Brak! Nuri menjerit keras, lalu dengan gerakan refleks mendorong suaminya dengan sekuat tenaga hingga pria itu jatuh dari ranjang. "Nuri, aku sangat ingin. Jika kamu begini terus, bagaimana aku bisa melampiaskan hasratku? Kebutuhan biologisku? Apa kamu memang ingin aku benar-benar menikah dengan Angel agar bisa hasratku terpuaskan? Aku kecewa, Nuri. Ayo, kita coba lagi, kamu tahan!" "Jangan, Mas, saya gak kuat sakitnya!" Nuri menggeleng, tetapi ia bisa apa jika Daniel terus memaksanya. "Jika kamu tidak bisa puaskan aku dengan milikmu, maka puaskan aku dengan ini!" pria itu mengusap pelan bibir Nuri.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN