Part 5. Masih Saja

1040 Kata
Elusan lembut terasa di bibirku. Geli. Kala hendak menyingkirkan tangan nakal itu, tanganku sudah lebih dulu di tarik dan dikecupinya berulang kali. Segera membuka mata dan menatapnya sebal. Sementara dia, menatapku dengan tatapan tidak bersalah seraya tersenyum manis. "Jangan ganggu tidur Queen." tegurku. "Ini sudah waktunya makan malam, bee. Ayo bangun dan mandi bersama lalu setelah itu baru kita makan malam." "Tapi Queen masih capek." rengekku lantaran merasa tubuhku terasa pegal-pegal karena ulahnya. "Tenang saja. Aku akan bertanggung jawab." Mengerlingkan matanya nakal. Selanjutnya ia beranjak dari tempat tidur dan membopongku ke kamar mandi. Menurunkanku di bathub berukuran besar yang sudah berisi air serta sabun dan dia pun ikut masuk ke dalam. Aku hanya bisa pasrah ketika dia mulai menyabuni tubuh polosku. Percuma saja jika melarangnya. Dia terlalu keras kepala. Kala bibirnya hendak mendarat di bibirku, segera saja kudorong dadanya. "Gak usah m***m sekarang, kak. Queen gak mau lama-lama di sini." sinisku. Kak Theo tertawa kencang. Tidak ada yang lucu padahal! "Iya, iya. Kita gak akan lama di sini." Singkat cerita kami sudah selesai mandi plus berganti pakaian. Kami keluar dari kamar dengan posisi Kak Theo yang menggendongku. Baru menurunkanku setelah sampai di ruang makan. "Lama banget kalian." dengus Bang Raka dengan nada suara yang terdengar kesal. "Maklum saja. Queen kelelahan." jawab Kak Theo santai. Sementara aku melototinya agar tidak mengatakan hal-hal vulgar. Bang Raka menatap Kak Theo dengan tatapan curiga. "Kelelahan kenapa?" "Kelelahan bersihin kamar, bang. Habisnya Kak Theo mengacak-ngacak kamar karena gak menemukan baju kaos kesukaannya." jawabku cepat. "Kenapa gak dia saja yang membereskannya?!" "Kak Theo harus mengurus sesuatu yang penting, bang." "Tapi kan kamu jadi kelelahan, honey." "Gapapa kok, bang. Udah tugas Queen." "Hah, tapi bisa kan nyuruh maid untuk membersihkan? Kenapa harus kamu??" Cerewet banget sih abangku ini. "Udah lah, bang. Lebih baik kita makan sekarang. Queen udah laper." kekehku. "Baiklah, honey. Abang gak mau membuat kamu kelaparan." Kak Theo tiba-tiba mengenggam tanganku hingga aku beralih menatapnya. Wajah memelasnya membuatku menahan senyum. Terlihat cute. "Kenapa kau menatap adikku seperti itu?? Kayak pengemis aja." celetuk Bang Raka. Kak Theo sontak menatap Bang Raka tajam. "Kau diam saja!" "Aku tidak mau." "Penganggu!!" Bang Raka tersenyum miring. "Penganggu yang kau bilang ini kakak iparmu. Jadi, hormati lah diriku!! Jangan berbicara tidak sopan padaku!!" Kau memang penganggu! Kembali lah ke New York daripada menjadi penganggu di sini!" "Jadi, kau mengusirku??" "Ya!" "Adik ipar tidak tahu sopan santun!" Aku menyuap nasiku sambil menonton mereka. Jika menunggu perdebatan mereka selesai, lama pastinya. "Kalau denganmu aku tidak perlu sopan!" kekeh Kak Theo menyebalkan. Yak teruskan, teruskan saja. Tidak usah makan kalian. "Akan ku bawa Queen pergi." "Dan aku tidak akan pernah membiarkanmu membawanya dariku! Queen hanya milikku!!" kata Kak Theo posesif. "Dia adikku! Aku bisa membawanya pergi jika aku mau!!" "Dan dia istriku. Aku lebih berhak di banding dirimu." Nasiku sudah tandas. Diam-diam aku pergi dari sana. Mereka yang terlalu sibuk bersiteru tidak menyadari kepergianku sama sekali. Dari lantai atas pun, aku dapat mendengar perdebatan mereka. Entah kenapa mereka selalu saja berdebat jika sudah bertemu. Tiada hari tenang jika mereka sudah bertemu. Sudah 4 tahun berlalu dan mereka masih saja seperti itu. Sudah lelah mulut ini menasehati mereka. Kala sampai di kamar, aku mengambil ponsel yang sedari tadi berdiam di dalam saku celanaku. Mencari nama kontak seseorang dan mulai menghubunginya. "Monny!!" panggilku semangat melihat sahabatku di layar ponsel. Ah ya, aku memutuskan untuk video call agar bisa melihat wajahnya hehe. "Ciee, kangen Monny nih ya." Kakiku melangkah ke kasur dan mencari posisi ternyaman. "Iya, Queen kangen Monny." "Kunjungi saja aku ke Indonesia, Queen. Sekalian melihat mamamu yang sedang mengandung itu." "Pengen sih pergi ke sana tapi Kak Theo gak mengijinkan." "Iya juga ya. Suamimu itu kan posesifnya keterlaluan. Untung Bintang tidak seposesif itu." "Beruntung kamu gak punya suami posesif." "Tapi dia rada cuek sekarang, Queen." Wajah Monnyca tampak sedih. Apa yang terjadi padanya?? "Kenapa Bintang menjadi cuek, Monny? Kan biasanya Bintang gak seperti itu." "Aku memakai pil kontrasepsi tanpa sepengetahuannya. Seminggu yang lalu dia melihat pil yang ku konsumsi itu. Dia marah besar dan sempat mendiamiku selama 3 hari. Tapi sekarang hubungan kami sudah lumayan membaik tapi dia rada cuek sekarang." Untung aku tidak melakukan hal yang sama dengan Monnyca meski hal itu sempat terlintas di kepalaku. "Kenapa kamu meminum pil itu, Monny??" "Aku belum mau punya anak sekarang karena hanya akan menghalangi karirku." "Punya anak tidak akan menghalangi karirmu, Monny. Mama saja masih bisa berkarir seraya membesarkan kami." Wajahnya terlihat semakin muram. "Apa aku salah??" Aku mengangguk kecil. "Aku harus apa??" "Perbaiki hubunganmu dengan Bintang dengan meminta maaf, mungkin?" Jujur, aku kurang tahu juga karena tidak pernah berada di posisinya. "Sudah. Tapi dia tetap saja seperti itu." "Minta maaf sampai dia luluh dan kembali seperti semula. Aku tahu Bintang seperti apa, dia gak akan bisa marah lama-lama kalau kita sudah meminta maaf dengan sungguh-sungguh." "Makasih, Queen. Kalau begitu aku tutup dulu ya. Bintang sudah pulang nih." "Oke. Babay." Sambungan telepon terputus. Padahal niat awalku menelponnya adalah curhat tentang apa yang ku lihat tadi siang. Aldy. Siapa tahu Monnyca tahu sesuatu tentang Aldy Aku merindukan Aldy sekarang. Aku ingin bertemu dengannya. Aku ingin mengobrol dengannya. Aku ingin memeluknya. Kapan ya aku bisa bertemu dengan Aldy lagi?? Ah, aku benar-benar ingin bertemu Aldy sekarang. Aku sangat merindukannya. Rindu hanya karena tidak sengaja melihat tubuhnya sekilas. Rindu dengan sahabat yang sejak kecil melindungi dan selalu membuatku bahagia. Apakah dia sudah punya kekasih atau istri, mungkin? Atau malah sudah punya anak?? Bagaimana kehidupannya selama beberapa tahun belakangan ini? Ingin sekali aku menanyakan hal tersebut. Setiap kali aku mencoba menghubunginya, tidak bisa. Instagramnya atau facebooknya tidak ada. Nomor ponselnya selalu tidak aktif. Dan ketika mengirimi email, tidak pernah ada balasan. "Bee!!" Aku menghambur memeluknya hingga dia terlonjak dan hampir jatuh ke belakang jika saja tidak bisa menyeimbangkan tubuhnya. "Kenapa?" "Pengen peluk aja." kikikku. "Beneran? Gak ada apa-apa, ‘kan??" "Hooh." Kak Theo menggendongku ala koala lalu membaringkanku di atas kasur dengan hati-hati. Dia pun ikut tiduran di sampingku. "Kak, nyanyiin Queen sebuah lagu dong." pintaku. Pengen denger suara merdunya aja gitu. "Mending kamu dengar musik aja, bee." tolaknya halus. "Gak mau. Pokoknya nyanyiin." rengekku seraya menatapnya dengan puppy eyes. "Oke, oke. Lagu apa??" "Balonku ada lima." "Hah?!" -Tbc-
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN