"Baiklah," Ariana menghela nafas sebelum bercerita sambil mengusap pipinya yang basah.
Ariana menceritakan bagaimana ia datang ke negara ini bersama Tian lalu meninggalkannya sendirian di bandara dengan alasan ke toilet berjam-jam lamanya. Juga tentang Tian yang ia pikir menyukainya, nyatanya hanya untuk memanfaatkannya menggunakan uang Ariana untuk sampai ke Prancis lalu menelantarnya yang sangat buta akan negara ini.
Ariana seketika panik karena tidak pernah ke sini sebelumnya, jadi ia berinisiatif menaiki taksi yang tahu di mana kantor Landor cabang Prancis, menggunakan uang euro yang Tian beri. Ia tidak curiga sama sekali bahwa Tian akan meninggalkannya.
"Sesampai di sana aku melihat Tian di lobi sedang berciuman dengan wanita cantik. Aku langsung mendekatinya minta penjelasan kenapa dia meninggalkanku sendirian. Bukannya menjawab pertanyaanku, dia malah mencibirku dan menatapku rendah, seolah aku adalah makhluk yang menjijikan." Ariana kembali menangis dengan keras.
"Bodohnya aku tidak bisa menahan tangisku saat itu, lalu aku menagih semua uang tabunganku yang dipakainya untuk membeli tiket ke negara ini. Dan lagi-lagi dia mengatakan aku sangat bodoh, karena tidak ada perusahaan mau mengganti jika tidak diperlukan untuk kantor. Setelah mengatakan itu dia memasuki salah satu ruangan. Karena terlalu kesal, aku menyusulnya masuk ke sana ingin memukul wajahnya dengan tanganku sendiri, tapi aku malah tersandung kakiku hingga jatuh. Dan semua orang di ruangan itu menatapku yang ternyata ruangan rapat. Tak lama kemudian satpam datang untuk menyeretku keluar dari ruangan sampai ke depan lobi.
"Aku sangat malu dan lututku sangat sakit," Ariana mengangkat ujung dressnya berwarna biru muda itu sedikit memperlihatkan lutut yang sudah berubah berwarna biru kemerahan dan ada sedikit lecet. "Sepertinya hari ini adalah hari tersialku. Bahkan aku lupa meninggalkan koper dan tasku di mana." Ariana kembali menangis hingga terdengar sesegukan, mata dan hidungnya pun sudah memerah.
Mendengar cerita wanita di sampingnya, mengingatkan Geo pada Rena bercerita tentang Justin si berengsek itu. Bedanya Justin adalah kekasih Rena, sedangkan pria bernama Tian adalah penipu yang memanfaatkan kebodohan wanita ini. Ada sedikit rasa iba Geo padanya. Turis yang malang ucap batin Geo. Bahasa Inggrisnya terdengar lancar untuk potongan seorang turis masih bisa Geo pahami walau sedikit terdengar ada logat Asia Tenggara yang pernah ia dengar.
"Siapa namamu?" tanya Geo yang mulai penasaran.
"Karessa," jedanya seraya mengusap air mata menggunakan punggung tangan. "Terima kasih sudah mendengarkan ceritaku hari ini, semoga harimu menyenangkan." Ariana menampilkan senyumnya yang lebar. Ia merasa lebih baik setelah bercerita.
Kedua alis Geo terangkat takjub melihat perubahan ekspresinya sangat cepat. Menangis deras hingga sesegukan, sekarang setelah menceritakan hari buruknya, dia tersenyum lebar seperti tidak ada masalah. Dan itu membuat Geo ikut tersenyum samar hampir tak terlihat. Andai ia bisa seperti itu melupakan hari buruk ini seperti melepas celana ketat yang membuatnya risih.
"Aku Roussel. Tak hanya dirimu, hari ini juga hari terburukku sepanjang masa. Jadi aku anggap hari ini juga hari tersialku," ucap Geo menatap langit cerah.
Dari sekian banyak kesialan hari ini, yang paling melekat di benaknya saat Rena menunjukkan testpack padanya. Entah ia kecewa atau tidak terima Rena akan melahirkan anak dari pria seberengsek Justin. Sebagai sahabat, Geo memang tidak pernah mencium mesra Rena apa lagi menidurinya, dan si berengsek itu berani-beraninya menghamili Rena.
Geo sering melakukannya dengan beberapa wanita, tapi ia tidak pernah lupa menggunakan pengaman agar hal menyenangkan itu tidak berubah menjadi mala petaka. Tentu saja ia tidak ingin terikat hubungan jangka panjang dengan siapa pun. Dan jika Justin menghamili Rena, itu artinya mereka akan selalu terikat karena ada anak di antara mereka.
Senyum Ariana perlahan luntur mendengar perkataan pria di sampingnya. Ternyata bukan hanya dirinya yang merasakan kesialan hari ini. Perlahan ia ikut menatap langit seolah bertanya kenapa kesialan tak pernah bosan menghampirinya.
Ayahnya pernah mengatakan kalau dirinya memang ceroboh, bukan suatu keanehan yang perlu dipertanyakan. Sangat ceroboh dan cepat mengambil kesimpulan sendiri dan berhujung pada kesialan yang sering teman-teman sekolah katakan dulu. Si pembawa sial. Masa di mana Ariana tidak ingin mengingatnya seumur hidup.
Kebetulan bagaikan takdir bertemu di taman ini dan kesamaan yang mereka alami, membuat sel-sel otak Geo menemukan ide yang menyenangkan untuk melupakan hari buruk mereka. Alih-alih penasaran bagaimana rasanya memiliki hubungan khusus yang belum pernah ia coba sebelumnya.
Lagi pula hanya satu hari, sepertinya tak salahnya mencoba dan tidak akan menimbulkan masalah, pikirnya. Dengan percaya diri Geo menoleh dan langsung bertanya, "bagaimana kita menjadi pasangan selama satu hari penuh, untuk melupakan kejadian kita hari ini?"
Bagai geledek di siang bolong, Ariana hampir tersedak ludahnya sendiri apa yang ia tangkap dari pendengarannya. "Kau mengajakku berkencan denganmu?" Pria itu mengangkat kedua alisnya menunggu, dan sepertinya berkata serius.
Ia mulai merasa was-was lalu melanjutkan dengan cepat, "Maaf, aku menghampirimu karena kulihat kau memiliki minum berlebih saat duduk sendirian dan ingin menceritakan kesialanku, hanya itu. Aku tidak berniat untuk menggodamu, jika itu maksudmu."
Helaan nafas Geo malas menjelaskan secara detail, tapi ia tetap melakukannya. "Mengajakmu berkencan hanya satu hari-24 jam, tidak lebih. Aku tidak berniat berkencan lebih dari itu, karena aku tidak menyukainya."
"Kalau kau tidak menyukainya, kenapa kau ingin melakukannya?"
"Seperti perkataanku tadi, untuk melupakan kesialan kita hari ini." Rahang Geo berkedut kesal, kenapa ia terdengar membujuk? Seorang Geo tidak pernah memohon pada wanita--terutama wanita asing. Seketika ia menyesal mengusulkannya pada wanita aneh ini. "Mau atau tidak? Tawaran ini hanya berlaku 10 detik dari sekarang, dan aku tak akan mengulangi untuk kedua kalinya." Sial. Ia menanyakan lagi.
Ia harusnya tutup mulut lalu pergi. Namun rasa penasaran membuat tubuhnya berat beranjak, menunggu persetujuan keluar dari mulut mungil itu yang sejak tadi ingin Geo cicipi rasanya.
Ariana berpikir keras dengan tawaran gila pria itu sambil menggigit bibir dalamnya. "Hanya berkencan 24 jam? Aku belum pernah berkencan sesingkat itu. Jika aku setuju, keuntungan apa yang aku dapat?" ucap Ariana akhirnya. Ada perasaan bangga memiliki jiwa negosiasi yang tinggi di saat seperti ini. Ia tahu ini bukan bisnis atau pekerjaan, tetapi negosiasi berlaku untuk situasi apa pun, bukan?
Menyipitkan mata memandang wanita itu, terlihat aneh dan bodoh tapi pintar melihat secuil kesempatan. Ya, seperti wanita lainnya, pikirnya. Ia tahu tipe wanita seperti ini, lalu terkekeh. "Apa yang kau inginkan? Mungkin aku bisa memikirkannya."
Akhirnya kau tidak bodoh, Ari! Walau harus melewati kesialan besar lebih dulu. "Belikan aku tiket penerbangan besok ke negara asalku sekarang, maka aku resmi menjadi kekasihmu selama 24 jam." Ariana bicara dengan cepat karena senang.
Bahkan wajahnya yang masih merah di area mata dan hidung sisa-sisa tangisnya, terlihat berbinar menatap pria itu. Ia pikir tidak ada salahnya mereka berkencan satu hari dan tidak akan memikirkan Tian serta kesialannya beberapa saat agar tidak berlarut dengan kekecewaan dan amarahnya.
Yang paling menakjubkan pria yang mengajaknya berkencan bukan pria biasa, melainkan tampan luar biasa. Tampan campuran antara Asia-Eropa membuatnya berbeda namun memiliki aura memikat bagi wanita mana pun yang melihatnya. Ariana saja sedikit ragu sebelum menyapa dan takut akan ditendang jika ia memaksa diri duduk tadi.
Tak hanya wajah, tubuh pria itu tinggi menjulang, d**a yang bidang, bahu lebar dan tangan besarnya. Dari kemeja yang terlihat ketat dari luar membuat Ariana berasumsi kalau di baliknya terdapat otot-otot terbentuk dibeberapa tempat seharusnya. Ia membayangkan seperti tubuh model pria di majalah dewasa yang pernah ia lihat dulu bersama sahabatnya, Putri. Kepalanya menggelang kecil mengenyahkan pikirannya yang nakal.
Geo menimbang-nimbang sesaat lalu berkata, "hanya tiket penerbangan untuk besok? Okay. Deal. Kita sepakat. Sebelum memulainya aku akan menjelaskan beberapa poin yang tidak boleh di langgar."
Secepat itu? batin Ariana. Astaga, rasanya sangat mendebarkan. Debaran yang menantang, dan terasa aneh. Padahal hanya satu hari, bukan sesuatu yang rumit untuk dilakukan.
"Tidak boleh ada ketertarikan emosi selama 24 jam berlangsung, maupun setelahnya. Tidak boleh membahas apa pun masalah pribadi masing-masing. Melupakan 24 jam setelahnya agar tidak terikat emosi. Hanya tiga, peringatan yang mudah untuk dilakukan dan tidak rumit."
Ya, semoga benar-benar tidak rumit. "Apa yang terjadi jika aku melanggarnya?"
Pertanyaan yang membuat bibir Geo melengkung tersenyum kemenangan. "Tiketnya akan hangus, Manis."
Dengan senang hati Ariana menghindari peringatan itu demi pulang ke tanah air, daripada ia menjadi gelandangan di Prancis. Ariana berkedik ngeri membayangkannya. Dan dirinya tahu sebenarnya ia mengagumi wajah dan tubuh pria itu, ia tahu hanya sebatas itu. Tidak lebih.
Sedangkan Geo sendiri merasakan desiran aneh kenapa dirinya mempunyai pemikiran seperti orang gila. Tetapi tidak membuatnya mundur, ia bahkan senang mendapat mainan baru sebagai objek percobaan memiliki kekasih sungguhan selama satu hari. Wanita aneh yang hampir mendekati bodoh. Tak apa, pikirnya, Geo akan menggunakan waktu 24 jam yang menyenangkan.
Jika dilihat dari penampilan, sebenarnya wanita bernama Karessa itu bukanlah tipenya sama sekali. Bahkan jauh jika dibandingkan dengan Rena. Namun, Geo masih bisa melihat kecantikan wanita itu di balik penampilannya yang kuno.
Okay Geo lupakan masalah Rena, Papa, Mama, Pekerjaan, uang, dan kartu kredit. Hanya untuk 24 jam ke depan, batin Geo.
Tidak masalah, Ariana. Hanya lalui dengannya selama 24 jam, dan kamu akan pulang. Di Jakarta nanti kamu bisa memersiapkan diri untuk menghajar Tian! batin Ariana.
Geo mengulurkan tangan pada Ariana sebagai tanda sepakat. Saat Ariana ingin berjabat tangan, Geo malah menariknya menutup jarak di antara mereka. Ariana melotot dan ingin menjauh, tapi tubuhnya hanya bergeming menahan nafas agar jantungnya tidak heboh.
Geo mengambil kesempatan merangkul pinggang ramping Ariana agar tidak menjauh. Ia bisa melihat kespontanan wanita itu menutup mata karena kaget.
"Relax, Baby. Ternyata kau cukup cantik dari dekat. Bukannya kita sudah sepakat? Jadi sekarang kau adalah milikku 24 jam ke depan."
Ariana membuka matanya perlahan mencoba santai seperti perkataan Geo, "a-aku hanya merasa sedikit canggung."
Geo mengangkat kedua alisnya, "kau belum pernah berkencan sebelumnya?" tanya Geo pelan dengan mulutnya tepat di depan telinga Ariana, membuat wanita itu merinding.
"Pernah, dua kali, tapi karena kita baru berkenalan beberapa menit yang lalu, aku merasa aneh."
Geo mengangguk kecil paham, ia beranggapan bahwa Ariana adalah wanita rumahan, artinya jarang mencari kesenangan yang liar. Berbeda dengan dirinya yang sudah terlalu sering menemui wanita di kelab malam, bahkan melakukan keintiman dengan orang yang baru di kenal. Ya, anggap saja one night stand. Dan itu sudah biasa dikalangan teman-temannya.
Geo melonggarkan rangkulan agar bisa berbicara lebih leluasa. "Tutup matamu dan dengarkan."
Ariana mengerjap terlihat ragu, tapi ia tetap menurut.
"Kita adalah pasangan yang sangat bahagia saat ini, kita saling mencintai satu sama lain," bisik Geo.
Tak lama kemudian mereka membuka mata dan Geo menyuruh Ariana menciumnya, agar kecanggungan di antara mereka terkikis layaknya pasangan sungguhan. Bagai terhipnotis, Ariana mengikuti perkataan Geo dan mendekatkan wajah mereka untuk menyatukan bibir, namun hanya sebuah kecupan.
Geo menggeleng kecil menyalahkan, lalu menarik tengkuk Ariana dan langsung menciumnya perlahan, memberikan sensasi panas menjalar keseluruh tubuh. Jantung Ariana berdetak cepat, ia belum pernah berciuman seperti ini. Tidak merasa dilecehkan sedikit pun, menikmati setiap pergerakan lembut bibir Geo di bibirnya. Rasanya Ariana tidak rela ini berakhir dengan cepat. Tanpa sadar kedua tangannya melingkari leher Geo dan membalas setiap pergerakannya.
Cukup lama mereka berciuman hingga hampir kehabisan nafas. Demi kelangsungan hidup, dengan berat melepas tautan bibir mereka dan menghirup udara banyak-banyak.
"Your lips are so sweet, Honey. Mari kita mulai semuanya dengan membeli tiketmu," ucap Geo sambil mengusap bibir Ariana yang mengkilat bekas ciuman mereka.