Akan ada sebuah masa, dimana kita akan merindukan sesuatu yang pernah kita keluhkan dimasa lalu.
***
"Woy!"
Suara seseorang dibarengi tepukan di pundak Pelangi membuyarkan lamunannya tentang satu tahun lalu. Bayangan ketika ayahnya meninggal akibat penyakit leukemia yang dideritanya terus menghantui hari-hari Pelangi. Di tambah, sang tunangan yang bernama Damar pergi meninggalkan Pelangi karena penyakit yang menggerogoti tubuhnya saat ini.
"Aku dulu terlalu bodoh dengan menilai cover kamu, Mas Damar," Batin Pelangi.
Ali, Kakak Pelangi yang melihat adiknya kembali melamun sedikit menggelengkan kepalanya.
"Woy! Kenapa, sih?" Ali kembali menepuk pundak Pelangi.
"Kebiasaan ngelamun bisa-bisa kamu kerasukan, Siput," Sambung Ali.
"Ih, dasar mantul." Pelangi memasang wajah cemberut.
"Mantul? Apaan, tuh?" Ali terlihat bingung dengan panggilan adiknya.
"Mantul, alias Macan Tutul." Pelangi tertawa lepas karena sudah berhasil mengejek kakaknya sendiri.
"Dasar Siput," Balas Ali yang langsung mengacak jilbab yang Pelangi kenakan.
"Ih, apaan sih, Kak. Udah keluar sana, ganggu saja." Pelangi mengusir Kakaknya untuk keluar dari kamarnya, namun Ali tidak menuruti perkataan adiknya tersebut.
"Ah, rebahan gini enak. Sudah lama rasanya nggak bikin kamar si Siput berantakan," ujar Ali yang masih dapat Pelangi dengar.
"Kalau sampai kamar ini jadi berantakan, aku akan mogok bicara sama Kakak selama satu bulan," sahut Pelangi dengan seringai diwajahnya.
"Emangnya Kakakmu ini akan rugi? Tentu tidak. Kalau kamu mogok bicara selama satu bulan itu merupakan keberuntungan, dong." Ali mengambil handphone milik Pelangi dan membuka aplikasi game didalamnya.
"Tentu saja Kakak akan rugi karena tidak akan dapat sarapan gratis tiap hari," jawab Pelangi dengan tersenyum mengejek.
"Lalu kamu tidak akan dapat uang jajan selama satu bulan. Ah, bisa ngirit," tutur Ali dengan kembali tersenyum mengejek.
"Dasar kau Macan Tutul, main ngancam uang jajan segala," tukas Pelangi dengan melemparkan bantal ke arah Ali yang sedang memainkan handphonenya.
"Ayo, keluar sana!" Pelangi berteriak dan menarik Ali untuk keluar dari kamarnya.
Pelangi mengunci pintu kamarnya. Pandangannya beralih menatap sebuah kalung liontin pemberian almarhum ayahnya ketika ulang tahun yang ke 20, tepatnya satu tahun lalu.
Rindu?
benarkah Pelangi rindu tentang peristiwa satu tahun lalu?
Tidak, bukan peristiwa itu yang Pelangi rindukan. melainkan, sosok sang ayah yang meninggal akibat penyakit yang dideritanya.
Leukemia, penyakit itu yang telah menggerogoti tubuh sang ayah tercinta bertahun-tahun hingga sang ayah menghembuskan nafas terakhirnya. Penyakit leukimia atau lebih tepatnya leukemia adalah kanker darah akibat tubuh terlalu banyak memproduksi sel darah putih abnormal. Leukemia dapat terjadi pada orang dewasa dan anak-anak. Sel darah putih merupakan bagian dari sistem kekebalan tubuh yang diproduksi di dalam sumsum tulang. Ketika fungsi sumsum tulang terganggu, maka sel darah putih yang dihasilkan akan mengalami perubahan dan tidak lagi menjalani perannya secara efektif.
Bukan, bukan karena penyakit yang diderita sang ayah meninggal. Sang ayah meninggal itu adalah takdir dari sang maha kuasa. Pelangi menyadari sepenuhnya, bukan karena penyakit yang menakutkan itu ayah tercintanya meninggal melainkan itu merupakan bentuk kasih sayang Tuhan untuk sang ayah serta keluarganya.
"Aku rindu Ayah,"Suara hati Pelangi berkata perlahan dengan penuh kerinduan.
Pelangi menyimpan poto sang ayah yang sedari tadi ia peluk ke atas meja yang ada di kamarnya. Saat ini, Pelangi hanya sedang ingin sendiri menikmati kesunyian didalam kamarnya, memutar bayangan tahun-tahun lalu serta mengukir rencana di masa depan.
Pelangi menjatuhkan tubuhnya di atas kasur. memutar memori ingatan tentang sebuah kenangan manis bersama sang ayah, yang mungkin kini kejadian itu hanya tinggal kenangan semata.
FLASHBACK ON
Sore hari ini nampak terlihat menawan, seolah memperlihatkan kepada semua insan bahwa langit memiliki keelokan yang rupawan dan dapat memikat hati setiap insan.
"Ayah, lihat ke arah sana. Itu bagus, 'kan?" Seorang gadis mengenakan jilbab berwarna merah menunjuk kearah barat.
"Senja?" Tanya sang ayah dengan tersenyum.
Pelangi menganggukkan kepalanya. "Hmm, bagus, 'kan?"
"Kamu menyukai senja?" Tanya sang ayah kembali.
"Aku sangat menyukainya. Aku juga suka dengan hujan," ucap Pelangi.
"Ayah juga menyukai senja, bahkan bundamu juga menyukainya. Selain itu, bunda juga sangat menyukai hujan," terang sang ayah.
"Alasan Ayah dan Bunda menyukai keduanya, kenapa?" Tanya Pelangi terlihat penasaran.
"Ayah menyukai senja karena darinya kita dapat belajar, bahwa hidup ini bukan hanya tentang keindahan semata. Janganlah kita terlena dengan kehidupan ini, karena senja datang tanpa di undang," terang Gufron. Ayah Pelangi.
"Jadi ... Maksud Ayah kita boleh melakukan apa pun di bumi ini, tapi jangan sampai kita terlena hingga kita lupa jalan pulang. Begitukah, Ayah?" Ucap Pelangi mendekati ayahnya.
"Anak Kecil ayah terlihat sudah dewasa sekarang," balas ayahnya dengan mengusap pucuk kepala Pelangi.
"Anak kecil Ayah sekarang sudah 20 Tahun, jadi sudah tau pria tampan," ucap Pelangi dengan cekikikan kecil.
"Jadi, putri Ayah ini sudah tau yang tampan?" Tanya Gufron menaik turunkan alisnya.
"Masalah yang tampan Pelangi udah hatam, Yah. Pria tampan berkumis," ucap Pelangi kembali terkekek.
"Ah, putri Ayah sudah hatam sama yang berkumis ternyata. Ayah hanya ingin bilang sama putri kecil Ayah ini, belajarlah dari hujan, Nak." Gufron berkata lirih.
"Hujan?" Tanya Pelangi
Gufron menganggukkan kepalanya, "Hujan mengajarkan kita untuk terus bangkit meski sudah jatuh berulang kali. Hujan selalu memberikan kehidupan dan kedamaian bagi makhluk di bumi."
"Jadi ... Apapun keadaan kita di masa depan, tetap hadapi semuanya dengan senyuman. Tetaplah bangkit meski kelak kita terjatuh berulang kali. Jangan putus harapan meski kelak banyak orang yang merendahkan," tutur Gufron kembali.
"Akan aku ingat selalu pesan Ayah," lirih Pelangi.
"Ayah percaya, kamu akan tetap menjadi putri kecil kebanggaan Ayah," jawab Gufron mengecup pucuk kepala putrinya.
"Happy birthday to you!" Teriakan nyanyian selamat ulang tahun menggema.
Pelangi melihat ke asal suara yang datang dari arah belakangnya. "Bunda! Kak Ali!" Teriak Pelangi menutup mulut dengan kedua tangannya disertai tangis bahagia.
"Ternyata kalian tidak lupa dengan ulang tahun aku, terimakasih," sambungnya dengan memeluk bunda dan kakaknya.
"Aku sih lupa, tapi Bunda sama Ayah yang ingat," ucap Ali.
"Perasaan nggak nanya, deh," ucap Pelangi menjulurkan lidahnya.
"Kalau tidak terpaksa malas banget berangkat ke villa bareng si Siput yang manja dan penuh drama ini," ucap Ali dengan menyubit pelan hidung Pelangi.
"Ih, sakit tahu. Nanti aku hisab tangan Kakak di akhirat," tutur pelangi disertai cekikikan.
"Ih, ada ingusnya!" Teriak Ali menunjuk hidung Pelangi.
"Nggak ada juga! Huh, dasar mantul," Pelangi mencubit pipi kakaknya.
"Selamat menua adikku Sayang. Usiamu berkurang satu tahun. Jangan menjadi tua yang menyebalkan," ucap ali mengacak jilbab arumi.
"Arigathou, kakakku Sayang." Pelangi memeluk kakaknya.
"Kadonya mana, Kak?" Tanya Pelangi menaik turunkan alisnya.
Ali mengeluarkan sesuatu dara balik punggungnya. "Simsalabim, taraaaa!" Teriak Ali.
"Lollipop?" Tanya Pelangi.
"Aku ... Maunya dibelikan---" ucapannya terpotong oleh Ali.
"Syukuri saja, ini kesukaan kamu, 'kan?" Tukas Ali dengan menahan tawa.
"Hmmm, baiklah. Thanks," ucap Pelangi lirih.
"Ini hadiah untuk Putri Kecil Ayah," ucap Gufron memberikan kotak kecil berwarna merah dibalut dengan pita berwarna gold yang sangat cantik.
"Boleh Pelangi buka, Ayah?" Tanya Pelangi dengan mata berbinar.
"Of Course! My Little Girl," jawab Gufron tersenyum ramah.
Pelangi membuka kotak tersebut dengan penuh penasaran. Sebuah kalung dengan ukiran nama Pelangi. Kalung yang dia idamkan selama ini. Pelangi memeluk ayahnya dan mengucapkan terima kasih berulangkali.
"Kamu suka, Sayang?" Tanya Gufron
"Tentu! Aku sangat menyukainya!" Teriak Pelangi dengan memutarkan badannya kegirangan.
"Alhamdulillah! Jika kelak kamu rindu sama Ayah, lalu ketika itu Ayah sudah tidak ada didekat kamu lagi jangan sedih, kamu akan tetap merasakan kehadiran Ayah. Karena, Ayah tidak pernah pergi dari kalian," ujar Gufron dengan mata berkaca-kaca.
"Aku mohon jangan berkata seperti itu, Ayah. Kita semua menyayangi Ayah." Pelangi memeluk ayahnya diikuti oleh Bunda Ratna serta Kakaknya.
Tess...
.
.
Tess..
Bercak merah menetes memenuhi pipi Pelangi. Seketika semua menjadi panik karena darah bercucuran keluar dari hidung sang ayah tercinta.
FLASHBACK OFF
Pelangi menarik nafas dan mengeluarkannya secara kasar. Satu tetes air mata membasahi pipinya. Pelangi tersenyum menatap langit-langit kamarnya.
"Rasanya semakin hari rasa sakit itu kian tumbuh, Yah. Kenapa kau pergi secepat itu di saat Pelangi masih sangat membutuhkan Ayah?" Monolog Pelangi.
"Apa karena aku manja? Atau Ayah lebih suka di sana dari pada bersama kami?" Lirih Pelangi kembali dengan menghapus air matanya.
"Ayah, aku berjanji akan melanjutkan cita-cita Ayah," tuturnya dengan mengambil handphone dan menatap foto ayahnya.
Rindu selalu datang dengan dibarengi deraian air mata. Jika rindu datang hanya sendiri tanpa air mata, maka rasanya tidak akan terlalu sakit.
Rindu tidak pernah meminta air mata datang menemani, hanya saja keduanya berdampingan kala hati sudah tidak bisa menahannya lagi.
***
Aroma bunga melati terasa menusuk hidung. Aroma itu adalah aroma kesukaan Pelangi. Angin berhembus menyentuh perlahan seolah menambah ketenangan dalam jiwa. Pelangi menutup matanya dan menghirup udara pagi ini.
Drreett...
Suara notifikasi pesan masuk dari saku baju rumahannya membuat Pelangi merogoh mengambil benda tersebut.
"Pengumuman testing dari grup Universitas Negeri," monolog Pelangi.
"Nama Pelangi Antartika nggak ada? Ayolah, aku mohon," ucap Pelangi lirih.
Pelangi berkali-kali mengecek dan mencari namanya. Namun tidak menemukan namanya dalam daftran tersebut. Sampai akhirnya notifikasi ke dua berbunyi.
"Yeay, akhirnya aku lulus!" Teriak Pelangi kegirangan.
"Mantul! Kak Mantul kamu dimana?" Teriak Pelangi mencari kakaknya.
Pelangi mencari ke setiap ruangan di rumahnya, namun tidak menemukan Ali. Pelangi berinisiatif mencari ke kamar Ali, di sana dia menemukan Ali masih bergelut dengan selimut tebalnya.
"Selamat pagi Kakakku yang tampan, adikmu yang manis ini dapat kabar baik, loh," ujar Pelangi menarik selimut yang dikenakan Ali.
"Siput, jangan ganggu hari libur Kakak!" Teriak Ali merebut selimutnya kembali.
"Aku ada kabar bahagia, loh. Yakin nggak mau tau?" Ucap Pelangi mengedipkan sebelah matanya.
"Keluar sekarang atau uang jajan kamu Kakak potong. Mau?" Ujar Ali.
"Nggak mau." Pelangi menjulurkan lidahnya.
"Ya sudah, Kak Zahra lagi nunggu tuh di bawah, aku suruh pulang lagi, ah," ujar Pelangi menutup pintu kamar Ali.
"Ah, aku yakin pada hitungan ke tiga Kak Ali bakal muncul mencari Kak Zahra," monolog Pelangi.
Satu
.
.
Dua
.
.
Tiga
"Dek, Kakak udah ganteng belum? Wangi belum? Kelihatan belum mandi nggak?" Ujar Ali memutarkan badannya di hadapan Pelangi.
"Ok, sempurna," ucap Pelangi menirukan gaya Demian seorang pesulap yang sering muncul di televisi.
"Thanks, adik manisku," jawab Ali dengan berjalan cepat menuju ruang tamu.
Pelangi tertawa geli melihat tingkah Kakaknya tersebut. Padahal Pelangi hanya bercanda berkata kalau Zahra pagi-pagi sudah bertamu. Zahra Fathia, seorang wanita cantik dengan jilbab lebar yang diam-diam Ali kagumi. Zahra adalah teman Ali ketika kuliah, mereka bertemu dalam organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) di kampus. Ali yang saat itu Menjabat sebagai Presiden Mahasiswa dan Zahra Sebagai Menteri Keagamaan terlihat akrab dan sering berkomunikasi. Saat itulah diam-diam Ali mengagumi sosok Zahra.
"PELANGI!" Teriak Ali mencari Pelangi.
"Gawat! marah beneran. Kabur, ah." Monolog Pelangi mencoba kabur. Namun cekalan di tangannya membuat Pelangi terdiam.
"Ampun Paduka Raja, saya mohon maaf atas perlakuan saya," ucap Pelangi berlutut tanpa menatap ke arah Ali.
"Paduka Raja? Maaf? Ma-maksudnya apa?" Ucap seseorang yang berdiri di hadapan Pelangi.
Pelangi menatap sosok yang berdiri di depannya. Jantungnya seketika berdegup semakin kencang. Dia menggelengkan kepalanya berharap bahwa semua ini hanya halusinasi.
"Mas Damar! kenapa Kak Ali berubah wujud jadi Mas Damar?" Ucap Pelangi heran.
Pria tersebut tersenyum ke arah Pelangi, hal itu membuat pelangi semakin menggelengkan kepalanya.
"Hus, hus. Wahai makhluk halus yang berwujud seperti Mas Damar menghilanglah!" Teriak Pelangi, sedangkan pria tersebut hanya diam menatap tingkah Pelangi.
"Aku rasa mataku sedang tidak baik-baik saja. Kenapa Kak Ali berubah Wujud?" Monolog Pelangi menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.
"Haha, kamu ternyata masih tetap sama, Pelangi. Saya Damar, mantan tunangan kamu," ucap Damar dengan menahan tawa.
"Nggak mungkin! Dia sudah pergi meninggalkan aku, nggak mungkin dia datang. Dia takut tertular oleh penyakit yang aku derita!" Teriak Pelangi.l
"Aku benar-benar Damar, Pelangi. Aku datang ... ," Lirih Damar merasa bersalah dengan ucapannya dulu.
"PELANGI!" teriakan Ali mendekati Pelangi.
"Kak Ali! Jadi, ini benar Mas Damar?" Tanya Pelangi heran.
"Kamu membohongi Kakak! Dasar siput, Kakak potong uang jajan kamu selama sebulan," balas Ali tersenyum sinis.
"Maafkan Pelangi, Kak Mantul. Please, maafin, dong," ucap Pelangi mendekati Ali.
"Kakak juga yang salah, kenapa nggak bangun. Aku kan cuman mau bilang, AKU LULUS DI UNIVERSITAS NEGERI!" Teriak Pelangi kegirangan dan memeluk kakaknya.
"Kamu serius, Dek?" Tanya Ali meyakinkan yang di balas anggukkan kepala oleh Pelangi.
"Kakak bahagia dengernya," balas Ali mengelus pucuk kepala adiknya tersebut.
"Ngakak jadi potong uang jajan, 'kan?" Tutur Pelangi menatap Ali dengan wajah memelas.
"Tidak ada pertimbangan, uang jajan tetap Kakak potong," tutur Ali penuh kemenangan.
"Ah, dasar Mantul," ucap Pelangi memelas.
"Saya ucapkan selamat, ya, Pelangi," ucap Damar mengulurkan tangan namun di tepis halus oleh Ali.
"Sudah, jangan basa-basi," ujar Ali.
Praang...
Suara pecahan sebuah kaca mengagetkan ketiganya. Pelangi berlari ke asal suara di susul oleh Ali dan Damar dari belakangnya.
Pelangi membuka kamar bundanya. "BUNDA!" Teriak Pelangi menghampiri bundanya.
"Kak, Bunda!" Teriak Pelangi histeris menatap bundanya.