Lima

1642 Kata
Rumy Pov Tok tok tok Mataku terbuka spontan saat suara ketukan pintu terdengar di luar kamarku. Aku menguap sejenak. Merubah posisi tidurku yang awalnya tengkurap menjadi terlentang sembari menggeliat sesaat. Badanku terasa pegal. Tok tok tok Ketukan itu terdengar lagi. Aku bangun dan mengucek mataku sebentar. "Tunggu sebentar!" Sahutku akhirnya Selimut tebal yang menutupi setengah tubuh pun langsung ku singkap. Kakiku mulai menjejaki lantai kamar yang dingin. Ugh! "Rumy?" Seruan dari luar, itu suara mama Aku menyeret kaki ke depan pintu. Membuka kunci dan menarik grendel pintunya hingga terbuka. "Yaampun, kamu baru bangun?" Ku lihat mama bergeleng kepala menatapku Aku menguap lagi di balik tanganku. Lalu berbalik badan setelah melebarkan pintunya. Aku membiarkan mama ikut masuk setelah mendaratkan kembali bokongku di tepi ranjang. "Mentang-mentang hari libur, kamu baru bangun jam segini." Omelan mama mulai terlontar Aku membuang nafas lantas mengusap mukaku yang agak lengket. Lalu ku tatap wanita cantik di depanku yang sedang bersedekap sekarang. "Wajar mam, aku kan jarang banget libur kerja. Jadi selagi ada kesempatan ya aku pake buat tidur aja." Tuturku membela diri "Tapi enggak buat sekarang Rumy!" Tukas mama menekankan Aku mengernyit, maksudnya apa? "Dari pada leha-leha di kasur, mending kamu main ke rumah Zevana. Ajak dia jalan-jalan! Siapa tau kalian bisa saling mengenal lebih dalam." Astaga! Kenapa harus gadis itu lagi? Ini salahku. Sepulang dari rumah tante Maura tadi malam, aku terpaksa berbohong sama mama dan papa. Aku bilang kalo semuanya baik-baik aja, padahal aslinya Zevana sudah bertekad untuk membatalkan rencana yang di susun kedua orang tua kami ini. Hanya tinggal menunggu kesempatan saja untuk dia mengatakan pada orang tuanya. "Males ah" kataku dan kembali menaikkan kaki ke atas ranjang kingsizeku "Eh kamu mau ngapain itu?" Seru mama horor Aku menoleh polos lantas menjawab, "Mau tidur lagi. Aku masih ngantuk mah" Mama pun melotot, lalu tanpa ku duga mama beringsut menarik lenganku. "Gak ada tidur-tiduran lagi! Sekarang kamu mandi dan pergi ke rumah Zevana. Mama mau kalian sering ketemu, biar pas nikah nanti kamu sama Zevana udah gak pada canggung lagi. Ayo cepet!" Perintah mama Ah sayangnya aku gak bisa membantah perintah wanita yang sudah melahirkanku ke dunia ini. Aku takut durhaka! Dan seandainya aku bisa aku akan berteriak KALAU AKU DAN ZEVANA GAK MUNGKIN BISA MENIKAH MA! --- Zevana Pov Hari ini kuliah libur dan aku berniat untuk mengajak Rissy main sepanjang hari. Ah! Apa aku sudah bilang kalau aku merindukan pacarku itu? Sehari gak ketemu atau mendengar suaranya itu rasanya... Aku mengambil smartphoneku di atas nakas. Batrenya penuh. Dan aku langsung mendial angka satu yang ku isi nomor kontak Rissy di daftar panggilan cepat. Ku tempelkan benda canggih ini di telinga kanan. Nada sambung mulai terdengar, aku harap Rissy segera menjawabnya. Please, aku kangen suara kamu sayang.. Sampai akhirnya, "Hallo?" Aku mengernyit. Menjauhkan smartphoneku dan melihat nomor kontak yang ku hubungi sekarang. Aku takut salah mencet dan ujung-ujungnya salah nelpon orang. Tapi nomornya bener kok! Ku rapatkan lagi seperti semula, "Emm ini siapa ya?" Tanyaku bingung karena yang menjawab panggilanku bukan suara Rissyi "Ah lo temennya Rissy yah?" Aku tercengang. Teman? Emangnya Rissyi kasih nama aku apa di kontaknya, sampe-sampe orang ini menyebutku sebagai temannya? Sebel. "Ah emm iya, Rissynya kemana?" Meski gak rela mengiyakan, tapi--yasudahlah "Kebetulan Rissy lagi pergi, handphonenya ketinggalan di kamar gue. By the way ada pesan yang mau lo kasih kalo Rissy balik?" Huft.. Aku melenguh lesu. Rissy pergi? Kemana? Terus kenapa dia ninggalin handphonenya gitu aja? Ceroboh. "Emm ya udah deh kalo gitu, kalo dia udah pulang tolong suruh telpon balik yah ke nomor ini." Tanpa menunggu respon dari si penjawab telpon, aku pun langsung mengakhiri percakapannya. Kepalaku tertunduk lemas. Ugh! Rissy pergi kemana? Aku kangen.. --- Sudah jam 10 pagi dan Rissy gak ada nelpon balik sesuai harapanku. Ini udah satu jam lebih dari waktu aku nelpon tadi. Astaga! Rissy kemana sih? Ting tong Ck. Siapa juga yang bunyiin itu bel? Gak ngerti apa kalo aku lagi males gerak? Ah andai aja Bunda ngerekrut pembantu di rumah ini, mungkin aku tinggal minta tolong di bukakan tanpa harus beranjak dari dudukku sekarang. Bukan karena aku bersifat bossy tapi-- Ting tong Aku mengacak rambutku gemas dan berdiri dari pose malasku di atas sofabed ruangan tengah. Kalo sampe orang gak penting yang cuman mau iseng doang, maka jangan salahkan aku kalo aku menendang tulang keringnya hingga membiru. Ting tong ting tong "Astaga iya sebentar!" Gak sabaran banget sih itu orang. Kakiku kan ada dua jadi gak bisa langsung nyampe ke depan pintu gitu aja kan! Sesampainya di depan pintu, aku pun menyentuh pegangan pintunya dan menariknya hingga terbuka. Terpampanglah sosok tampan berraut datar yang kini tengah berdiri menjulang di hadapanku. "Rumy?" Pekikku, oke aku malas menggunakan embel-embel kak untuk memanggil namanya, usia kita juga kayaknya gak jauh beda. Paling cuman selisih 2 atau 3 tahunan saja. "Hay? Boleh aku bertamu?" Katanya tanpa expresi Manusia macam apa dia? Expresinya gak beriak. Jangan-jangan dia gak di anugrahi hormon emosional. Jadi raut dan expresinya selalu datar dalam kondisi apapun. "Emm tapi ayah sama bunda lagi gak ada di rumah" kataku jujur, orang tuaku sedang pergi ke rumah tante Gisela tadi pagi dan aku sama sekali gak di ajak. Ufh.. "Kita bisa mengobrol di teras kalo kamu mengizinkan ." usulnya membuatku bingung Oh ya ampun! Sebenernya aku lagi males nerima tamu, tapi gak enak juga kalo aku usir Rumy. Nanti dia ngadu lagi sama tante Kiki. Walaupun kecil kemungkinan sih cowok manly kayak dia ngadu sama mamanya. Tapi kan--ah sudahlah! "Emm boleh deh. Kamu duduk aja dulu, biar aku bikin minuman buat kamu." "Ah gak usah. Aku gak haus kok" cegahnya dan aku cuman ngangkat bahu menuruti kemauannya. Aku dan Rumy pun sudah duduk di teras. Lumayanlah sambil ngadem, kalo di dalem kayaknya bakalan jenuh banget. "Om Rendi sama tante Maura lagi kemana emang?" Tanyanya memulai perbincangan "Mereka lagi ke rumah tante Gisela." Jawabku seadanya tanpa mau menambahkan apapun lagi Ku lihat Rumy mengangguk. Dia terdiam menatap lantai. Kalo aku perhatiin Rumy ganteng juga, dia cowok banget, apalagi dengan tampilan casualnya ini. Rambutnya juga tertata rapi seukuran cowok manly kayak dia. Tapi setampan dan semenarik apapun dia, aku gak mungkin berpaling dari Rissy. Aku tetap pada pilihanku, hanya nama Rissy Abiyasa yang tertulis di hatiku. "Sebenarnya, mama yang menyuruhku kesini" cetusnya kembali bersuara setelah hening melanda Aku pun spontan menoleh menatapnya. Jadi dia datang atas suruhan tante Kiki? Untuk apa? "Mama menyuruhku untuk mengajakmu jalan-jalan." Lanjutnya sembari mengangkat wajahnya menatapku balik Aku hanya tertegun. Beberapa detik kami saling menatap. Hanya tatapan biasa, bukan semacam tatapan pasangan yang lagi di mabuk cinta. "Mama ingin kita sering ketemu dan dengan begitu .. Kita bisa saling mengenal lagi lebih dalam" tambahnya lagi Aku mengedipkan mataku lambat. Ku rasa tante Kiki benar-benar ingin menjadikanku sebagai menantunya. Tapi kalo aku gak mau? Masa harus tetep di paksain sih! --- Rumy Pov Syukurlah udara siang ini tidak terlalu panas. Aku jadi bisa jalan-jalan bersama Zevana sesuai keinginan mama. Walau hanya sekedar keliling taman komplek perumahan Zevana, tapi itu tidak masalah. "Apa kamu lelah?" Tegurku meliriknya dari samping Saat ini kami berjalan bersisian, dia berada di sebelah kananku lebih tepatnya. Gadis itu menoleh, "Lumayan." Jawabnya pendek mengangkat bahu "Ya sudah kalau begitu, kita duduk aja disana!" Ajakku menunjuk salah satu bangku besi panjang yang terletak di samping air mancur kecil. Zevana tidak menjawab. Dia hanya mengangguk dan kami pun lekas berjalan menuju bangku itu. "Kau haus?" Tanyaku setelah dia duduk mendahului "Sedikit" jawabnya singkat Aku mengangguk, "Tunggu sebentar. Biar aku membeli minuman kesana" Lalu aku pun melengos meninggalkan Zevana yang sepertinya tidak pernah tersenyum sejak ia membukakam pintu tadi. Kurasa dia sedang tidak mood memasang senyuman manisnya. Ya, aku sempat melihatnya tersenyum sekali. Dan itu sangat manis sekali. Aku--emm cukup terpesona. Aku menghampiri kios kecil yang menyediakan jajanan di sekitar taman ini. Sebaiknya aku membeli air mineral dan beberapa cemilan untuk Zevana. Apa dia suka coklat? "Beli apa mas?" Seorang perempuan muncul dari bawah lemari kaca yang di isi banyak jenis jajanan ringan Aku sampai terkesiap di buat kaget akan kemunculannya yang mendadak. "Ah emm saya beli air mineralnya dua botol dan coklat itu satu!" Tunjukku ke arah coklat berkemasan merah yang berjajar dengan jenis coklat lainnya Setelah mendapat apa yang ku mau. Aku pun membayarnya dan segera pergi menemui Zevana kembali. Aku khawatir dia kehausan disana. Di tengah langkahku, tiba-tiba saja ada seorang perempuan yang mensejajari langkahku. Aku kaget. "Maaf , aku ngagetin kamu yah" ucapnya tersenyum genit Aku hanya menggeleng dan mempercepat langkah tidak berminat untuk membalas senyumannya. "Buru-buru amat mas. Di tungguin yah?" Perempuan genit itu bersuara lagi Aku tidak merespon. Aku hanya terus melangkah menuju bangku panjang yang masih di tempati Zevana. Syukurlah di masih ada disana, ku lihat dia sedang memainkan ponselnya. "Mas namanya siapa? Boleh dong kenalan, aku Icha." Katanya Astaga. Kenapa aku sering di recoki oleh perempuan genit seperti dia. Apa aku ada tampang lelaki gampangan yang bisa dengan mudahnya berkenalan dengan perempuan mana saja? Menyebalkan. Sampai akhirnya aku pun tiba di depan Zevana. Parahnya, perempuan genit itu masih mengikutiku pantang menyerah. "Maaf saya sudah beristri, jadi tolong tinggalkan saya sekarang" ucapku refleks membuat perempuan bernama Icha itu menatap tak percaya "Mas ganteng udah punya istri?" Pekiknya Dan aku mengangguk. "Iya." Untuk lebih meyakinkan, aku pun berjalan ke arah Zevana. Saat aku sudah ada di sampingnya aku pun melakukan tindakan yang di luar prediksi. Aku merunduk dan mendaratkan kecupan di kepala Zevana. Membuat gadis berambut hitam lebat ini mendongak dan menatapku terbelalak. "Jadi tolong tinggalkan kami.." Ucapku datar sekaligus membuat perempuan genit itu pergi melengos dengan wajah kecewanya. Dan seperginya perempuan itu, Zevana pun berdiri dari duduknya. Dia menatapku berang sembari meraba kepalanya yang sempat ku cium. Telunjuknya terangkat dan ia arahkan di depan wajahku. "KAU!" Bentaknya tak terima lantas ia menghentak kasar kakinya berlalu meninggalkanku tanpa berniat menoleh sedikitpun. Aku melenguh pasrah. Maaf mam sepertinya aku memang tidak akan bisa memenuhi keinginanmu untuk menikahi Zevana.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN