Pemandangan kastil yang memukau nyaris membuat napas Valerie berhenti. Sepanjang hidupnya, Buckingham Palace adalah satu-satunya kastil mewah yang pernah Valerie tonton di televisi. Dan Ardissia Kastil yang membuatnya mengernyit karena ratusan hektar habis hanya untuk membangun istana di atas tanah yang penuh omong kosong.
Limusin membawa mereka sampai ke ruang bawah tanah. Ini lebih tepat sebagai garasi mobil terbaik sepanjang masa. Valerie mengira, renovasi modern yang kerajaan keluarkan tidak sedikit. Demi kenyamanan anggota kerajaan yang menginginkan harga diri dan semua fasilitas nomor satu.
Kaca mulai memburam. Saat Valerie bersandar, menatap langit limusin dengan bibir terkatup. Ekor matanya melirik pada Liam yang diam. Merenung menatap ke luar jendela dengan kepalan tangan menopang dagu.
Garasi bawah tanah memberikan harga memikat yang membuat Valerie berdebar. Sesaat mereka sampai, ia bisa merasakan privasi luar biasa yang disembunyikan dalam kastil dari dunia luar. Ada beberapa koleksi mobil Sang Pangeran walau tidak banyak. Dan selebihnya hanya berupa Bentley mahal sebagai transportasi khusus kerajaan.
"Berapa orang yang tinggal di sini?"
"Keluarga inti. Dan beberapa pelayan serta pengurus kastil."
Keluarga inti? "Hanya ada kau sendiri yang tersisa?"
Liam diam. Dan Valerie tidak akan mengorek masa lalu suaminya dengan secara cuma-cuma.
Ketika limusin sampai dan berhenti sempurna, Bobby membukakan pintu limusin untuknya. Valerie mendongak, menemukan ekspresi robot itu masih tertinggal dan mendesah. Rupanya keinginan untuk bersikap konyol di depan pria itu ada. Valerie ingin tahu, berapa banyak pasang muka yang memiliki ekspresi sama dengan si robot.
"Bawa Putri ke kamarnya. Aku akan pergi untuk urusan lain."
Valerie merasa ini adalah bentuk lepas tanggug jawab pria itu setelah dirinya berhasil membawa kaki Valerie pergi dari gubuk masa kecilnya. Sesaat dia menghela napas, lalu menatap Bobby yang seakan menunggu dirinya memberi titah. "Urus saja atasanmu. Aku bisa pergi ke kamarku."
"Saya tidak yakin, Putri. Saya akan menemani Anda."
"Aku mungkin akan tersesat, tapi aku punya GPS dari instingku sendiri. Kau mau meminjamkan ponsel, kalau-kalau aku tersesat?"
Bobby mengangkat alis. Tapi dirinya sama sekali tidak bereaksi dengan memberikan apa yang Valerie mau. "Saya akan membawa Anda ke kamar."
"Oke."
Bobby membawanya pada satu lift tabung yakg berlapiskan perak dan lantai marmer putih yang kokoh. Sesaat dirinya terhenyak, merasa terlempar pada kisah seribu satu malam yang melegenda. Kastil Andera justru menawarkan malam yang panjang dengan sejuta kejutan tersembunyi di setiap sudut istana. Valerie bahkan tidak pernah bermimpi bisa pergi ke Buckingham Palace. Tapi berada di Andera Palace menawarkan hal yang berbeda.
"Ini adalah lantai untuk para pangeran. Di sini, Pangeran Liam dan Pangeran Edward sering duduk bersama menikmati senja dan kudapan," kata Bobby, memberikan Valerie tur singkat setelah mereka sampai di lantai lima. Valerie pikir, lantai ini tidak terlalu diperlukan, mengingat pembiayaan tinggi soal renovasi yang tidak mengeluarkan uang sedikit. "Kamar ini kosong. Hanya meninggalkan kamar tamu."
"Di mana kamar selir?"
Bobby tersentak. "Tidak ada kamar selir."
"Aku yakin raja terdahulu memilikinya. Satu atau dua simpanan, bukan berarti dia buruk. Kau tahu, pria dengan hormon sialannya," Valerie mengutuk dirinya sesaat setelah Bobby bereaksi datar dan dingin. Dia baru saja memakii, dan takut akan membuat kesalahan di masa depan dengan memaki di depan publik.
"Pria dengan hormon seksual yang tinggi," mengoreksi ucapannya dengan senyum pasrah. Menyadari ekspresi Bobby belum berubah, Valerie perlu mengurung diri untuk beradaptasi.
"Kalau begitu, tunjukkan mana kamarku."
***
"Ini seperti ruangan mahal yang bersembunyi di dalam kastil. Aku tersasar dan sampai ke sini. Apa ini?"
Valerie bersuara setelah perjalanan melelahkan seorang diri nyaris setengah jam membuatnya ingin berguling dari tangga ke lantai bawah. Dia tidak terbiasa naik turun tangga selain membawa ember berisi air untuk minum sapi dan domba.
"Lukisan Leonardo Da Vinci dari ratusan tahun silam. Dan karpet dari penenun rakyat Andera yang hidup sekitar dua ratus tahun lalu," kata salah satu pelayan, menunjukkan Valerie sebuah lukisan besar dan mahal. Lalu, pada karpet yang ia injak.
"Apakah ini sopan?"
Valerie bergegas melepas sepatunya untuk tidak membuat karpet ini kotor. Karena siapa yang tahu hak sepatu ini baru saja menginjak kotoran cicak?
"Tidak perlu, Putri." Spontanitas Valerie membuat dua pelayan istana mengulum senyum. "Karpet ini hanya perlu sentuhan sedikit untuk menghilangkan semua debu dan kotoran."
"Oh, ya. Pembersih debu canggih," Valerie mulai merasa malu sekarang. Tak ayal, senyumnya lekas merekah manis dengan sepasang mata berbinar. Liam memang buruk, tapi pelayan istana yang mengabdi sepenuh hati pada kerajaan tidak sepenuhnya mengerikan.
"Maafkan jika kami berlebihan, tapi Anda luar biasa dengan pakaian sederhana itu, Yang Mulia."
Valerie menautkan alis. Mengusap bagian lengan panjangnya dengan senyum tipis. "Benarkah? Aku menemukan ini di lemariku sendiri. Aku tidak tahu siapa yang merancang ini, tapi aku harus menemuinya untuk melihat koleksi lain. Ini terlihat tidak mencolok dan bagus. Kalian suka?"
"Permaisuri atau putri para bangsawan tidak pernah memakai pakaian semi formal seperti itu, Yang Mulia. Mereka selalu mementingkan gaun dan aksesoris di leher dan telinga. Bahkan terkadang tusuk sanggul terbuat dari lapisan emas tiga karat," salah satunya bicara dengan nada ceria.
"Oh. Aku akan menjadi trandsetter untuk diriku sendiri. Aku memakai pakaian yang nyaman. Sering memakai blus dan celana jins. Kalian pernah membayangkan hal itu?"
"Anda akan menjadi sosok yang hebat di masa depan."
Valerie merasa mereka berlebihan. Tapi dia tidak akan merusak suasana hati dua pelayan istana yang polos dan tampak bersinar. Jadi dia mendekat, duduk di kursi kayu pendek dan menatap lukisan Leonardo da Vinci dengan keterpanaan. "Aku pernah mendengar sejarahnya dari ibuku. Dan tidak pernah mendengar lukisan ini sama sekali. Aku tidak tahu apa karyanya selain Monalisa."
"Itu sangat terkenal."
Salah satu para gadis mendekat untuk membersihkan ruangan secara hati-hati. Dengan lap pembersih di tangan, dia melakukannya dengan sepenuh hati untuk tidak membuat koleksi terjatuh.
Namun insiden lain membuat semua orang terkesiap. Valerie menoleh, menemukan salah satu gadis menjatuhkan cat air di atas karpet leluhur. Cat berwarna cokelat itu meresap ke dalam karpet, meninggalkan bekas samar yang mencolok dan membuat si gadis muda ketakutan setengah mati.
"Mereka akan memenggal kepalamu kalau tahu?"
Gadis itu menengadah dengan pandangan berair. Saat Valerie diam, menatap sisa cat yang terlanjur tumpah di atas meja dan mendekat. "Tidak, Putri. Jangan dekat-dekat. Ini salahku."
Valerie tetap Valerie. Dia akan melakukan sesuatu untuk menyelamatkan si gadis muda yang mencintai pekerjaan dan baru saja melakukan tindak ceroboh. Saat dirinya menumpahkan sebagian isi cat ke telapak tangan, seseorang masuk ke dalam ruangan.
"Apa yang kau lakukan?"
Dua pelayan muda tadi bergegas membungkuk. Mereka adalah staf terbaik yang seharusnya Liam perlakukan pantas. Tapi aura intimidasi pria itu benar-benar membunuh setiap insan.
"Yang Mulia—,"
"Ya Tuhan, aku menjatuhkan sesuatu," Valerie segera berlutut, menarik tempat cat mungil dan membeku kala tangannya meresapi karpet yang basah. "Apa ini bisa dicuci? Haruskah aku turun dan membawa karpet ini untuk dicuci? Atau dengan lap basah?"
"Putri, sebaiknya—,"
"Kau tidak perlu melakukannya," suara Sang Pangeran dalam. Walau Valerie bisa menangkap bagaimana ekspresi itu terbentuk dingin. "Bangunlah. Penenun Andera bisa membuat karpet ini dua buah dalam satu bulan. Kau tidak perlu khawatir."
Lirikan Valerie mengarah pada dua pelayan muda yang menahan kesiap dengan bahu gemetar. Sesaat mereka mundur, Valerie mencari tisu untuk mengurangi bekas cat di tangannya.
"Semua baik-baik saja. Kembalilah bekerja. Maaf kalau aku mengganggu kalian," ucapnya ramah, menepuk bahu keduanya dengan tangannya yang lain dan tidak kotor. Lalu berjalan ke luar ruangan disusul Sang Pangeran dari belakang.