PERTEMUAN

1462 Kata
KILAS BALIK BEBERAPA TAHUN SILAM SEBELUMNYA PADA TAHUN 2010 SUPER MUSIC COURSE, SMC NOTE. Malam Minggu ini terasakan cukup sendu dan sayu, kawan-kawanku semuanya pada sibuk entah kemana. Ada yang bermalam Mingguan dan ada yang menjalaninya kelabu. Aku cukup senang walaupun mereka itu sibuk, sehingga aku dapat berjalan sendiri sambil belajar dan memperluas wawasan. Aku belajar bagaimana menulis Novel Komedi Romantis di malam Minggu, dan aku juga belajar gitar, terutamanya pada pelajaran di mata kuliahku. Karena sepi dan lalu aku bertanya kepada kawan-kawanku semuanya. SELAMAT MALAM SEMUANYA DI MALAM MINGGU INI "Halo, Woy...woy, dimana kalian, malam Minggu ini kemana,"? Tanyaku pada mereka melalui pesan singkat SMS chat. Mereka ada yang menjawab dan ada juga yang diam saja seperti tidak menghiraukan. JADUL DAN HANYA SMS PADA TAHUN ITU "Halo juga Yik, wah, malam Minggu ini Aku ada acara, kalau kau gimana,?," Katanya mereka. "Yei, wah, aku lagi jalan-jalan nih sama cewekku Yik, kau dimana,?" Katanya mereka. "Wataw...wah aku lagi nonton acara musik nih Yik, di jalan Musikoy, ramai banget," Katanya Yupi dan mereka. "Halo ya. Aku lagi nonton film Komedi Romantis nih Yik, mantap banget, di bioskop, kau kesinilah," Katanya Peyo. "Halo oke woke. Aku lagi beli pecel lele nih Yik di jalanan besar," Katanya mereka dan yang lainnya. "Halo ya, ini siapa ya, halo,?" Katanya mereka dan malah nomorku tidak disimpannya. "Nomorku malah tidak disimpan oleh mereka." "Halo ya Yik. Aku lagi sama keluarga nih, makan malam di restoran, kau lagi ngapain,?" Katanya mereka dan yang lain. "Halo Yik, sekarang aku lagi beli kopi Gula-Guli nih, kau kesinilah, ramai banget loh, bisa santai bareng kita nanti, ayolah kesini,!" Katanya mereka menjelaskan. "Ya Halo. Kami lagi di kampus nih Yik, ada apa,?" Katanya mereka. "Halo...oh ini nomornya Yik ya. Kami lagi santai aja nih di rumah, malam Minggu kelabu, ayo gitaran kesinilah kalau lagi gabut,," Katanya mereka kepadaku. "Kalau lagi gabut ngajakin gitaran, aneh dan lucu mereka tuh." Ada-ada saja mereka semuanya, begitulah kegiatan yang ada bila akhir pekan tiba, biasanya mereka banyak yang bertanya. Pada saat ini waktu baru saja memasuki jam 19.00 waktu Negara Republik Damba. Malam Minggu ini cukup mantap dan terutamanya pada perasaanku. Aku sempat termenung sejenak ketika ku memikirkan seorang wanita yang kusukai. "Wrd, adalah waktu Negara Republik Damba, atau bisa dikatakan juga sebagai Republik Damba Kimer." Aku tidak tahu lagi dimanakah wanita yang kusukai tadinya berada, karena aku sangat begitu hati-hati dalam menaruhkan perasaan, apalagi pada seorang perempuan. "Serius tidak main-main gitu ya." Aku melihat Kafe ini sungguh ramai, lalu ada juga panggung musik di tengah-tengahnya. Cita rasa kopinya mantap dan berbeda dari yang lainnya. Pemain musik Kafe ini juga sering berganti-ganti, mungkin karena itu suasananya selalu menjadi ramai. Walaupun sudah ada musik di tengah panggungnya, tapi masih saja ada pengamen jalanan yang mampir, bahkan mereka tak menghiraukan musik utama yang ada. “Permisi ya. Mas..mas...mas,! di sini tak bisa ngamen ya mas, mengerti, kalau mau di sana saja, atau keluar,!” Seruanya pelayan kafe berkata kepada mereka yang sedang mengamen dengan pelan. “Loh..., kenapa ga bisa Mas, kami kan, mau nyanyi, ga apa-apa lah,!” Katanya para pengamen itu. “Maaf, Ini bukan tempat mengamen ya Mas,! Kalau mau nyanyi di luar sana saja, ga enak nih dilihatin orang-orang,!” Seruanya pelayan kafe Ngramai. "Lah..., kami kan mau nyanyi, ga apa-apa lah Mas, sedikit aja, hiburan juga kok,!" Katanya pengamen dan tak menghiraukan. Kemudian ada tatapan sinis dari pelayan kafe dengan penuh prasangka, mungkin karena pengamen itu masih saja menyanyi, dan tak menghiraukan tegurannya. Seperti angin lalu saja perkataannya pelayan kafe tadinya bagi mereka. “Wah..., Kalau ndak mau keluar, nanti saya panggilkan sekuriti ya, awas ya,!” ancamannya pelayan kafe kepada para pengamen. “Oke..., silakan Mas ndak apa-apa, panggil saja, kami kan cuma mau nyanyi kok, hiburan saja,!” Katanya pengamen dan tetap saja bernyanyi. Karena di Kafe ini begitu ramai orang-orang berdatangan, terutamanya di kalangan para mahasiswa. “Baiklah kalau begitu,” Katanya pelayannya Kafe yang tampak cemberut. Pelayan kafenya membiarkan saja mereka menyanyi dengan riang, walau di tengah kafe sudah ada suara musisi yang berdendang kencang. Mereka mengamen pun tepat di depan meja kafe Ngramai, di tempatku duduk pada saat ini. Jaraknya mungkin hanya sekitar seratus sentimeter. Mereka memetikkan gitar dengan suara lengkingan yang sungguh nyaring, tinggi dan mantap. Aku pun sampai-sampai terkesima. “Malam, permisi ya mas, boleh nyanyi sebentar ya, kami akan bawakan lagu-lagu yang bagus,?” Tanyanya para pengamen kepadaku dan langsung bernyanyi. “Wow, silakan-silakan Mas, boleh...,” Kataku kepada mereka dengan senyum ramah. “Tranana...trilili yuhu..,,” suaranya mereka membawakan lagu dengan cukup gugup. Mereka bernyanyi mungkin untuk menghibur dan mencari uang. Kafe Ngramai ini adalah kafe yang populer dikalangan para mahasiswa pada zaman sekarang. "Kafe terkenal dan ramai." Pada malam minggu tiba, biasanya kafe ini sangat ramai dikunjungi orang-orang, seperti artinya katanya Ngramai, yakni ramai dan meramaikan. “Kenapa ya Mas lihat-lihat saya,?” tanyaku pada seorang pengamennya yang menatapku sambil meyodorkan kantong untuk menampung uang. “Ga ada Mas, apa boleh minta kopinya,?!” Tanyanya seorang pengamen itu kepadaku. “Wah, tidak bisa Mas, kalau mau pesan saja sana, masa kopi Saya,!” seruanku pada para pengamennya. “Besok kita ngamen di tempat lain lagi ya, oke!” Katanya pengamen yang satunya terdengar olehku dan cukup jelas di telingaku. Para pengamen itu berani juga walau telah ditegur, mereka seperti tidak mendengar. Besar juga nyalinya mereka-mereka itu sampai membuatku terkesima. “Kalau boleh tau, gitar apa yang kau pakai ya Mas, suaranya bagus juga loh,?” tanyaku karena penasaran dengan bunyinya yang mantap. “Anu Mas, saya pakai gitar akustik merek Seniya Mas, kenapa ya Mas,?” Katanya pengamen yang satunya kepadaku sambil bernyanyi-nyanyi. "Gitar merek Seniya, gitar seni komedi romantis mungkin sepertinya, pikirku." “Aku hanya menanya saja Mas, karena suaranya bagus juga loh,” Kataku sambil tersenyum. “Oh begitu, wah, kalau Mas e pemain gitar juga apa,?”tanyanya pengamennya kepadaku. “Ga, ya hobi-hobi saja gitu,” Kataku pada mereka dan memperhatikannya. Beberapa menit kemudian, pelayan kafe Ngramai tadinya datang dan menegur lagi dengan lebih keras, dan lebih tegas lagi dari sebelumnya. Tatapan matanya cukup garang seperti seorang pegulat yang ingin menendang, lalu ia berkata. “Mas, tolong keluar dari kafe ini ya, tolong jangan ganggu pelanggan-pelanggan yang ada disini ya,” Katanya pelayan Kafe Ngramai kepada para pengamennya. “Ga apa-apa Pak, biarkan saja mereka itu bernyanyi, biar saya yang bayar, mereka juga nyanyi di depan mejanya saya,” Kataku pada pelayan Kafenya. “Beneran tidak apa-apa ini Mas, nanti gimana-gimana lagi,?” tanyanya pelayan kafe kepadaku untuk memastikan. “Ya, tidak apa-apa, aman-aman Mas, oke,” Kataku pada pelayan itu. Aku tahu pelayan kafe Ngramai itu sungguh percaya kepadaku, sehingga tak mungkin rasanya aku akan berbuat yang tidak-tidak. Aku juga dekat dengan mereka jika aku berkunjung kesana dan membeli kopinya. Kopi Gulamainya kafe ini sangat populer, rasanya manis dan tempatnya juga nyaman. Aku cukup betah ketika nongkrong disana, tentu aku banyak mendapatkan kesan-kesan yang indah. Aku tak pernah terpikirkan bahwa akan ada pengamen di saat-saatku sedang santai, terutamanya di malam Minggu kelabu yang seperti ini. Pada saat ini tidak ada seorang pun wanita yang bisa aku ajak dan ku datangi. Kawan-kawanku juga pada sibuk entah kemana. “Bahkan ada yang lupa nomor teleponku ketika ku SMS mereka.” Aku bermalam minggu disini untuk menghibur kesepianku, karena pacarku sudah tak tahu lagi dimanakah ia berada, tiba-tiba saja menghilang seperti ditelan bumi, namun rasa rindu tiada pernah pergi. "Orangnya telah pergi tapi kangen dan rindu selalu saja terasakan, gimana ya.?" “Santai ya Mas, nanana..,” Katanya para pengamen itu berkata dan bernyanyi dengan sedikit pelan. “Ya ya..silakan, boleh,” kataku yang juga santai sambil menikmati kopi yang ada di mejaku. Ada seorang diantara pengamen ini yang berpenampilan cukup menarik, bahkan sampai tidak tampak seperti seorang pengamen. Celana jeansnya robek-robek, begitu juga jaketnya yang bermodel rock tapi tidak lembek. Gayanya seperti pemain musik rock yang populer. Petikan gitarnya melengking dan nyaring, sampai-sampai dapat membuat bulu kuduk merinding. Apalagi rambutnya yang panjang dan sedikit keriting, tentulah semakin menambah kesan garang dan juga menakutkan. Aku melihat pengamen itu juga segan terhadapku dan memperhatikan, lalu ia membawakan sebuah lagu. “Sering mengamen disini ya Mas,? kok ga pernah lihat,” tanyaku kepada mereka sambil bernyanyi. “Ya, lumayanlah Mas, soalnya di sini ramai, tidak seperti di tempat lain, gitu loh,” Katanya pengamen itu kepadaku dan tersenyum. “Oh begitu ya, oke Mas,” Kataku pada mereka. Beberapa menit kemudian sejenak hening, pengamen itu duduk-duduk di bawah dan dekat dengan mejaku. Mereka duduk dan kemudian memesan kopi Ngramai. Setelahnya mereka membuka kantong yang berisikan uang-uang mengamen seharian tadinya. Seperti itulah kiranya keadaan dan kondisi pada malam Minggu di Kafe ini, kurasa pertemuan dan perkenalan ini cukup berarti, setidaknya aku telah mengerti dan menerima.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN