Bab 2. Usaha yang sia-sia

1213 Kata
Kehidupanku mulai tenang dan damai sekarang, oh, mungkin juga dipengaruhi lilin aromaterapy berbau jasmin yang sering aku nyalakan saat membaca buku malam-malam dan teh hijau oleh-oleh Sapta dari Jepang. Lagu-lagu yang ku dengarkan juga lagu-lagu yang bergenre folk. Aku berasa jadi manusia paling melancolic, tapi ini membuatku relaks. Aku mulai bisa mengontrol perasaanku dengan belajar meditasi. Pelan-pelan aja, tapi lama-lama aku bisa dengan mudah merilis pikiran yang positif. Dulu, aku mudah terkejut oleh hal-hal yang gak masuk di akal, mudah berpikiran negatif dan cukup over dalam mengekspresikan sesuatu. Sekarang, tentu aku lebih bisa mengontrol semua itu. Tapi gak untuk saat ini. Apa yang ada di depanku sekarang ini sangat mengejutkan, sampai tanganku gemetar dan dudukku gak nyaman. Citra bahkan sempat bertanya aku kenapa karena ekspresiku jelas berubah 180 derajat. Jari-jari tangan sudah dingin tak karuan. Lelaki yang menjadi suami Aira ternyata adalah Yudha, mantan sepupu iparku alias sepupunya mas Win. Empat tahun ini aku susah payah menghindar dari semua circle-nya mas Win. Makanya aku selalu mengajak Anki saat ada undangan yang sekiranya tergolong temanku dan mas Win. Atau memilih untuk gak hadir. Kenapa aku repot-repot menghindar sementara jika ditilik kembali, aku bukan pihak yang bersalah, dan malah korban dari keeomgoisan mas win dan keluarganya. Tapi justru itu yang membuat aku jadi trauma dengan apapun yang berhubungan dengan mas Win. Sekarang, usahaku itu sia-sia gak sih? Yudha udah lihat aku dan kemungkinan besar mas Win juga hadir di acara ini karena mereka sepupuan. Gak ada Anki pula yang bisa aku ajak kabur dan kucing-kucingan. Apa aku kabur sendirian? Aku menimbang-nimbang. Apa aku beralasan ke toilet sebentar terus aku langsung kabur pulang? Nanti gampanglah, aku bisa chat mereka berdua kalau aku tiba-tiba mens dan udah tembus. Aku masih sibuk mencari cara untuk segera pergi dari acara ini, Sayangnya gak bisa. Mini dan Citra udah lebih dulu antusias berdiri dan menarik tanganku untuk menyelamati mereka di depan, tanpa bisa menyela karena mereka berjalan sambil mengapit kedua lenganku. Giliran kami bertiga sampai di depan kedua mempelai dan mau gak mau, aku harus bersalaman dengan Yudha. Aku menunduk aja, semoga dia gak terlalu mengenaliku. Toh, kata teman-teman penampilanku juga berubah kan sekarang, so, aku harap Yudha benar-benar gak mengenaliku. "Iyas?" Mati! Yudha mengenaliku. Aku pun mendongak dan mendapati dia menatapku tak percaya. "Hai Yud, selamat ya." "Loh, kalian saling kenal?" tanya Aira. Sepertinya Aira belum tahu kalau aku adalah mantan sepupu iparnya Yudha mengingat Aira kan di luar negeri sebelum pulang dan menikah. Aku sendiri juga baru dua-tiga kali ketemu Yudha karena dia sibuk bekerja di luar negeri juga. Kemungkinan besar Yudha juga belum sempat cerita ke Aira. Yudha merangkul Aira untuk mendekat "Iya sayang, Iyas ini mantan istri sepupuku, mas Win." "Hah? Kok kamu gak cerita!" Yudha tersenyum manis dan bergumam 'maaf belum sempat'. "Aku juga baru tau kalau ternyata Iyas temen kamu." Aira agak cemberut, tapi sedetik kemudian dia seperti teringat sesuatu. "Ah iya, Iyas, Yudha ini yang rekomendasiin Flora ke aku." "Hah" aku agak terkejut, lagi. "O..oh gitu." "Wah jadi Flora itu punya kamu Yas?" tanya Yudha terkekeh "Soalnya aku nemu kartu nama Flora pas kumpul keluarga besar kemarin, dan buketnya bagus. Jadi ya, aku rekomendasiin aja ke Aira karna dia desperate banget kemarin minta yang spesial." Ujarnya seraya melirik buket yang ada di tangan Aira. Aku tersenyum kikuk dan manggut-manggut aja, lalu buru-buru gantian menyalami Aira, mengucapkan selamat, foto sebentar dan aku bisa segera pulang kan? "Makasih ya sayang-sayangku. Makan-makan dulu deh ya. Enjoy!" Seru Aira sangat bahagia sambil dadah dadah sebelum menyalami tamu-tamu yang lain. "Yas, Cit, mau makan apa nih? Siomay? Sate? Apa dulu nih enaknya?" Aku harus segera melancarkan aksiku nih, sebelum mereka berdua menyeretku lagi untuk makan dan itu artinya aku bisa lebih lama ada di sini dan kemungkinan bertemu dengan mas Win sangat besar. Aku gak mau dan gak siap. "Cit, Min, aku kayaknya musti ke toilet deh, perutku gak nyaman." "Kenapa? Salah makan ya? Atau lagi mens?" tanya Citra perhatian. "Kayaknya sih mens, ini udah tanggalnya sih. Aku ke toilet dulu deh." "Mau diantar gak?" tanya Mini. Aku buru-buru menggeleng. "No, aku berani kok." Langkahku lebar-lebar menuju toilet yang sebenarnya tidak untuk ke sana. Aku cuma mlipir aja untuk menuju pintu keluar rumah mewah ini. Sumpah, aku mengutuk siapapun yang mendesain rumah Aira ini. Tadi kayaknya masuknya gampang-gampang aja, kenapa keluarnya berasa masuk di labirin? mana gak ada petunjuk arah pula pintu keluarnya dimana. Tamu-tamu juga udah di ruang utama semua. Gak ada gitu yang terlambat atau mau pulang lebih awal kaya aku gini? Kan bisa bareng. Sabar... sabar... bentar lagi pasti nemu jalan keluarnya. Aku harus berjalan berapa lama lagi ini? lampu juga remang-remang begini, jadi creepy banget. Aira orang kaya tapi mungkin dia lupa beli lampu. Brughhh... Aku kaget saat tiba-tiba ada seseorang muncul di balik lorong yang bercabang dan menabrakku. Tapi aku cukup bersyukur sih, ini orang bukan hantu. Lihat aja dari bawah, dia pakai sepatu kasual santai, celana kain yang disetrika rapi, kemeja lilac yang kelihatan kaya putih karena pencahayaan minim, yang lengannya udah dilipat sampai siku, membalut tubuhnya yang tinggi menjulang. Lalu aku mendongak melihat wajahnya dan ternyata... what the... kenapa malam ini banyak kejutan yang aku temui? Jantungku! Aku merasa detaknya semakin kencang seperti di buru sesuatu. Jelas aku kenal lelaki yang ada di depanku ini, wajahnya juga melekat di ingatanku. Siapa lagi kalau bukan... "Englias Rangita." Dia bersuara dengan nada tegas dan dalam. Seketika bulu kudukku meremang mendengarnya menyebut nama lengkapku. Auranya memang udah mengintimidasi ketika pertama kali aku bertemu dengannya, lebih dari tujuh tahun lalu. Sekarang masih sama. Aku gak mau dianggap jadi orang yang sombong sebenarnya, lagian buat apa aku selama ini belajar pengembangan diri kalau gak berguna di situasi begini? Oke, aku mendongakkan kepala dan berusaha sesantai mungkin di depannya. Tunjukkan Yas! Kalau sekarang kamu baik-baik aja. "Bhagavad Pramana." Sebutku lirih namun tegas. Selain mas Win, tentu aku juga selalu menghindari orang-orang di dekatnya, termasuk Bhaga. Dia adalah mantan adik iparku alias adik kandung mas Win. Dulu kami gak akrab-akrab banget karena dia orang yang sangat sibuk. Yah, pengusaha, biasalah. Tapi sekalinya ketemu auranya sangat gak ngenakin. Terlalu pendiam tapi tatapannya aneh. Aku sama sekali gak bisa membaca gerak-gerik dan tingkahnya karena semisterius itu orangnya. Kali ini, aku harus cepat pergi meninggalkannya di tempat yang lumayan creepy ini dengan tatapannya yang juga menyeramkan itu. Bulu-bulu tanganku masih merinding sampai sekarang. Ponselku berbunyi dan nama Anki menari-nari di layar. Syukurlah, dia menelepon di saat yang tepat. "Kita lama gak ketemu ya, tapi maaf aku buru-buru. Boleh aku lewat?" Meski cukup deg-degan, aku beranikan diri untuk bicara seramah dan setenang mungkin. Tubuhnya yang atletis menghalangi jalanku di lorong yang gak seberapa lebar ini. Jadi aku harap dia segera menyingkir dan aku bisa lewat. Alisnya terangkat satu, matanya yang hitam itu berputar ke kiri sedikit berpikir lalu setelahnya dia benar-benar menggeser badannya dan mempersilakan aku untuk lewat. Cukup lancar ternyata untuk aku bisa segera kabur. "Terimakasih." Ujarku sebelum meninggalkannya sambil megangkat telepon dari Anki. "Iya Ki, gimana?" Di seberang telepon, Anki sudah berbicara panjang lebar yang tak ku mengerti, ada suara Yasya juga yang ikut berceloteh dan aku pikir Anki sedang berbicara dengan anaknya. Aku menunggu sambil terus melangkah. "Yas..." Bhaga menanggil hingga membuat aku berhenti dan menoleh masih dengan ponsel yang aku tempelkan di telinga. "Bukan itu pintu keluarnya." ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN