Air mata Sahda - Chapter 2

1453 Kata
Keesokan harinya Sahda terlihat sedang berbincang dengan Ayahnya di depan Televisi yang sedang menyala, walaupun televisi tersebut menyala, terlihat sekali bahwa ayahnya sedang memberi petuah penting pada Sahda. Seperti biasa petuah-petuah dari Abqori sangatlah di gemari oleh Sahda, bagi Sahda jika Ayahnya berbicara selalu menancap di hatinya. "Hati adalah Anugrah agung yang Allah karuniakan kepada Manusia. Dengan hati itu manusia dapat mengenali, berkomunikasi bahkan mencintai Rabbnya, sekalipun mata dan telinga tiada sanggup meraih wujudnya" Ucap Abqori sembari menarik tangan anak tertuanya. "Baba, iya Nak?" "Apakah Baba bahagia saat lahir nya Sahda?" Tanya Sahda. "Bahagia pasti, namun lebih tepatnya Baba bersyukur. Bersyukur karena Tuhan menitipkan malaikat kecil untuk Baba dan kini, Baba sangat bahagia karena melihat Sahda yang sudah dewasa. "Terimakasih Baba," Sahutnya sembari tersenyum, "Baba bolehkah Sahda mencurahkan isi hati Sahda?" Tanya nya kembali. "Boleh, apapun itu. Baba sudah pasti akan mendengarkan kegundahan hati Sahda," "Sahda takut!" Wajahnya terlihat menahan ketakutan serta kesedihan. "Takut akan hal apa? Menikah? Tidak perlu takut, siapapun yang menjadi jodoh mu kelak, Baba akan menitipkan mu dan percaya bahwa jodoh mu adalah orang baik!" Seru nya. "Bukan hal itu Baba, tapi .... " Kalimatnya terhenti, Abqori menaikan sedikit alisnya seraya bertanya akan ketakutan Sahda. Dengan kalimat yang sedikit terbata-bata, ia pun berbicara "Aku takut Sahra bersedih!" "Sedih? Kenapa? " "Tidak Baba, Sahra kan katanya pengen banget nikah muda dan kalau nunggu Sahda kan lama, itu yang Sahda khawatirkan. "Baba yakin jika jodoh mu sebentar lagi akan datang!" Celetuk Abqori. Sahda baru saja ingat, jika hubungan Sahra maupun Fathur sama sekali tak diketahui oleh Ayahnya dan jika saja Abqori mengetahui hal itu, mungkin nasib Sahra akan naas. Maksudnya naas tidak selalu berujung kekerasan, namun Abqori tidak akan mau berbicara dengannya. Karena satu yang di minta Abqori, pacaran lah setelah menikah atau benar-benar sah. Namun begitulah Sahra, ia sama sekali selalu membantah nasihat yang diberikan ayahnya. Walaupun bantahan itu terjadi di belakang Abqori, ia tak akan mampu menahan rasa kesal Abqori jika Abqori mengetahui hubungan yang terjalin itu. Yang Abqori tahu, Sahra memiliki ketertarikan sendiri kepada Fathur. "Baba ingin melatih kesabaran Sahra, Baba ingin Sahra seperti mu. seorang Wanita yang memiliki keikhlasan Hati" "Harapan Baba hanya satu, dia menikah di waktu yang tepat dengan orang yang tepat dan tidak merasa terbebani dan semoga saja Sahra memiliki hati yang lapang." Timpalnya. "Oh iya Baba, Apa ada lelaki yang mencintai dan menyayangi Sahda seperti Baba dan Umma" "Inshaallah Nak, percayalah kepada ketentuan Tuhan, Jika kau melakukan sesuatu dengan keihklasan. Tuhan bukan saja mempertemukanmu tetapi lebih mendekatkanmu dengan lelaki yang akan mencintaimu" "setiap Ujian dan godaan jika kita menerimanya dengan Ikhlas Allah swt, Akan menambahkan kenikmatan didalam kehidupanmu" "Baba, Sahda sayang Baba!" Ucapnya sembari memeluk Ayahnya itu. "Maafkan Sahda jika selama Sahda hidup bersama Baba, Sahda menjadi Anak yang kurang Patuh!" "Justru Baba yang harus meminta maaf kepada kalian, Maafkan Baba iya Nak, Mungkin selama kalian Hidup bersama Baba. Baba masih banyak memiliki kekurangan dalam mendidik kalian" Ucap Abqori sembari mengecup kening anaknya, Sahda sangat senang jika diberikan pelukan yang hangat oleh Ayahnya. Walaupun usianya sudah menginjak 23 tahun, namun tingkah lakunya masih saja manja terhadap ayah dan ibunya. Di dalam dekapan ayahnya, Sahda selalu mengingat masa-masa indah bersama adik nya itu. Dialah yang selalu membela serta melindungi Sahda di manapun mereka berada, bahkan sosok Sahra selalu menjadi manusia pertama yang mengusap air matanya. Dan kenangan itulah yang membuat hatinya merasa tidak enak jika hal yang Sahra benci itu terjadi. #FLASHBACK ON# "Baba, Sahda gimana sih. Masa dia di bully malah diem aja!" "Sahra kesel banget deh sama Sahda" celotehnya seraya mengadu kepada Abqori. "Aku bingung, Gimana caranya buat balas bullyan mereka" Balas Sahda dengan tangisan yang akan mulai terisak. "Iya kamu lawan lah, Enak aja mereka seenaknya gitu sama kamu!"Jawab Sahra sembari melototkan kedua matanya. "Sudah, sudah. Umma jelaskan sesuatu kepada kalian. " "Sahra, memang sosok Anak pemberani, Namun berbeda dengan Sahda, " "Sahda penakut iya Umma" celetuk Sahra. "Aku gak penakut, Aku hanya tidak mau seperti mereka!" Jawab Sahda dengan Tangisan dibibir Sahda, Ayahnya tersenyum saat melihat kearah Sahda. "Nah, itu jawabannya sudah Sahda berikan!" Tukas Risna seakan menjadi penengah diantara keduanya, dengan suara yang lembut Risna mencoba menjadi penenang yang sangat baik. "Tapi Umma, sekali-sekali mereka harus diberi pelajaran. supaya gak berani gangguin KakaNya Sahra" Ucap Sahra penuh penekanan. "Sahda! Aku gak akan biarin Orang-orang menyakiti kamu! kalau ada biar aku saja yang membalasnya" Gumam Sahra sembari menarik kedua pipi Sahda menggunakan kedua tangannya. "Sayang, duduklah. Baba ingin berbicara sesuatu kepada kalian" Mereka pun akhirnya duduk bersama, mendengarkan setiap nasihat terbaik yang diberikan Ayahnya itu, Entahlah kalimat yang selalu di berikan Abqori selalu menjadi Hawa ketenangan untuk mereka. "Untuk Sahra! kamu memang Anak yang sangat pemberani. Baba bangga kepadamu, teruslah menjadi Pahlawan bagi saudaramu. dan jika, Baba sudah tidak ada begitupun dengan Umma. tetaplah menjadi saudara yang membela saudaranya tetapi dalam keadaan benar." "Terima kasih sudah menjadi penolong dan pelindung yang baik untuk Kakak mu! Baba dan Umma sayang sekali kepada Sahra!" Ucap Abqori sembari memeluk Sahra, Sahra meneteskan Air matanya kala mendengar kalimat yang di berikan Ayahnya untuk dirinya itu. "Terima kasih Baba, Maafkan Sahra yang masih banyak salah dan khilaf kepada Baba dan Umma" Ucap Sahra membuat semua semakin merasa sedih, entah mengapa hatinya selalu merasa iba jika orang-orang yang disayangi olehnya meneteskan Air matanya, namun tidak untuk saat ini Sahra seakan egois akan pendiriannya. Ia tak mau menunggu kakaknya untuk menikah, keinginannya begitu sangat kekeh untuk segera menikah bersama lelaki yang menjadi calon suami kakaknya. Abqori menatap wajah Sahda, "Untuk Sahda, Tetaplah menjadi Sahda yang apa adanya. Baba bangga dengan jawaban mu saat tadi. Namun, Baba minta jangan jadikan Bullyan yang kamu dapat sebagai materi kehidupan yang nantinya membuat kamu runtuh, jadikanlah setiap celaan dan hinaan motivasi kehidupanmu untuk lebih maju dan lebih dapat menghargai orang lain. Baba sayang Sahda juga!" "Sini kita pelukan berempat" Ucap Risna. "Baba, Umma, Sahra. kalian semua penyemangat Sahda!. Sahda sayang semua!" Ucap Sahda seraya menangis dalam pelukan ibu, adik dan Ayahnya Kenangan itu tidak akan pernah terulang namun akan selalu di ingat oleh Sahda. "Sayang, kamu kenapa melamun?" Tanya Ayahnya itu. "Kenapa dengan Sahda Ba?" Tanya Risna yang datang sembari membawakan segelas teh manis kesukaan suaminya. "Sahda Maliqi Abqari" Bisik nya pelan di telinga Sahda membuat Sahda seketika tersadar dari lamunannya. "Loh mau di sini terus? Emang gak ke klinik?" Tanya Abqori. "Eh iya Ba, Aku ambil libur hari kemarin sama hari ini" Jawab nya singkat, "Mm, pengen nya sih ke klinik. Tapi Sahda ingin bareng-bareng sama Baba dan Umma, gimana dong?" Tanya Sahda dengan suara yang manja. "Ya udah, habisin aja waktu libur kamu di rumah. Kami mah yang ada seneng lah!" Ujar Abqori. "Mm, Iya seneng! Kamu kenapa melamun gitu, gak baik loh itu?" Timpal Risna. "Enggak Umma, Aku cuma inget waktu Umma dan Baba memberikan motivasi untuk Sahda saat waktu itu Sahda dapet bullyan dari temen-temen. Ingat gak Umma?" "oh itu, Iya sudah jangan dibahas lagi Nak!" Ucap nya sembari mengusap lembut pipiku. "Kamu sudah membuktikan bahwa dirimu sangatlah berkualitas" Ucap Ayahnya menimpali ucapan ibunya, Sahda tersenyum saat melihat tatapan kasih sayang yang orang tua nya berikan. "Assallamualaikum " Ucap Sahra, yang masuk kedalam rumah. "Waalaikum Salam!" Balas mereka dari dalam, melihat raut wajah yang tak bersemangat dari Sahra saat menyalami semua. sahda pun bertanya, "Sahra, Kamu kok udah pulang. emangnya kelasnya setengah hari iya?" Tanya Sahda yang terlihat bersemangat. "Aku gak enak badan! Baba, Umma! Sahra masuk Kamar dulu" Pamitnya, dia menatap kesal ke arah Sahda dan Sahda terlihat sangat sedih saat melihat perlakuan adiknya. Sembari menatap punggung adiknya, Sahda pun menghela nafasnya dengan berat. Lalu berbicara dalam hati, "Aku tahu kamu kesal sama aku! Maafin Aku Sahra! Maafin Aku!" Ucapnya lirih. "Sahda, temui Adikmu!" Titah Abqori pada anak tertuanya Sahda terlihat kikuk dan seakan tak tahu Arah dan tujuan. batin nya bergejolak seolah ada bom yang ingin meledak didalam tubuh nya, ia terlihat tersenyum miris saat orang tuanya memberi kode untuk nya menyusul adik satu-satunya itu. "Aku takut Baba" "Takut Sahra marah?" Tanya Ayahnya, Sahda terlihat menganggukkan kepala nya. "Kenapa harus takut? Dia tidak akan memarahi mu sayang!" Paksaan Ayah serta ibunya membuatnya segera beranjak dari duduknya dan berjalan menghampiri adiknya. Dengan jantung yang berdebar, ia mengucapkan beberapa kalimat di dalam hatinya seakan ia akan bertemu dengan seseorang yang sangat seram. "Bantu Aku Tuhan,... Huhu Aku harap kamu tidak marah Sahra!. Cekeeeet..... Sahda sedikit membuka pintu kamar milik Sahra yang terlihat terbuka sedikit. "Sahra! " Panggil Sahda. Sahra melirik, "Aku gak mau di ganggu! Jadi keluar dan tutup kembali pintunya!" Ucap Sahra sangatlah ketus dan membuat Sahda kembali keluar dari dalam kamar nya lalu menutup pintu kamar adiknya dengan sangat pelan. Langkah Sahra terdengar olehnya, ia berharap jika adiknya mengurungkan niatnya untuk mengusir Sahda. Namun tidak, justru Sahra terdengar mengunci kamarnya. "Ya Tuhan, segitu benci nya kah dirimu pada ku Sahra!" Sahda terlihat meneteskan air matanya, rasanya baru kali ini Sahra terlihat sangat marah kepadanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN