5. Mall

1260 Kata
'Bahagia itu selalu ada bagi orang yang bersabar menahan derita dan pedihnya kehidupan.' *   *  * Nasywa dan Jessy memasuki kelas mereka sambil bercanda tawa ria, mereka langsung mendudukan diri mereka dibangku mereka masing-masing. Jessy mengernyitkan dahinya ketika Nasywa mulai mengeluarkan buku lamanya, tunggu dulu... Buku lama? Bukankah seharusnya mereka sudah harus mengganti dengan buku yang baru ya? "Eemmm Nasywa..." Panggil Jessy. "Ya?" Nasywa menatap Jessy. "Emm itu.. anu.." Jessy bingung ingin mengatakan apa, jujur saja ia merasa tidak enak harus menegur Nasywa tentang buku. "Apa?" "B-buku lo... bukannya harus ganti yang baru ya?" Akhirnya Jessy dapat mengatakannya juga. Nasywa diam sejenak, ia menatap buku lamanya. Tak lama kemudian ia kembali menatap Jessy sambil mengukir senyumnya. "Oh ini iya, soalnya gue belum punya uang buat beli yang baru makanya belum ganti. Nanti kalau uangnya udah ada gue baru beli." Jelas Nasywa yang membuat Jessy mengernyitkan dahinya. "Loh? Bukannya lo dapet bantuan dari sekolah untuk keperluan lo selama sekolah ya? Terus uang yang dari sekolah itu lo kemanain Wa?" Nasywa diam memandangi Jessy, perempuan itu menggiti bibir bagian dalamnya. Ia bingung harus mengatakan apa, tidak mungkin ia jujur bahwa uang keperluan sekolahnya diambil oleh Kakak tirinya untuk bersenang-senang. Ia tidak mau menjelek-jelekkan keluarganya meskipun itu didepan Jessy sahabatnya sendiri, jadilah ia menjawab sambil tersenyum. "Itu uang sekolah gue dipinjem sama Kak Widya buat bayar kuliah dia, kasihan dia kalau belum bayar. Kalau urusan keperluan sekolah gue, gak terlalu penting. Soalnya kan gue masih ada buku lama." Ucap Nasywa sedikit berbohong untuk menutupi tabiat buruk keluarganya. Ia memang memberikan uang itu kepada Widya, namun Kakaknya itu menggunakan uang itu bukan untuk membayar kuliah melainkan bersenang-senang bersama teman-temannya. Jessy sama sekali tak tau menahu dengan kehidupan Nasywa meskipun mereka telah bersahabat kurang lebih tiga tahun, perempuan itu selalu tertutup mengenai keluarganya. Tak pernah sekalipun Jessy mendengar Nasywa berkeluh kesah, perempuan itu hanya bisa mengukir senyum walaupun sejujurnyabia tau dibalik senyum Nasywa ada kepedihan tersendiri yang berusaha Nasywa tutup-tutupi. Jessy tidak dapat memaksa Nasywa untuk terbuka kepadanya perihal keluarga sahabatnya itu karena ia tau Nasywa pun butuh privasi tanp ada orang yang harus mengetahui kehidupan gadis itu. "Oh gitu." Singkat Jessy, Nasywa mengangguk. Jessy yang baru saja teringat akan sesuatu pun menyenggol bahu Nasywa membuat perempuan yang mengenakam hijab abu-abu itu menoleh kearahnya, Jessy tersenyum sambil menatap penuh harap kepada Nasywa membuat perempuan itu mengernyit bingung. "Kenapa lo?" Heran Nasywa dengan kernyitan didahinya. "Eh nanti kan sepulang sekolah gue sama Abang gue mau ke mall, lo ikut ya temenin gue?" "Gak mau ah, gue ada kerjaan pulang sekolah nanti." Tolak Nasywa dengan cepat, di samping ia memang memiliki pekerjaan ia pun enggan untuk bertemu dengan Abangnya Jessy. "Aelah, sekali-kali lo bolos kerja juga gak apa-apa. Masa lo gak mau nyenengin hati sahabat lo sendiri sih?" Jessy mengerucutkan bibirnya sambil memasang muka mengambeknya membuat Nasywa tak enak hati juga melihat wajah Jessy yang cemberut karenanya. "Kan ada Abang lo yang nemenin, gak perlu harus gue. Serius gue gak bisa, pulang sekolah gue harus kerja." Ucap Nasywa. "Kalo sama Bang Richard mah gak asik, kan kalau ada lo gue bisa have fun. Ayolah sesekali sih lo nyenengin hati sahabat lo yang cantik ini, kalau lo gak mau gue ngambek nih." Jessy bersedekap d**a sambil membuang mukanya enggan menatap Nasywa membuat Nasywa menghela nafasnya seraya berfikir keras. Diturutin enggak ya? "Ya udah deh gue temenin, tapi jangan lama-lama ya nanti perginya." Ucap Nasywa yang akhirnya menuruti permintaan Jessy untuk menemani sahabatnya itu ke mall. "Nah gitu dong, itu baru sahabat gue." Senang Jessy. Tak lama kemudian seorang guru agama masuk ke kelas mereka dan mulai mengabsen para siswa-siswinya satu persatu. 'TENG!... TENG!!... TENG!!!...' Suara bel pulang berbunyi membuat para siswa-siswi langsung memasukkan peralatan belajar mereka kedalam tas termasuk Nasywa dan Jessy, Jessy memasukkan peralatan belajarnya dan menyampirkan tasnya dibahu sebelah kanannya dengan penug semangat. Lain halnya dengan Nasywa yang sengaja melambat-lambatkan acara memasukkan peralatan kedalam tas miliknya supaya, Nasywa merasa gugup sekaligus takut. Ia masih sedikit takut bila harus berhadapan dengan Abang dari Jessy, tatapan matanya yang menusuk menuju bola matanya ketika mereka pernah tak sengaja saling bertatapan membuat Nasywa selalu terbayang akan tatapan itu yang menurutnya sangat membuatnya risih. "Nasywa ayo buruan cepet!! Bang Richard udah nungguin nih didepan." Ucap Jessy sambil mengotak-atik ponselnya, Nasywa berpikir bahwa Jessy tengah membalas pesan dari Abangnya. "Iya.. Iya.. Sebentar, udah selesai kok." Jessy langsung menarik tangan Nasywa mengajaknya keluar dari kelas mereka, mereka menyusuri beberapa koridor kelas hingga tiba didepan gerbang sekolah mereka. Jessy langsung mengajak Nasywa masuk kedalam mobil hitam mewah milik Richard. "Abang bukan sopir loh." Tegur Richard ketika Jessy dan Nasywa telah mendudukan diri mereka dibagian penumpang. "Bodo ah Bang gue capek kalau harus turun, buka pintu mobil depan." Ucap Jessy. "Kalau enggak, Nasywa lo aja deh yang duduk didepan nemenin Bang Richard. Gue masih sibuk nih." Sibuk main game sih lebih tepatnya. "T-tapi..." "Udah ke depan aja, Abang gue gak gigit kok." Jessy memotong perkataan Nasywa sambil masih fokus dengan ponselnya. Nasywa menghela nafas pelan, akhirnya ia memutuskan turun dari mobil kemudian membuka pintu mobil bagian depan dan duduk dengan canggung disamping Richard yang kini telah menjalankan mobilnya. Keadaan terasa sangat canggung, Nasywa lebih memilih memandang pemandangan mobil dari kaca jendela daripada memandang laki-laki tampan disebelahnya yang sekali-kali mencuri pandangan menatapnya. "Ayo kita turun dan have fun!!" Jessy bersemangat turun dari mobil disusul Nasywa dan Richard ketika mereka telah sampai di pelataran parkiran hotel. Mereka bertiga kini tengah berada di food curt setelah mereka... Ah tidak lebih tepatnya hanya Jessy berbelanja dengan puas hingga Richard harus menjadi korban tukang angkut baranh belanjaan yang dibeli Jessy. Laki-laki itu tengah memasan makanan untuk mereka bertiga sedangkan Nasywa dan Jessy sedang duduk santai menunggu sang Abang Richard membawa makanan untuk mereka. "Nih..." Jessy menyerahkan beberapa barang belanjaan kepada Nasywa. "Buat lo." Lanjut Jessy ketika melihat wajah tak mengerti Nasywa. "Gak perlu Jes, ini semua barang belanjaan lo. Kenapa dikasihin ke gue?" Tolak Nasywa. "Ini gue beliin buat lo, udah ambil aja." Lagi, Jessy kembali mengarahkannya kepada Nasywa. "Udah diambil aja." Sebuah suara berat menginstrupsi perdebatan antara Nasywa dan Jessy. "Lagian dia memang beliin barang itu untuk kamu." Richard meletakkan makanan yang ia pesan keatas meja mereka. Akhirnya Nasywa menerima barang pemberian Jessy, mereka bertiga mulai memakan makanan mereka masing-masing. Nasywa dan Jessy sesekali bercanda sedangkan Richard hanya memperhatikan interaksi keduanya sambil mengulum senyumnya, tak terasa hari telah sore. Mereka memutuskan untuk pulang setelah sebelumnya melaksanakan shalat ashar di musholla yabg letaknya tak jauh dari food curt. "Makasih ya Jess dan Om..." Ucap Nasywa kepada Jessy dan Richard. "Iya sama-sama." Jessy sebisa mungkin menahan tawanya ketika mendengar panggilan Om untuk Richard yang dilontarkan sahabatnya. "Sampai jumpa besok di sekolah ya? Assalamualaikum." "Waalaikumsalam." Nasywa memasuki rumahnya ketika mobil Richard tak lagi berada dalam jangkauan pandangannya, belum sempat ia membuka pintu kamarnya sebuah suara menghentikan langkahnya. "Habis darimana sampai hampir malam begini?" Nasywa menoleh dan mendapati Ibu tengah bersedekap d**a. "Habis nemenin temen Bu." Jawab Nasywa. "Jangan bohong kamu, tadi Ibu lihat ada laki-laki dewasa didalam mobil yang tadi kamu naiki. Ngaku kamu, kamu habis jual diri kan?" Tuduh Ibu. "Astaghfirullahaladzim, Bu! Nasywa gak serendah itu!!" Tanpa sadar Nasywa meninggikan suaranya. "Oh udah berani ya bentak Ibu? Sekarang sini mana uang hasil kamu jual diri kamu, kasih ke Ibu semuanya!!!" "Ibuuu!! Aku bilang aku gak jual diri Bu!!" "KAMU BERANI BENTAK IBU HAH?!!" Nasywa langsung bergetar mendeng teriakan dan bentakan Ibu tirinya. Ibu menarik tangan Nasywa dan menariknya menuju gudang tempat biasanya Nasywa dikurung jika melakukan kesalahan, Nasyaa semakin bergetar ketika Ibu mulai mengambil sesuatu dibalik pintu. "Ibu ampuuun... Nasywa gak ngulang lagi... hiks... hiks... Jangan cambuk Nasywa Bu..." Ibu tak mengindahkan suara tangisan pilu Nasywa. 'PUUUKK... PUKKKK... PUKKK...PUKK.. PUKKKK....' Cambukan sebanyak lima kali mengenai punggung Nasywa membuat perempuan itu meringis menahan sakit. "Itu akibat kamu yang sudah mulai berani!!!" Ibu meninggalkan Nasywa yang masih menangis pilu sesekali meringis menahan sakit dipunggungnya akibat cambukan maha dahsyat yang Ibu tirinya lakukan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN