Sudah satu minggu berlalu sejak dirinya bertemu dengan Lea di persimpangan jalan, Sean selalu berdiri di tempat yang sama pada waktu yang sama. Dirinya menunggu Lea, siapa tahu Tuhan masih berpihak kepadanya dan membiarkan dirinya bertemu lagi dengan Lea. Sean tak pernah memperdulikan pandangan orang-orang yang menatap aneh ke arahnya karena sudah seminggu penuh ia selalu berada di sana pada jam yang sama, berdiri sampai larut malam meski udara benar-benar menusuk kulitnya. Sean tahu, perjuangannya ini tak sebanding dengan sakit yang Lea rasakan karenanya. Malam ini, di jam yang sama, hari yang sama, pandangan aneh yang sama, serta suhu menusuk kulit yang sama, sekali lagi Sean kembali ke tempat itu. Pria itu bahkan tak memperdulikan perutnya yang terus saja meronta untuk di beri makan.

